Mohon tunggu...
Nora Afnita
Nora Afnita Mohon Tunggu... Dosen / Asisten Ahli/ IAI Sumbar Pariaman

hobi membaca dan menulis, /kepribadian mau belajar secara terus menerus/ topik favorit pendidikan dan psikologi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Akademik, Etos Kerja dan Kontribusi Agama dalam Kehidupan Politik

4 September 2025   11:43 Diperbarui: 4 September 2025   11:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain etos kerja, sikap terbuka merupakan aspek penting yang menentukan kualitas hubungan kerja dan sosial. Dalam perspektif agama, keterbukaan berarti kesediaan untuk menerima pendapat orang lain, mendengarkan kritik, serta menghargai perbedaan. Al-Qur'an menegaskan pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan sebagaimana terdapat dalam QS. Asy-Syura ayat 38: "...sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka...". Ayat ini menunjukkan bahwa sikap terbuka terhadap pendapat orang lain adalah bagian dari ajaran Islam yang mendorong terciptanya kerja sama dan sinergi.

Sikap terbuka juga sangat relevan dalam dunia akademik maupun profesional. Dalam lingkungan kerja, keterbukaan memungkinkan terjadinya komunikasi efektif, pertukaran ide, dan inovasi. Menurut Covey (2004) dalam The 7 Habits of Highly Effective People, keterbukaan merupakan kunci dalam membangun kepercayaan dan kerja sama. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan kejujuran (shidq) dan transparansi dalam interaksi sosial. Dengan demikian, keterbukaan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang mendukung terciptanya lingkungan kerja yang sehat.

Adapun sikap adil merupakan prinsip fundamental dalam Islam. Keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak, serta tidak berbuat zalim. Al-Qur'an secara eksplisit memerintahkan keadilan dalam QS. An-Nahl ayat 90: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan...". Ayat ini menegaskan bahwa keadilan harus menjadi fondasi dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja, pendidikan, dan politik.

Dalam praktiknya, sikap adil dalam dunia kerja tercermin dalam perlakuan yang setara terhadap setiap individu tanpa diskriminasi. Rasulullah SAW mencontohkan sikap adil ketika memimpin masyarakat Madinah, di mana beliau memberikan hak yang sama kepada umat Muslim maupun non-Muslim sesuai dengan Piagam Madinah. Prinsip ini menunjukkan bahwa keadilan adalah nilai universal yang harus dijaga dalam setiap relasi sosial, termasuk hubungan atasan dan bawahan dalam dunia kerja.

Integrasi antara etos kerja, sikap terbuka, dan keadilan sesungguhnya membentuk sebuah sistem nilai yang saling melengkapi. Etos kerja tanpa keterbukaan dapat menimbulkan sikap kaku dan otoriter, sementara keterbukaan tanpa keadilan dapat melahirkan kebebasan yang tidak terkendali. Islam mengajarkan keseimbangan antara ketiganya, sehingga setiap individu dapat bekerja keras dengan penuh tanggung jawab, menerima perbedaan dengan bijak, dan bersikap adil dalam setiap keputusan.

Etos kerja dalam Islam menekankan profesionalitas, tanggung jawab, dan keikhlasan. Seorang Muslim dituntut untuk bekerja tidak hanya demi keuntungan material, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Profesionalitas berarti melaksanakan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan standar yang berlaku, sedangkan tanggung jawab menuntut konsistensi dalam menyelesaikan tugas dengan baik. Keikhlasan menjadi inti dari etos kerja Islami karena tanpa niat yang benar, pekerjaan tidak bernilai ibadah. Hal ini ditegaskan dalam QS. At-Taubah ayat 105: "Dan katakanlah: bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu...". Ayat ini mengandung makna bahwa setiap amal perbuatan manusia akan mendapat penilaian bukan hanya dari sesama, tetapi juga dari Allah dan Rasul-Nya, sehingga setiap pekerjaan menuntut integritas dan dedikasi.

Sikap terbuka dalam Islam erat kaitannya dengan konsep tasamuh (toleransi). Tasamuh berarti kesediaan untuk menghargai perbedaan, baik dalam pandangan, budaya, maupun keyakinan, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama. Habermas (1984) dalam The Theory of Communicative Action menekankan pentingnya dialog terbuka yang setara, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapatnya. Pandangan ini sejalan dengan prinsip Islam dalam bermusyawarah dan menerima perbedaan secara bijaksana. Al-Qur'an menegaskan: "...sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..." (QS. Asy-Syura: 38). Ayat ini menunjukkan bahwa sikap terbuka adalah dasar dari kehidupan sosial yang sehat, di mana setiap keputusan diambil melalui pertimbangan kolektif dan menghormati suara semua pihak.

Keadilan merupakan prinsip universal yang dijunjung tinggi oleh semua agama, termasuk Islam. Al-Qur'an secara tegas menyatakan: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" (QS. An-Nahl: 90). Ayat ini tidak hanya memerintahkan keadilan, tetapi juga memberikan peringatan keras agar menjauhi perilaku diskriminatif dan zalim. Dalam konteks sosial dan politik, keadilan berarti memberi hak sesuai dengan kewajiban, memperlakukan semua orang secara setara tanpa membedakan latar belakang, serta menegakkan meritokrasi, yakni penghargaan terhadap prestasi dan kompetensi. Ibn Taymiyyah (1995) menegaskan bahwa keadilan adalah pilar utama pemerintahan; tanpa keadilan, negara akan kehilangan legitimasi meskipun dipimpin oleh seorang Muslim.

Dengan demikian, etos kerja, sikap terbuka, dan adil bukanlah konsep yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan nilai yang membentuk kepribadian Muslim sejati. Ketiganya relevan tidak hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam konteks profesional dan sosial. Apabila nilai-nilai ini diterapkan secara konsisten, maka akan terwujud masyarakat yang produktif, harmonis, dan berkeadilan. Oleh karena itu, pendidikan dan pembinaan karakter berbasis agama sangat diperlukan untuk memperkuat internalisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Etos kerja, sikap terbuka, dan keadilan saling melengkapi sebagai fondasi nilai Islami yang relevan dalam berbagai aspek kehidupan. Etos kerja memastikan setiap individu bekerja dengan penuh integritas; sikap terbuka mendorong terciptanya dialog, toleransi, dan kerja sama; sedangkan keadilan menjamin adanya harmoni sosial melalui distribusi hak dan kewajiban yang proporsional. Nilai-nilai ini tidak hanya menjadi pedoman personal, tetapi juga instrumen penting dalam membangun masyarakat yang produktif, toleran, dan berkeadilan.

Politik: Kontribusi Agama dalam Kehidupan Berpolitik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun