Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teroris Mati di Jalan Raya, Bukan di Jalan Allah

31 Maret 2021   00:27 Diperbarui: 31 Maret 2021   00:30 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi terorisme/Foto: dw.com

DUARR!!

Asap tebal mengepul. Satu bis dan beberapa mobil pribadi membangkai hitam. Sebagian pagar bagai dihempas badai panas. Patah dan menghitam.

Jeritan dan pekik tangis berbaur. Kerumunan lintang-pukang, berlarian histeris. Hujan gerimis melatarbelakangi suasana kepanikan di tepi jalan protokol tersebut. Tiga jasad mayat terserak hancur.

Dalam jarak beberapa meter, sepotong kepala tertendang seorang bapak-bapak gendut yang berlari ketakutan. Wajah manis pada kepala itu meringis.

Baca Juga: Banjir Seleher, Leher Siapa?

Aku tepikan sepeda motor di pinggir jalan protokol. Tas ransel gendut di punggung aku alihkan ke depan. Aku peluk erat, sangat rapat. Aku sedang mendekap bidadari. 

"Antum yakin, Akh?" tanya Ustaz Imam menyelidik. Kami sedang duduk melingkar dalam sebuah pengajian. Materinya kali ini tentang darul harbi, negara-negara yang layak diperangi dalam konteks ideologis.

"Insya Allah, Ustaz. Ana kan Muhammad Toha," ujarku seraya mendapuk dada.

"Ya, ya, Asy-Syahid Mohammad Toha dari Bandung Selatan." Ustaz Imam, mentorku ini manggut-manggut. Ia selalu ingat keinginanku untuk menjadi sang martir zaman kemerdekaan itu.

Dengan satu granat di tangan, gagah berani menyeberangi sungai di tengah desingan peluru penjajah Belanda dan dengan ikhlas meledakkan diri bersama hancurnya gudang mesiu Belanda pada 1946.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun