Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bersyukur: Memahami Tradisi dan Lepas dari Maut

11 Maret 2024   14:44 Diperbarui: 11 Maret 2024   14:46 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Arakan Sahur/Foto: indojambi.id

Dalam KBBI, kata syukur dimaknai sebagai rasa terima kasih kepada Allah, di samping merupakan pernyataan lega, senang, dan sebagainya. Sedangkan kata bersyukur berarti  berterima kasih, mengucapkan syukur.

Pertama-tama tentu kita bersyukur karena saat ini masih diberi kenikmatan, kesempatan oleh Tuhan,  merasakan suasana Ramadan 1445 H dengan penuh suka cita.

Bulan Ramadan merupakan bulan suci bagi umat Islam guna menjalankan ibadah puasa dari fajar hingga matahari terbenam sebagai bentuk ketakwaan dan pengendalian diri.

Bersyukur memasuki bulan Ramadan dapat dilakukan dengan meningkatkan ibadah, introspeksi diri, dan berbagi kebaikan kepada sesama. Selain itu, menghargai nikmat sehat dan kesempatan  beribadah merupakan cara bersyukur paling penting.

Hakikat Bersyukur
Bersyukur sesungguhnya merupakan sikap menghargai dan merasa bersyukur atas segala nikmat dalam kehidupan.  

Cara mengimplementasikan  rasa syukur dapat ditempuh dengan mengenali berkah kebaikan sehari-hari, mengingat nikmat-nikmat kecil (sederhana), berbagi dan membantu orang lain, menikmati setiap momen kehidupan.

Bisa juga dilakukan dengan memberi perspektif baru bagi orang lain (bertukar pengalaman), dan menggunakan waktu sebaik mungkin untuk berdoa-membantu menumbuhkan kesadaran atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan seru sekalian alam.

Tradisi: Momentum Bersyukur
Momen yang tak bisa dilepaskan dari ingatan dan patut disyukuri adalah semasa ayah dipindah-tugaskan-sebagai pegawai Agraria (sekarang Badan Pertanahan Nasional)-dari Kalimantan Barat ke Jambi, kemudian bergeser ke Kuala Tungkal. 

Di daerah pasang surut inilah saya bersyukur mengenal tradisi unik membangunkan sahur dengan musik arakan sahur. 

Ada yang mengatakan bahwa tradisi arakan sahur mulai dikenal masyarakat Kuala Tungkal pada tahun 1966, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa jauh sebelum kemerdekaan, tradisi itu sudah ada.  

Seperti yang saya saksikan ketika masih kanak-kanak (tahun 1970-an), tradisi arakan sahur itu terdiri dari beberapa kelompok orang, memainkan alat musik seadanya berupa potongan besi, kayu, bedug, ember, panci, rebana, dan benda  lainnya yang dipukul berirama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun