Mohon tunggu...
Novi Setyowati
Novi Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mewujudkan Impian Masa Remaja Berkunjung ke Tempat Bersejarah Auschwitz

20 Februari 2021   08:00 Diperbarui: 20 Februari 2021   14:51 1466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu masuk museum Concentration Camp Auschwitz (Dokumentasi pribadi)

Saat saya masih duduk di bangku SMA, saya sangat menggemari acara talk show Oprah Winfrey. Pada salah satu episodenya, Oprah menampilkan kunjungan dan dialognya dengan salah satu korban Holocaust di Concentration Camp Auschwitz. 

Saya ingat betul tayangan itu diambil pada musim dingin dengan cuaca yang diselimuti salju.

Saya memang sangat suka belajar sejarah. Dan saat melihat tayangan itu, hati saya tergerak dengan keinginan bahwa suatu saat nanti saya ingin sekali pergi ke Auschwitz dan menyaksikan sendiri peninggalan sejarah masa Holocaust. Meski entah kapan, tapi saya sangat bertekad untuk mewujudkannya.

Akhirnya pada liburan Natal dan Tahun Baru 2018, saya mempunyai kesempatan untuk berkunjung ke sini (setelah bermaraton wisata dari Passau-Vienna-Bratislava), tentunya dengan niat dan tekad yang sudah bulat demi impian masa SMA.

Kebetulan teman saya saat itu juga sedang studi di Warsawa, jadi saya juga sekaligus mengunjungi dia dan sedikit berjalan-jalan di Warsawa.

Sedikit tentang Warsawa saat musim dingin

Warsawa saat musim dingin (Dokumentasi pribadi)
Warsawa saat musim dingin (Dokumentasi pribadi)
Tiba di Warsawa pagi hari buta, saya hanya berjalan-jalan saya di pusat kota. 

Polandia memang rasanya menyimpan cerita yang unik terutama dengan sejarah masa Perang Dunia II. 

September 1939, saat pertama kalinya pasukan Nazi Jerman menginvasi Polandia dan pada bulan yang sama juga diinvasi oleh Uni Soviet. Pada masa inilah dimulai genosida massal bangsa Yahudi yang kemudian dikenal dengan istilah Holocaust.

Entah karena cerita sejarah ini atau karena musimnya yang dingin, tapi atmosfer Perang Dunia II rasa-rasanya sangat terlihat di Polandia saat musim dingin. Udara yang dingin dan langit yang suram, semakin menambah "mistis" suasana kota siang itu. 

Arsitektur bangunannya sangat khas, layaknya negara-negara Eropa Tengah lainnya. Paduan warna yang tidak terlalu cerah tapi juga tidak terlalu suram mengesankan kota yang sederhana dan tidak terlalu ramai.

Arsitektur bangunan di Warsawa (Dokumentasi pribadi)
Arsitektur bangunan di Warsawa (Dokumentasi pribadi)
Restoran Indonesia di Warsawa "Sambal Restauracja Indonezyjska"

Saat itu, di tempat tinggal saya di Jerman dan sekitarnya (Bayern) tidak ada restoran Indonesia. Sehingga seringkali saya merindukan masakan Indonesia yang tidak bisa saya buat sendiri.

Nah, berhubung di Warsawa ternyata ada restoran Indonesia, saya sempatkan mampir ke sini. Dan, ternyata masakannya enak sekali! Bahkan lebih enak dari Restoran Indonesia di Berlin menurut saya. Menunya juga sangat beragam.

Ternyata, si juru masak sekaligus si empunya restoran ini dulunya pernah bekerja sebagai juru masak di berbagai hotel berbintang. Hmm, sepertinya memang tidak diragukan lagi kemampuan memasaknya. Harga menunya juga tergolong terjangkau, tidak semahal jika memakai mata uang EUR.

Kalau sedang berkunjung ke Warsawa, bisa nih dicoba makan di restoran ini.

Salah satu menu
Salah satu menu "Sambal Restauracja Indonezyjska" (Dokumentasi pribadi)
Perjalanan menuju Krakow

Di hari kedua, pagi-pagi buta sekitar pukul 5.30 pagi, saya berangkat ke Krakow dengan moda transportasi kereta.

Kereta ekonomi di Polandia ternyata unik juga ya, mengingatkan saya pada kereta Harry Potter. Tempat duduknya terdapat di bilik-bilik dan setiap biliknya dilengkapi dengan pintu. Perjalanan pun ditempuh selama kurang lebih 3 jam saja.

Sesampainya di Krakow, saya takjub dengan atmosfer yang berbeda dari Warsawa. Suasana di Krakow ternyata sangat didominasi oleh warna biru putih seolah-olah melambangkan keberadaan bangsa Yahudi di kota ini.

