Politik pada hakikatnya merupakan seni dan ilmu dalam mengelola kekuasaan guna mencapai kemaslahatan bersama. Dalam tradisi Islam, politik dikenal dengan istilah siyasah syar'iyyah, yaitu pengelolaan urusan publik berdasarkan prinsip-prinsip syariat. Konsep ini menekankan bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk menegakkan keadilan, menjaga amanah, serta melindungi hak-hak masyarakat. Al-Qur'an secara tegas menggariskan prinsip keadilan dan amanah sebagai fondasi kepemimpinan. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..." (QS. An-Nisa: 58).
Ayat ini menegaskan bahwa seorang pemimpin memiliki kewajiban moral untuk menjaga amanah dan berlaku adil dalam setiap kebijakan. Amanah mencakup tanggung jawab dalam mengelola kekuasaan, sementara keadilan adalah dasar legitimasi kepemimpinan. Ibn Taymiyyah (1995) dalam Al-Siyasah al-Syar'iyyah menegaskan bahwa keadilan adalah ruh dari pemerintahan; apabila keadilan hilang, maka runtuhlah sendi-sendi kekuasaan meskipun negara tersebut dipimpin oleh seorang Muslim.
Selain itu, prinsip musyawarah juga menjadi landasan penting dalam sistem politik Islam. Al-Qur'an menyebutkan ciri orang beriman dalam QS. Asy-Syura ayat 38:
"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka" (QS. Asy-Syura: 38).
Ayat ini mengajarkan bahwa musyawarah adalah mekanisme kolektif dalam mengambil keputusan, yang menuntut adanya keterbukaan, kesetaraan, dan partisipasi publik. Dengan demikian, politik dalam Islam tidak bersifat otoriter, tetapi berorientasi pada partisipasi umat dalam menentukan arah kebijakan bersama.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa siyasah syar'iyyah bukan sekadar konsep normatif, tetapi merupakan prinsip yang aplikatif untuk membangun sistem politik yang adil, amanah, dan partisipatif. Konsep ini sejalan dengan nilai-nilai demokrasi modern, namun memiliki fondasi spiritual yang lebih dalam karena berorientasi pada keridaan Allah SWT dan kemaslahatan umat manusia.
Kontribusi agama dalam politik dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah moralitas politik. Agama menekankan pentingnya kejujuran, tanggung jawab, dan amanah sebagai fondasi kepemimpinan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil..." (QS. An-Nisa: 58).
Ayat ini menunjukkan bahwa amanah dan keadilan adalah dua prinsip utama yang wajib dijunjung oleh seorang pemimpin. Dalam teori modern, nilai-nilai ini sejalan dengan prinsip good governance, yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan integritas sebagai pilar tata kelola pemerintahan yang baik (UNDP, 1997). Dengan demikian, agama memberikan kontribusi moral yang sangat penting dalam mewujudkan politik yang bersih dan berkeadaban.
Selanjutnya, agama juga mendorong partisipasi publik dalam kehidupan politik. Islam mengajarkan konsep syura atau musyawarah, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT: