Mohon tunggu...
Nur Jannah
Nur Jannah Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis

Hobi membaca fenomena dan menulis alam, memasak, travelling dan merencanakan masa depan anak negeri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Korban Talak Tiga 2

13 Februari 2023   21:09 Diperbarui: 13 Februari 2023   23:36 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Part 2

Untuk menepis semua kegalauan hati, Karina melamar pekerjaan di tempat Yumna. Sekarang ia telah berhasil mendapat posisi yang cukup baik di tempat Yumna tersebut. 

Lama kelamaan, kesedihan Karina berangsur kurang, meski tak berarti hilang sama sekali. Terkadang ia ingat Irvan. Dalam hati, ia masih mencintai laki-laki aneh itu. 

Apalagi di tengah malam. Saat semua terlelap, ia seringkali tak bisa tidur memikirkan Irvan.

"Di mana kamu sekarang, Kak?" bisiknya pada langit-langit kamar.

***


"Kak, ada salam dari temanku, Mas Angga. Dia duda loh, Kak." Tiba-tiba saja Yumna nongol di ruangan kakaknya.

"Apaan sih kamu, Yum?" sergah Karina.

"Dia minta nomor Kakak. Boleh ya kukasihin?" pinta gadis itu.

"Jangan ngaco kamu ah, Yum. Sudah sana balik kerja," omel Karina melotot membuat sang adik langsung ngacir.

Ia sedang mengutak-atik cara membuat laporan pada slide serta memindahkan grafik dari file spreadsheet di komputer agar masuk dalam satu folder.

Sampai tiba jam istirahat, saat semua orang ke kantin, Karina masih sibuk di depan PC-nya.

[Assalamu'alaikum] 

Sebuah pesan masuk di gawainya. Karina melirik sekilas. 

"Siapa, sih?" tanyanya dalam hati. Ia masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya yang belum juga rampung. 

[Mbak, istirahat dulu. Ke kantin yuk, nanti saya yang traktir]

Pesan itu lagi dengan nomor tak dikenal.

Astaga, setelah dicek foto profilnya, ternyata itu Angga. Tak disangka, Yumna benar-benar memberikan nomor WhatsApp Karina. Duh, Karina ingin menjewer telinga  adiknya saja. 

Ia tidak mengacuhkan pesan tersebut dan kembali berkutat dengan layar komputer.

Akan tetapi, pesan itu masuk lagi.

[Mbak, jawab dong. Masak diread doang. Nggak enak kan digantung. Saya nunggu jawabannya nih, hehe]

"Duh, rempong. Aku mau ngerjain ini jadi tertunda-tunda," batin Karina.

[Nanti ya, saya lagi sibuk]

Akhirnya Karina menjawab chat itu dengan cukup sopan lalu berkutat kembali dengan tumpukan pekerjaannya.

Beberapa saat kemudian.

"Nih makan dulu." Seseorang bertubuh sedang dengan kacamata tipis sudah ada di hadapannya menyodorkan sebuah bungkusan.

Karina kaget dan memperhatikan sosoknya. Rupanya Angga. Duh.

"Apa ini, Mas?"

"Gado-gado. Nggak pedes. Kata Yumna, Mbak suka gado-gado yang nggak pedes, kan?"

Karina membatin. Yumna memang reseh, kenapa juga memberi tahu Angga tentang makanan kesukaannya. Gado-gado adalah favoritnya sejak kecil. Ia paling tak tahan mencium aroma makanan khas ibukota itu. 

"Makasih, Mas." Akhirnya wanita itu mengambil bungkusan yang disodorkan. 

"Lagi ngerjain apa, sih? Dari tadi serius banget. Barangkali saja saya bisa membantu," tanya lelaki itu lantas melihat ke arah layar. 

Karina teringat kesulitannya lantas menginfokannya pada Angga.

"Mas bisa nggak?" tanya perempuan itu.

"Wah mudah kok ini," sahut pria itu yang lantas menarik kursi dan duduk di sisi Karina.