Hiasan lampu Natal berwarna biru putih di Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Hiasan lampu Natal berwarna biru putih di Krakow  (Dokumentasi pribadi)

Tram berwarna biru putih di Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Tram berwarna biru putih di Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Selain itu, penduduk di Krakow juga sepertinya memang masih lebih banyak yang berbangsa Yahudi. Bagi yang mengetahui ciri khas atau karakteristik bangsa Yahudi, pasti bisa dengan jelas melihat bagaimana penduduk di Krakow.

Makanan khas bangsa Yahudi pun merupakan salah satu jajanan kaki lima yang banyak ditemui, yaitu Bagel. Bagel disimbolkan sebagai awal mula kedatangan bangsa Yahudi di Polandia.

Bagel yang saya beli di dekat Terminal Bus Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Bagel yang saya beli di dekat Terminal Bus Krakow  (Dokumentasi pribadi)

Selain itu, masih banyaknya sinagoge-sinagoge yang juga masih aktif di Krakow menjadikan kota ini sarat akan sejarah bangsa Yahudi dan Perang Dunia II.

Salah satu Sinagoge yang saya kunjungi di Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Salah satu Sinagoge yang saya kunjungi di Krakow  (Dokumentasi pribadi)

Bangunan-bangunan di Krakow pun masih seolah-olah sengaja untuk dilestarikan sebagaimana bentuk asalnya saat Perang Dunia II. Dinding-dinding bangunan seperti tidak pernah di cat ulang dan dibiarkan seperti asalnya.

Arsitektur ini pun menambah suasana Holocaust semakin terasa karena sudut-sudut kotanya yang kental akan atmosfer sejarah.

Salah satu sudut bangunan di Krakow  (Dokumentasi pribadi)
Salah satu sudut bangunan di Krakow  (Dokumentasi pribadi)

Salah satu sudut kota Krakow dengan lambang bangsa Yahudi di dinding bangunannya (Dokumentasi pribadi)
Salah satu sudut kota Krakow dengan lambang bangsa Yahudi di dinding bangunannya (Dokumentasi pribadi)
Perjalananan menuju Camp Concentration I Auschwitz

Akhirnya pada hari ketiga saya di Polandia, saya berangkat menuju Auschwitz dari kota Krakow.

Perjalanan ditempuh dengan bus selama kira-kira 1.5 hingga 2 jam dengan harga tiket yang cukup murah. Kalau tidak salah sekitar EUR 4. Tiket bus bisa dipesan terlebih dulu melalui media online atau bisa juga membayar langsung sebelum menaiki bus. 

Sesampainya di area museum I Auschwitz, saya masih harus mengante lama sekali karena pengunjung yang sangat ramai. Saya harus mengantre tiket hingga hampir 2 jam lamanya. 

Oh iya, sedikit tips untuk antrean di museum I Auschwitz, tidak perlu hingga antre di depan loket. Karena akan ada petugas-petugas tiket yang mendatangi barisan antrean dan menawarkan tiket secara langsung. 

Hal ini dilakukan juga mungkin untuk mempercepat laju antrean. Jadi, tidak usah khawatir jika didatangi oleh petugas loket di barisan antrean, karena mereka bukan calo tetapi memang bagian dari petugas tiket di sana.

Saat saya tiba di Auschwitz, cuaca tidak bersalju tetapi hanya hujan. Langit pun mendung tanpa sinar matahari sedikit pun, menambah suram suasana kunjungan di tempat bersejarah ini.

Memasuki halaman setelah pintu masuk bertuliskan "Arbeit Macht Frei" (khas Camp Concentration lainnya), pengunjung pun langsung ditujukan pada bangunan-bangunan di kanan kiri yang di dalamnya merupakan bilik-bilik penjara bagi para tahanan masa itu.

Kompleks bangunan di dalam area museum Auschwitz  (Dokumentasi pribadi)
Kompleks bangunan di dalam area museum Auschwitz  (Dokumentasi pribadi)

Kompleks bangunan di museum Auschwitz  (Dokumentasi pribadi)
Kompleks bangunan di museum Auschwitz  (Dokumentasi pribadi)

Sayang, saya tidak membawa masuk kamera saya karena tidak diperbolehkan. Jadi hanya bisa mengambil gambar dengan kamera handphone di area museum ini. 

Dan, saya sendiri sebenarnya tidak tega untuk banyak mengambil gambar ketika memasuki bangunan-bangunannya. Bukan karena tidak ingin, tapi, suasananya benar-benar suram dan "mistis", membuat bulu kuduk saya kerap kali merinding saat melihatnya.

