"Saya tidak tahu harus bagaimana. Dunia rasanya runtuh saat dokter menyebut kata 'autisme' untuk anak saya."
Kalimat itu mungkin mewakili ribuan orang tua yang mendapati anaknya didiagnosis autisme. Diagnosis ini sering datang tiba-tiba, disertai gelombang emosi: sedih, bingung, takut, bahkan menyangkal.Â
Namun, diagnosis bukan akhir dunia. Justru dari sinilah awal perjalanan penting dimulai. Sebuah perjalanan untuk memahami, menerima, dan mendampingi anak tumbuh sesuai potensinya.
Sebagai guru pendidikan khusus dengan spesialisasi anak autis yang telah mengabdi selama 21 tahun lamanya, saya menyaksikan sendiri betapa beratnya langkah awal ini bagi para orang tua.Â
Tapi saya juga menjadi saksi bahwa dengan penerimaan, kesabaran, dan intervensi yang tepat, anak-anak luar biasa ini mampu menunjukkan kemampuan yang menakjubkan.
Saya teringat seorang murid saya, sebut saja namanya Raka. Dulu ia datang tanpa bisa menyebut namanya sendiri, sering tantrum, dan menolak bersentuhan.Â
Tapi dengan dukungan penuh dari ibunya yang mulai belajar bersama kami sejak hari pertama diagnosis, hari ini Raka telah bisa membaca, menulis puisi pendek,enjadi host, bahkan menjadi penyanyi solo di perayaan Hari Anak Nasional di sekolah.Â
Perjalanannya bukan tanpa tantangan, tapi keberhasilan kecil itulah yang menjadi bukti: anak autis bukan tidak bisa, mereka hanya butuh dipahami dengan cara berbeda.
Diagnosis Bukan Vonis, Tapi Titik Awal
Autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan neurologis yang memengaruhi cara anak berinteraksi, berkomunikasi, dan berperilaku. Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 100 anak di dunia berada dalam spektrum autisme.