Sejenak mereka terlibat dalam perbincangan mengenai file, grafik, drive, menyimpan, memindahkan, dan sebagainya. Karina menyimak baik-baik semua arahan Angga. Ternyata lelaki itu sangat mahir soal komputer. Tak heran, ternyata ia lulusan S.1 programming komputer.

"Bagaimana, gampang 'kan?" tanya lelaki itu.

"Ya ya ya. Aku masih belum familiar dengan program komputer versi terbaru."

"Setiap tahun, bahkan setiap bulan selalu saja luncur pembaruan. Tapi nggak jauh-jauh kok bedanya," timpal Angga.

"Makasih ya, Mas."

"Makanya, kalau punya kesulitan bagi-bagi. Saya bersedia kok menampung. Jangan disimpan sendiri saja."

Modus nih, batin Karina. Tapi tak apalah, keterampilan laki-laki ini di bidang komputer sangat membantu pekerjaannya. 

"Makan dulu yuk. Saya laper." Laki-laki itu lantas membuka bungkus gado-gado miliknya dan bahkan tanpa sungkan-sungkan membukakan milik Karina.

Entah pengaruh angin apa, Karina menurut. Sambil menikmati gado-gado gratisan, ia juga menikmati cara cowok itu berbicara. Tampak lugas, apa adanya, dan tak canggung melakukan apa pun. 

"Mbak, tahu nggak kenapa komputer selalu nurut sama programmer?" tanya lelaki itu sambil menyuapkan sesendok makanan ke mulut.

"Ya karena dia yang memprogram dong," jawab Karina cepat. 

"Bukan. Itu tuh karena komputer benda mati. Coba kalau dia benda hidup, pasti dia nolak mulu," tukas Angga. "Seperti Mbak selalu nolak saya."

"Apaan sih?" protes Karina. "Nggak nyambung, Mas," imbuhnya sambil mengaduk bumbu makanannya.

"Mbak tahu kenapa komputer selalu ngeluarin update-an baru?" tanya Angga lagi.

"Karena perusahaan programming itu saling bersaing?" tanya Karina. Kali ini merasakan nikmatnya gado-gado gratisan itu.

"Bukan, itu karena komputer benda mati. Coba kalau dia benda hidup pasti dia bisa nolak untuk diubah," jawab Angga. "Seperti Mbak yang nggak mau berubah untuk menerima saya."

Karina tertawa dibuatnya. Candaan laki-laki itu tak dirasakannya sebagai rayuan, malah lebih mirip tebak-tebakan iseng pengisi waktu luang saja.

"Garing, tauk," selorohnya sambil terus menyuapkan makanan.

Mereka saling melempar topik mengenai pekerjaan dan kadang diselingi dengan candaan dan tawa hingga tak terasa makanan mereka habis tak bersisa.

"Satu lagi ya? Mbak tahu nggak kenapa di keyboard ada tulisan enter?" tanya lelaki itu sambil menikmati suapan terakhir gado-gado miliknya.

Karina meneguk air mineral sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Karena komputer benda mati. Kalau dia benda hidup pasti bilang entar-entar melulu seperti saya, yang selalu bilang nanti aja, kalau kamu ajak jalan atau ke kantin. Ya kan?"

 Laki-laki itu tertawa.

"Pe-de banget, Mbak," ledeknya. Yang benar, kalau tulisannya 'entar', nanti programnya nggak jalan-jalan, dong." 

Karina tertawa gemas, pingin rasanya mencubit lengan Angga, kalau tak ingat statusnya. 

Yumna yang melihat dari jauh tampak tersenyum. Ia membiarkan keduanya untuk  bisa saling dekat. Ia juga berdoa dalam hati agar sang kakak bisa menerima Angga dan segera melupakan Irvan.

Sepasang mata lain dari balik ruang manajer memperhatikan keduanya.  Sebuah ruang di sudut hati pria itu berkerenyit sakit. Baru saja ia hendak mengajak Karina makan siang di luar. Apakah ia cemburu? Rasanya ya. Ia merasakan cemburu yang luar biasa.

Siapa lelaki dari balik ruang manajer itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun