Di tengah hiruk pikuk wacana revisi undang-undang, perdebatan panjang soal aturan antikorupsi, dan ribuan pasal yang kerap digodok para wakil rakyat, ada pelajaran hidup sederhana yang justru lahir dari ruang-ruang kelas Sekolah Luar Biasa (SLB).
Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di sana hidup apa adanya: jujur, tulus, dan polos. Mereka tak paham apa itu korupsi, tak kenal kata manipulasi, dan tak pernah berpikir merebut hak orang lain.
Ironisnya, justru nilai-nilai ketulusan yang mereka miliki itu adalah “RUU hidup” yang sesungguhnya, undang-undang tak tertulis yang jauh lebih kuat dari sekadar teks di atas kertas.
Kontras Dunia Nyata
Bangsa ini nyaris tak pernah sepi dari berita korupsi. Mulai dari pejabat tinggi negara, kepala daerah, hingga aparat di tingkat paling bawah, kasus penyalahgunaan wewenang dan uang rakyat terus bermunculan.
KPK pun kerap kewalahan menghadapi derasnya arus korupsi yang menjelma seperti penyakit menahun. Setiap kali kasus mencuat, yang ramai dibicarakan bukan hanya besaran kerugian negara, tetapi juga bagaimana solusi hukumnya.
Revisi undang-undang, aturan tambahan, hingga perdebatan di parlemen menjadi pemandangan rutin. Namun, pertanyaan yang tak kalah penting: benarkah semua pasal itu efektif?
Sementara di balik hiruk pikuk dunia politik, di sudut-sudut sekolah luar biasa yang jauh dari sorotan kamera, ada wajah-wajah polos yang sedang berjuang belajar mengenal huruf, berhitung sederhana, atau menyanyi dengan penuh semangat.
Mereka tidak mengerti politik, tidak mengenal istilah “gratifikasi”, apalagi paham cara “menyiasati laporan keuangan”. Yang mereka tahu hanyalah satu hal: hidup dengan hati yang jujur dan tulus.
Potret Ketulusan di SLB