Namun, jauh di lubuk hati, Rania tetap berharap. Setiap malam setelah tarawih, ia menatap langit yang dipenuhi bintang. "Ayah, kalau Ayah bisa dengar Rania, bolehkah Rania minta hadiah dari langit?" bisiknya pelan.
***
Harapan yang Tak Pernah Padam
Lebaran semakin dekat. Warung-warung mulai ramai dengan orang-orang yang berbelanja.Â
Rania melihat teman-temannya sudah mengenakan baju baru yang mereka coba di depan rumah. Ia tersenyum, berusaha menepis rasa iri.
Suatu sore, saat mengantar kue ke warung, Rania bertemu dengan seorang pelanggan setia ibunya, seorang pria tua bernama Pak Haris. Ia sering membeli kue bolu kukus Bu Laila dan selalu menyapa Rania dengan ramah.
"Bagaimana puasamu, Nak?" tanya Pak Haris.
"Alhamdulillah, Pak. Rania kuat," jawabnya, tersenyum.
Pak Haris memperhatikan wajah gadis kecil itu. Ada sorot mata yang menyimpan harapan yang ia sembunyikan baik-baik. "Lebaran nanti, kamu mau beli baju baru, kan?"
Rania menggeleng cepat. "Nggak apa-apa, Pak. Yang penting Rania sama Bunda sehat."
Pak Haris terdiam sejenak. Ada kehangatan yang menyeruak di dadanya.