Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Nature

Enzim, Anggur, dan Rahasia Waktu

18 Agustus 2025   09:47 Diperbarui: 18 Agustus 2025   09:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri ( diolah dari berbagai  sumber) 

Jika kita mundur sejenak, sebenarnya manusia sudah lama menggunakan enzim tanpa menyadarinya. Orang Jepang dengan miso dan soya sauce-nya memakai jamur Aspergillus oryzae. Orang Jawa dengan tempenya bergantung pada enzim dari Rhizopus oligosporus. Orang Eropa dengan keju birunya mengandalkan Penicillium roqueforti.

Kini, dengan sains modern, kita hanya memberi nama dan memperhalus tekniknya. Apa yang dulu dilakukan oleh nenek moyang di dapur tanah liat, kini dilakukan oleh para ilmuwan di laboratorium steril.

Tetapi ada kesinambungan yang menarik: dari tungku sederhana sampai pabrik raksasa, dari intuisi tradisional sampai rekayasa genetik, manusia selalu berhubungan dengan enzim. Kita hidup bersama mereka, entah disadari atau tidak.

6. Masa Depan: Enzim, Keberlanjutan, dan Etika

Artikel yang menjadi dasar tulisan ini menyebut satu tren penting: enzymatic engineering. Enzim kini bisa dimodifikasi agar lebih tahan terhadap pH rendah, suhu tinggi, atau kadar alkohol tinggi. Ada pula teknik enzim imobilisasi, di mana enzim ditempelkan pada permukaan padat sehingga bisa dipakai berulang kali, hemat biaya, ramah lingkungan.

Bahkan ada konsep extremozymes, enzim yang berasal dari mikroba di lingkungan ekstrem---gunung berapi, dasar laut, atau Antartika. Mereka membawa sifat unik: tahan panas, tahan garam, tahan tekanan. Bayangkan jika suatu hari wine difermentasi dengan enzim dari bakteri laut dalam; mungkin kita akan mencicipi aroma yang belum pernah dikenal manusia.

Namun di balik euforia ini, ada bayangan skeptisisme. Apakah konsumen siap menerima minuman yang dibuat dengan enzim hasil rekayasa genetika? Apakah kata "alami" masih punya makna ketika hampir semua proses dikendalikan laboratorium?

7. Renungan Penutup: Enzim sebagai Metafora

Menulis tentang enzim membuat kita sadar bahwa sains tak pernah berdiri sendiri. Ia selalu bersinggungan dengan rasa, ingatan, bahkan moralitas. Enzim adalah katalis, mempercepat reaksi. Tetapi ia juga bisa menjadi metafora tentang kehidupan manusia.

Kita semua, dalam hidup ini, membutuhkan "enzim" tertentu---sesuatu yang mempercepat perjumpaan, memperhalus konflik, melepaskan aroma yang tersembunyi dalam diri. Kadang enzim itu berupa sahabat yang mendengarkan, kadang berupa buku yang memberi pencerahan, kadang berupa cinta yang mengubah segalanya.

Dalam segelas wine, kita belajar bahwa yang pahit bisa diubah jadi lembut, yang samar bisa jadi wangi, yang keruh bisa jadi jernih. Semua berkat kerja senyap enzim. Dan mungkin, di situlah sains bertemu dengan puisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun