Mohon tunggu...
Khanif Fauzan
Khanif Fauzan Mohon Tunggu... Penulis - Pustakawan

Terima kasih telah berkunjung, semoga barakah manfaat! :) https://linktr.ee/fauzankhanief

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pena

26 Maret 2018   14:35 Diperbarui: 27 Maret 2018   19:02 1883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Twitter @kulturtava

"Lancang sekali mulutmu itu! Semuanya, habisi dia!"

Tanpa perlawanan yang berarti, seluruh prajurit mencabik-cabik tubuhnya hingga nyawanya bagai setipis benang. Sang lelaki masih bertahan dari serangan para prajurit. Dengan sisa tenaga yang dimiliki, dibukanya kotak itu dan dia ambil isinya. Para prajurit menghentikan serangannya sejenak, mengamati apa yang ingin dilakukannya.

Dengan lemah, kedua kakinya berdiri tegak. Sambil menggenggam benda itu, tangannya teracung ke depan. "Suatu hari, benda ini akan mengakhiri dunia!" Kilat mencelap dari langit. "Kedua pena ini, tak ada yang dapat menghentikannya untuk memberi kutukan. Dunia ini kotor, dunia ini penuh nista dan ketidakadilan! Pantas untuk dihancurkan!"

Dia lemparkan kedua benda itu ke langit. Bersamaan dengan petir yang menyambar, dua pena itu menghilang. Hidup sang lelaki berakhir saat itu juga.

H-1 (00:00-Rumah Sakit Distrik Satu)

Semilir angin meniup tirai-tirai di celah-celah jendela Ruang Violet 7. Langit kelabu masih menaungi distrik 1, menambah kelamnya suasana malam ini. Di atas kasur yang nyaman, terbaring lemah seorang pemuda yang sembilan hari lalu tertimpa bilah besi bangunan saat beli supermi, Andri. Bilah itu tepat menimpa punggung dan kakinya sehingga membuat tulang rusuk dan betisnya patah. Kecelakaan yang menimpanya untung tidak terlalu fatal, hanya saja kakinya tak bisa diselamatkan. Tulang betisnya yang patah jadi tiga harus diamputasi, tapi ia masih bersyukur nyawanya tertolong saat itu.

Pena yang ia temukan di amatinya kembali. Selama di rumah sakit, di cobanya terus ujung pena itu, berharap segores saja tinta keluar. Tapi sayang sekali tak sedikitpun pena itu mau mengeluarkan tintanya. Ia mencoba terus didorong penasarannya, mungkin saja kali ini ia harus menyerah untuk mencobanya.

"Pena yang bagus memang, sayang sekali yah tak bisa digunakan buat nulis" gumannya, sambil mengambil buku harian di mejanya. Ujung pena itu coba ia permainkan untuk corat-coret, saat itulah ia terkejut.

Sebuah coretan kecil tercipta dari goresan yang ia mainkan. Entah mengapa seperti tangannya digerakkan energi gaib, jari-jarinya dengan luwes menulis sebuah kisah diatas lembaran kertas. Tenaganya tak terlalu cepat, namun juga tak terlalu lambat, sangat halus seperti orang menari. Matanya berkilat-kilat tajam, keringat menetes dari lehernya. Awan berarak kembali turunkan hujan deras, hembuskan hawa dingin menusuk kulit. Embun tercipta pada permukaan kaca jendela, mengalir pelan saat bersatu sedikit demi sedikit. Tirai-tirai berkelebatan, nafasnya terengah-engah. Andri seakan berada di dunia lain.

Setelah penuh satu buku harian, ia ambil buku yang lain. Hal itu terjadi secara terus menerus hingga matahari bersinar terang menyilaukan mata. Saat itulah baru ia letakkan pena diatas bukunya. Ia memberinya judul 'Putih'

Bersamaan dengan itu, angin bertiup kencang menyibak jendela. Engselnya berdecit-decit, kasur Andri berderak-derak, dan saat itulah sesosok makhluk putih bersayap masuk ke dalam ruangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun