Ada tangan mungil yang harus ditimang, ada suara rengek yang harus ditenangkan, ada dapur yang menunggu dihidupkan, ada rumah yang harus tetap ramah meski tubuh lelah.
Seringkali rasa bersalah datang: “Mengapa aku tak lagi seperti dulu?”
Padahal, tidak ada yang benar-benar hilang, yang terjadi hanyalah perubahan bentuk.
Ibadah yang Tidak Berbunyi
Seseorang pernah berkata, “Tidak semua ibadah bersuara.”
Ada ibadah yang sunyi. Tidak mengangkat tangan, tidak meneteskan air mata, tidak menyentuh lembaran mushaf. Tapi tetap tercatat di langit.
Ibu yang menenangkan anaknya saat demam, itu ibadah. Istri yang menyambut suaminya dengan wajah ramah walau tubuhnya remuk, itu ibadah.
Perempuan yang bangun tengah malam bukan untuk tahajud, tapi untuk menyusui bayi yang menangis, itu juga ibadah.
Semua itu jihad—perjuangan dalam kesunyian.
Seperti Laut, Rezeki dan Amal Tak Pernah Hilang
Apa yang kita alami hari ini, perubahan bentuk kehidupan, alih peran, pergeseran rutinitas, adalah bagian dari keberlanjutan, bukan keterputusan. Ibarat laut yang tetap menyimpan kekayaan meski bukan selalu dalam bentuk ikan.
Kita hanya perlu membuka mata hati: rezeki tetap ada, amal tetap mengalir, tapi lewat jalur yang berbeda.
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menegaskan, bahwa melayani keluarga termasuk bagian dari jihad fi sabilillah; sebuah perjuangan mulia di jalan Tuhan.