Bangunan-bangunan rumah di museum I Auschwitz ini sangat banyak sekali. Tidak heran, karena dalam sejarah tercatat jutaan dari bangsa Yahudi yang ditahan di sini. Saya pun tidak memasuki semua bangunan, hanya beberapa saja karena juga mengejar waktu untuk ke Concentration Camp yang lain di Birkenau.

Lalu, apa saja yang tersimpan di dalam bangunan-bangunan itu?

Di dalamnya, dalam bilik-bilik yang terpisah dan berdindingkan kaca agar para pengunjung bisa melihatnya, tersimpan barang-barang peninggalan para tahanan masa lampau. Mulai dari baju tahanan, sepatu, tas, dan tempat tidur, alas tidur, cangkir, dsb.

Salah satu bilik bangunan dengan alas tidur tahanan (Dokumentasi pribadi)
Salah satu bilik bangunan dengan alas tidur tahanan (Dokumentasi pribadi)

Salah satu bilik bangunan dengan tempat tidur tahanan  (Dokumentasi pribadi)
Salah satu bilik bangunan dengan tempat tidur tahanan  (Dokumentasi pribadi)
Oh iya, di sepanjang dinding di dalam bangunannya, tepatnya di depan bilik-bilik kamar tahanan, terpajang foto-foto para tahanan. Foto-foto ini pun dilengkapi dengan nama dan juga tahun lahir serta tahun meninggal mereka. 

Menuju Concentration Camp II di Birkenau

Setelah dirasa cukup untuk berkeliling bangunan di museum I Auschwitz, saya lanjut ke Concentration Camp II di Birkenau. Ini merupakan tiket lanjutan dari tiket yang saya beli di awal, jadi sudah satu paket dari tiket tersebut.

Menuju ke Birkenau dari Auschwitz tidak susah, karena ada shuttle bus dari museum I Auschwitz. Kita hanya tinggal melihat jadwal saja kapan kira-kira shuttle bus berikutnya tiba. Tidak dibutuhkan waktu lama, hanya sekitar 10-15 menit saja dengan shuttle bus.

Area di Concentration Camp II Birkenau lebih terbuka dari Concentration Camp I di Auschwitz. Areanya seperti hamparan luas dengan bangunan-bangunan ynag terpisah satu dengan yang lainnya. 

Tapi bangunan-bangunan itu kosong dan juga tertutup, jadi hanya bisa berjalan-jalan sambil melihat dari luar.

Gerbang pintu masuk di Birkenau (Dokumentasi pribadi)
Gerbang pintu masuk di Birkenau (Dokumentasi pribadi)

Bangunan-bangunan Concentration Camp di Birkenau  (Dokumentasi pribadi)
Bangunan-bangunan Concentration Camp di Birkenau  (Dokumentasi pribadi)
Untuk kembali ke Krakow, kita hanya perlu kembali terlebih dahulu ke museum I Auschwitz dengan shuttle bus, lalu menunggu bus kota di sana untuk menuju Krakow. Perhatikan waktunya agar tidak terlalu malam, khawatir tidak ada bus nantinya.

Kalau tidak salah, jam tutup museum saat musim dingin adalah pukul 18.00, jadi pastikan untuk mendapatkan bus kembali ke Krakow sebelum itu. Jadi, tidak perlu menginap di Auschwitz, satu hari saja bolak-balik juga bisa.

Tambahan - Sedikit cerita tentang Concentration Camp lainnya di Munich

Berhubung saya sedang bercerita tentang kunjungan ke Concentration Camp, saya selipkan di bagian ini juga saja ya.

Sebenarnya di Munich, Jerman juga ada satu Concentration Camp, yakni Concentration Camp Dachau. Jadi tidak harus sampai Auschwitz jika hanya ingin menyaksikan Concentration Camp seperti apa.

Hanya saja, di Dachau tidak begitu besar dan sebagian besar bangunannya telah dihancurkan. Hanya tersisa bangunan untuk museum saja di bagian depan dan sedikit bangunan di bagian belakang. Sisanya hanya hamparan tanah bekas bangunan-bangunan saat masa Holocaust.

Salah satu sudut monumen di Concentration Camp Dachau (Dokumentasi pribadi)
Salah satu sudut monumen di Concentration Camp Dachau (Dokumentasi pribadi)
Menuju Concentration Camp dari Munich pun tidak susah. Hanya perlu naik S-Bahn (subway) yang melewati Dachau. Setibanya di Dachau, ada bus untuk menuju Concentration Camp.

Nah, bagaimana? Tertarik untuk melihat Concentration Camp dari dekat? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun