Jam pelajaran bergulir, dan Brian duduk senyaman batu yang menemukan tempatnya di sungai. Di pelajaran Bahasa Indonesia, Pak guru meminta murid-murid menulis cita-cita.
Brian menulis pelan-pelan, hurufnya mengalir seperti ular kecil: “Aku ingin membuat Pojok Baca” Di bawahnya ia menggambar kapal celengan rahasia yang membuat pipinya memerah sendiri.
Bel istirahat berbunyi; kantin mekar seperti pasar kembang. Anak-anak berlarian mengejar warna dan gula.
Brian berjalan melewatinya. Ia mengeluarkan bekal. Sari duduk di sampingnya, mengintip pepaya oranye yang mengilap. “Boleh satu?” tanyanya. “Boleh dua,” kata Brian, tersenyum.
Ia menelan ludah ketika melihat Dodo menggigit permen yang membuat lidahnya biru seperti langit kelabu. Tapi Brian ingat pesan ibu, pak guru, dan kapal kecilnya di kamar. Setiap jajan yang ia tolak, ombak untuk kapalnya makin ramah.
***
Sepulang sekolah, ada pengumuman: Sabtu ini RW mengadakan Kerja Bakti dan Bazar Sehat di halaman sekolah. Warga akan datang; ada pos pemeriksaan berat badan, stand sayur murah, pojok konseling gizi, dan donasi buku.
“Kalian boleh ikut bantu,” kata Pak guru. “Belajar itu bukan cuma duduk di kelas. Belajar juga ada di tengah masyarakat.”
Brian pulang dengan langkah ringan. Di rumah, ia mengeluarkan uang dari sakunya, lalu memindahkannya ke perut kapal Si Hebat.
Tring… tring… suara kecil yang menimbulkan gelombang besar di dadanya. “Bu,” katanya tanpa menoleh, “kalau uang Brian cukup, Brian mau beli buku untuk Pojok Baca ya. Biar teman-teman bisa ganti jajan sama baca.”
"Nanti kalau bukunya udah banyak, Brian juga mau buat perpustakaan kecil di desa kita "