Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Istriku, Fajar yang tak Pernah Padam

20 September 2025   04:34 Diperbarui: 20 September 2025   04:34 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber: https://pxhere.com/

Setiap kali aku jatuh sakit, ia berubah menjadi mata air yang tak kering. Ia duduk di sampingku, mengusap keningku dengan tangan lembutnya. Tidak ada obat yang lebih manjur dari sentuhan itu. Aku merasa, dalam keheningan doanya, Tuhan sedang hadir lebih dekat.

Dan setiap kali aku jatuh dalam kegagalan, ia menjadi jalan setapak yang membawa pulang harapanku. Ia tidak pernah menghakimi. Sebaliknya, ia berkata: "Kegagalan bukan musuh, ia hanyalah guru yang mengajarkan cara baru untuk melangkah." Kata-katanya sering lebih meneduhkan daripada semua buku yang pernah kubaca.

Pagi ini pun begitu. Aku berangkat bekerja dengan semangat yang ia tanamkan. "Hati-hati, sayang. Semoga harimu penuh berkah." Ucapannya sederhana, tetapi bagai mantra yang menguatkan langkahku. Aku tahu, sepanjang hari aku akan membawa suaranya di dalam dada.

Di jalan, aku memikirkan betapa indahnya bila cinta dijalani tanpa pamrih, seperti ia mencintaiku. Cinta yang tidak menghitung untung-rugi, tidak menuntut balasan, hanya memberi, memberi, dan terus memberi.

Aku pernah membaca bahwa cinta sejati bukanlah mencari orang yang sempurna, tetapi belajar melihat kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan. Dan istriku adalah bukti nyata. Ia tidak sempurna, sama sepertiku. Tetapi justru dalam ketidaksempurnaan itu, kami menemukan kesempurnaan yang diciptakan oleh kebersamaan.

Hidup ini, aku rasa, tidak jauh berbeda dengan perjalanan mendaki gunung. Ada saat-saat kita kehabisan napas, ada saat-saat kita ingin berhenti. Tetapi keindahan puncak hanya bisa dirasakan oleh mereka yang terus berjalan. Dan aku bersyukur, dalam pendakian ini, aku ditemani oleh seorang perempuan yang tidak hanya setia, tetapi juga tegar.

Ketika aku lelah, ia berkata, "Lihatlah ke atas, sayang. Puncaknya belum tampak, tapi percayalah, kita sedang menuju ke sana." Dan ketika aku tergoda untuk menyerah, ia mengingatkan, "Jangan takut pada jalan yang terjal, sebab justru di situlah kita menemukan arti perjuangan."

Ada kalanya aku merasa, istriku adalah doa yang pernah kupanjatkan bertahun-tahun lalu, doa yang akhirnya dijawab Tuhan dengan indah. Ia datang bukan hanya sebagai pasangan hidup, tetapi sebagai sahabat perjalanan, guru kebijaksanaan, dan sekaligus rumah yang selalu kurindukan.

Aku tidak tahu bagaimana cara membalas cinta sebesar itu. Kata-kata terasa terlalu kecil, hadiah terasa terlalu remeh. Maka yang bisa kulakukan hanyalah mencintainya kembali, sekuat yang aku mampu, semampu yang hatiku bisa berikan.

Cinta kami mungkin tidak selalu dihiasi bunga, kadang juga diliputi badai. Tetapi seperti pelangi yang lahir setelah hujan, badai itu hanya memperkuat akar-akar kasih kami.

Hari-hari bersama istriku membuatku percaya, bahwa kebahagiaan sejati bukanlah ketika kita memiliki segalanya, melainkan ketika kita merasa cukup dengan apa yang ada, karena hati kita penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun