Setiap kebahagian yang kian tergerus masa
Limit dalam tiap senyum leluasa
Aku tak bisa tertawa meski terlihat bebas
Ternyata benar sakit jika memaksa
Tak ada alur tegas dalam alunan derita
Sedikit ironi, rasa ingin mati sempat terlintas
Jelas! Bagaimana aku meluahkan rasa?
Aku termenung dalam diam, lalu gamang
Mencoba ku berbisik pada tanah kering
Jerembah akar-akar pohon, berkelit mengguncang
Lara membutakan mata, mematikan sukma
Keluh adalah durhaka, rusak, membawa petaka
Tak boleh aku berkata, cukup terima meski hampa
Harsa kini tinggal cerita, tapi dulu pernah nyata!
Lalu setelah jantungku dimuntahkan dengan utuh
Ketika hatiku dibelah begitu sakit, ngilu tak terperi
Seperti kotak kosong, tak ada jarak dekat bisa digapai
Maka kuputuskan tuk berbilang pada rinai hujan
Tumpah ruah bulir bening tersamar kasihNya
Aku meratap di bawah hujan lalu merengkuh padaNya
Apapun itu aku percaya padaMu
Namun izinkan aku meratap sekali saja
Hanya ketika hujan di satu masa
Lalu terimalah aku kembali dalam cahaya
Biarkan aku mendekat padaMu meski penuh luka
Inilah jalanku mencukupkan lara, ritus akhir kembali padaMu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI