Mohon tunggu...
Norberth Javario
Norberth Javario Mohon Tunggu... Konsultan - Pengelana Ilmu

Menulis semata demi Menata Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Bola

Catatan Lepas dari Liga Pendidikan Indonesia Kabupaten Belu Tahun 2022

30 Juni 2022   05:48 Diperbarui: 30 Juni 2022   06:42 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang Juara Layak Berpesta (Koleksi Pribadi)

Sejalan dengan pengumuman kelulusan siswa SMA, biasanya diakhiri dengan corat-coret seragam sekolah, sebab sesudahnya, seragam itu tak dipakai lagi. Seolah lepas dari rutinitas yang membosankan selama tiga tahun, para siswa bergembira ria, bahkan terkadang beberapa dari mereka lepas kontrol dengan melakukan hal-hal tak biasa. Meski begitu, secara umum tetap dimaklumi.

Pemandangan serupa bisa kita lihat pada laki-laki yang tak suka minuman keras. Dalam cuaca dingin disertai dentuman musik dan derap langkah kaki orang berdansa-dansi, ia mungkin tak keberatan menenggak satu dua seloki sopi yang disodorkan temannya. Kejadian ini hanya bisa terjadi pada hari pernikahannya, hari terakhir menikmati kebebasan masa lajang untuk selanjutnya masuk ke dunia bernama pernikahan.

Di sebagian besar pesta pernikahan di NTT, sekalipun seseorang tak punya cukup uang, dia tak mungkin menikah tanpa resepsi yang menguras keuangan yang besar. Dengan cara apa pun, pesta harus tetap dilangsungkan karena merayakan hari terakhir masa lajang mestilah istimewa.

Begitulah, sesuatu yang kita tahu bakal menjadi yang terakhir mestilah diperlakukan khusus, dipersiapkan spesial dengan dua telor.

Demikian juga dengan final sepak bola Liga Pendidikan Indonesia memperebutkan Piala Wakil Bupati IV yang dilangsungkan kemarin. Mengetahui bahwa ini adalah partai puncak alias pertandingan terakhir, masyarakat Kota Atambua berduyun-duyun, tumpah ruah membanjiri Stadion Haliwen. Empat sudut lapangan dipenuhi penonton. Saya yang mendapat tempat duduk di tribun selatan harus berdempetan dengan penonton lainnya, nyaris tak menyisakan ruang kosong.

Memang, kedua tim yang berlaga tampil luar biasa. Mengetahui bahwa ini merupakan laga bergengsi, mereka mempersiapkan diri sebaik mungkin. Fakta di atas lapangan menunjukkan hal itu dengan terang benderang, dengan permainan taktis yang menghibur. Situasi makin terkesan dramatis manakala mendengar riuh rendah sorakan pendukung mereka sepanjang laga disertai dengan tetabuhan drum dan yel-yel penyemangat.

Pada saat memandang ke atas lapangan, kita seolah melihat dua tim Eropa berlaga. Dari sisi lapangan yang satu, tim SMAN 1 Atambua berkostum biru langit layaknya Lazio - Italia, sedangkan lawannya SMA Seminari Lalian memakai kostum baju kuning celana hitam, mirip seragam Roda JC, sebuah tim yang bermarkas di Kerkrade - Belanda. Meski mengusung formasi berbeda, namun kedua tim menampilkan permainan menyerang yang konstan. Dalam beberapa momen, tercipta situasi nyaris gol dan hal itu tentu saja membuat penonton berada dalam ketegangan.

Tak salah memang banyak pengamat mengatakan bahwa ini merupakan final ideal. Bagaimana tidak? Tulang punggung tim SMAN 1 Atambua adalah pemain-pemain yang berasal dari SSB Bintang Timur. Kita tahu SSB itu mempunyai venue berstandar FIFA, mempunyai peralatan fitness dan training center yang mumpuni. Di pihak lain, lawannya SMA Seminari Lalian selalu merupakan favorit dalam ajang sepak bola.

Pada akhirnya, SMAN 1 Atambua harus merelakan mahkota juara direbut lawannya. Mereka kalah 1-0. Meski demikian, mereka kalah dengan kepala tegak. Dua kali tendangan mereka menerpa tiang, sesuatu yang membuat histeria massal sesaat. Gol kemenangan pun tercipta di babak kedua tambahan waktu saat pertandingan tersisa 2 menit, itu pun setelah satu pemain mereka dikartu merah wasit. Spirit dan semangat mereka patut diacungi jempol sehingga perasaan inferior akibat hanya menjadi runner up tak perlu ada. Kekalahan ini bukan berarti kiamat, sehingga tak perlu disesali berkepanjangan.

Terlepas dari kemenangan yang hanya 1 gol ini, kredit tetap harus kita berikan kepada sang juara SMA Seminari Lalian. Kita tahu mereka akan selalu menjadi favorit, mereka akan selalu berada di papan atas dalam lomba antarsekolah apa pun. Jika kita mesti bercanda, bolehlah kita katakan bahwa satu-satunya yang tak mungkin direbut mereka adalah juara lomba menari atau lomba masak. Khusus soal sepak bola, penampilan anak-anak dari Seminari Lalian selalu ditunggu. 

Menilik sejarah, pemain berbakat akan selalu muncul dari setiap generasi mereka tak habis-habisnya. Ibarat taman bunga, selalu saja ada yang bermekaran di pagi hari, sedap dipandang mata. Dari masa ke masa, kita mengenal SMA Seminari Lalian dengan pola permainan yang tak pernah berubah, dengan permainan pendek kaki ke kaki nan menghibur. Mereka selalu tampil tenang, memikat dengan goyangan ala tarian samba Brasil. Itulah trademark SMA Seminari Lalian yang tak lekang oleh zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun