Mohon tunggu...
Nuri Nura
Nuri Nura Mohon Tunggu... lainnya -

Ceritakan padaku tentang Ayah, hujan, pulang, buku, dan makan. Aku senang dengan semua letupan rasa yang ditimbulkannya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Syifa Perawat Kecil

23 April 2011   13:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:29 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13035101861804460388

Syifa adalah anak yang ceria. Dia gemar menolong dan berteman dengan siapa saja. Hari itu hari senin, ada upacara bendera di sekolah. Syifa bertugas menjadi piket kesehatan. Dia menggunakan penutup kepala berwarna putih, dan lengannya disemati kain kecil bergambar bulan sabit dan tanda palang berwarna merah.

Syifa menatap ke arah Nisa yang terus menunduk. Kepala sekolah tengah memberikan pembinaan di atas panggung. “Kamu sakit ?” bisik Syifa. Nisa tak menjawab, hanya mengangguk lemah. Dituntunnya Nisa ke sudut lapangan. Tiba-tiba Nisa terjatuh. Untung Bu Guru segera tiba sehingga Syifa tak terlalu lama menahan berat badan Nisa.

Di ruang UKS dengan cekatan Syifa membantu Bu Guru membaringkan Nisa, melepaskan topi, ikat pinggang dan sepatunya. Diambilnya beberapa tumpukan kardus bekas untuk meninggikan kaki Nisa. “Makasih ya, Syifa. Kamu hebat jadi piket kesehatan. Mau jadi perawat yah kalau sudah besar ?” tanya Bu Guru sambil tersenyum. Syifa mengangguk mantap. Tangannya terus mengipasi Nisa dengan buku.

 Lonceng tanda istirahat berbunyi disambut gembira semua murid. Mereka berlarian, berebut keluar pintu.

“Aduh ! “ jerit Ali tiba-tiba. Syifa menoleh dan melihat Ali tersungkur di tanah. Lututnya luka dan penuh pasir di atasnya. Wajah Ali memerah dan mulai menangis. “Sabar, yah” kata Syifa sambil meletakkan sapu tangan bersih di atas luka Ali. Sementara murid lain berlari memanggil Bu Guru, Syifa terus menyiram luka Ali dengan air minum. Terus dan terus hingga Ali berhenti menangis. Ibu Guru datang dan menggendong Ali ke ruang kesehatan. Saat sapu tangan di lutut Ali dilepaskan, pasir-pasir pun ikut terangkat karena melekat di sapu tangan yang basah. “Masih sakit ?” tanya Bu Guru. Ali menggeleng lemah. Ibu Guru kembali berterima kasih pada Syifa karena menjadi lebih mudah membersihkan luka. Syifa juga ikut membantu merekatkan plester pada perban Ali.

Sore hari yang mendung. Syifa duduk di beranda sambil membaca komik kesukaannya. Nampak Kak Hassan dengan seragam sepak bolanya. “Kalah ya, Kak ?” tanya Syifa setelah memperhatikan Kak Hassan membuka pagar dengan lesu, tak seperti biasanya. “Kakak tidak enak badan, Syifa. Mama mana ?” tanya Kak Hassan sambil tiduran di sofa ruang tamu. “Sebentar lagi pulang, kak” kata Syifa memberi harapan.

Kak Hassan mulai meringkuk dan terlihat menggigil. Syifa segera berlari mengambil selimut dan bantal guling. “Mual ya, kak ?” tanya Syifa khawatir. Kak Hassan mengangguk lemah. “Miring dan peluk bantalnya, Kak. Biar Kak Hasan tidak tersedak kalau nanti muntah” saran Syifa. Dan benar, Kak Hasan mulai muntah. Mungkin  terlalu capek dengan jadwal pertandingan bolanya. Syifa sedih, namun ditahannya untuk tidak menangis. Syifa menelpon Mama untuk segera pulang. Sambil menunggu, Syifa mengambil minyak angin. Kedua tangannya digosok-gosokkan terlebih dahulu agar menjadi hangat, lalu mulai mengusapkan minyak angin ke kening, tengkuk, punggung, perut, betis, dan belakang mata kaki Kak Hasan. Dipijatnya perlahan. “Sudah, Syifa. Kakak sudah ga apa-apa” kata Kak Hasan. “Waktu Syifa sakit kan Kak Hassan yang menggendong Syifa, sekarang gantian Syifa yang jagain Kak Hassan”. Kak Hasan sedih mendengarnya, namun juga merasa bangga pada Syifa.

 “Sudah ga pingin muntah lagi?” tanya Syifa. Kak Hassan menggeleng. “Syifa ambilin juice apel pisang yah, biar Kak Hassan ga lemes” kata Syifa seraya berlari ke dapur. Saat kembali ke ruang tamu, Mama sudah ada di sana. “Anak pintar. Asisten Mama kayaknya sudah harus naik pangkat ini” puji Mama. Syifa nampak malu ketika menyerahkan juice segar buat Kak Hasan. “Bener, Ma. Syifa memang perawat yang pintar. Kak Hassan juga bangga”. Dipuji membuat Syifa makin tersipu malu. Dalam hati Syifa bertekat untuk selalu membantu.

 * * * 

 

Dongeng oleh Nuri Nura (nomor urut 42)

Ilustrasi oleh Gubes

 

UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA PARADOKS YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI AKUN Dongeng Anak Nusantara di Kompasiana sbb  : Dongeng Anak Nusantara  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun