Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Mini | Tuhan, Jadikanlah Anakku Orang yang Ikhlas

11 November 2018   14:31 Diperbarui: 11 November 2018   17:17 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu pagar berdetak dua  kali. Dola dan Doli keluar, berlari sambil berteriak, "Kakek ...! Nenek ...!"

Putri kembar 6 tahun itu bergelayutan di tangan kakeknya. Satu menguasai tangan kiri, yang lainnya bergantung di tangan kanan.

Rasa capek sang kakek terbayar, setelah dua kali naik angkot.

Bu Sofie tersenyum bangga.

"Ma ...! Kakek dan Nenek datang ...!" teriak Dola dan Doli bersamaan.

"Sebentar ...!  Mama lagi bersih ikan," jawab Mia dari belakang. Sepertinya wanita dua anak itu belum meluangkan waktu untuk menemuai ayah kandungnya di ruang tamu.

Didampingi isteri dan kedua cucunya, Kekek 85 tahun yang biasa disapa Pak Agus itu duduk di jok tamu.

"Panas, Kek ya?" tanya Doli.

"Sini, jaketnya Nenek buka," potong Bu Sofie.

"Ajak kakek ke sini Bu," seru Penky sembari bersih-bersih di kamar tengah.

"Gak usah, Nak Penky. Di sini aja. Panas,"  sahut Pak Agus.

Si imud Dola dan Doli membijit-bijit halus lengan kakeknya.  Rasa capek Pak Agus terbayar setelah dua kali naik angkot.

Bu Sofie mengipas-ngipas tubuh suaminya menggunakan jaket.

"Bawa bapak ke belakang, Bu. Di sini ada kipas angin!" teriak Mia dari dapur.

Doli menemui Papanya.  Pa, kipasnya dibawa ke depan, ya."

"Gak usah! Kakek aja diajak ke sini."

"Yuk! Ke sana aja, Pak. Sekalian minta minum, ibu haus," ajak Bu Sofie. Perempuan 39 tahun itu berdiri, terus memapah suaminya ke belakang.

Dola dan Doli menyusul.

Baru saja Bu Sofie mengatur posisi duduk Pak Agus, Mia berujar.  "Ke bilik belakang aja, Bu! Ibu kurang telaten ngurus Bapak. Pesing bau kencing."

"Pampers saya baru diganti. Belum basah," sanggah Pak Agus.

"Buktinya? Bauk."Mia menggerak-gerak lobang hidungnya.

"Mama bohong. Kakek gak bauk kok," bantah Dola.

"Iya. Mama bohong," sambung Doli.

"Saya minta Ibu menikahi bapak, untuk merawat beliau," kata Mia sambil membolak balik ikan di penggorengan. Wajahnya kurang enak di lihat. "Jika Ibu gak sanggup, kembalikan aja kepada kami." Suara Mia pelan merendah. Tapi nadanya menusuk.

"Ataghfirrullah, Mia." Suara Bu Sofie tercekat." Tanyakan sendiri kepada Bapakmu."

"Ntar selesai makan, bawa aja Bapak pulang! Saya dan Mas Penky gak kuat menahan napas. Pesing."

"Tuhan! Jadikanlah anakku orang yang ikhlas," gumam kakek pengidap prostat itu dalam hati. "Belum setahun kau menjual rumahku, menguasai uangnya."  Air matanya meleleh.  

Bu Sofie memapah suaminya keluar.

Di ruang tamu, Penky sibuk mengelap jok bekas duduk mertuanya menggunakan handuk basah.

Baru saja Pak Agus dan isterinya keluar pagar, terdengar suara gaduh di dapur.

Dola dan Doli berlari ke halaman sambil menangis. "Kek ...! Mama, Mama, Nek .... Jangan pulang ...!"

Bu Sofie dan Pak Agus kaget. Keduanya tertegun, "Mamamu kenapa?"

Dola dan Doli berteriak terus berteriak, "Liat Mama Kek ... Nek ...!"

Bu Sofie berbalik badan dan berlari ke belakang. "Tunggu di sini ya, Pak!"

Allahuakbar. Penky sedang melucuti pakaian yang dikenaki Mia. Rupanya, tanpa sengaja wajan penggoreng yang berisi minyak mendidih tersenggol sikunya sendiri. Lantas terjungkir pas menyirami dada dan perutnya.  Mia  bergulingan di lantai dengan mengenakan selembar beha saja.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun