Sebagai pengguna setia kendaraan umum, aku juga mengalami perubahan gaya hidup. Sekarang aku lebih sering membawa bekal dibandingkan jajan di luar. Selain hemat, itu juga meminimalisir pengeluaran impulsif di tengah perjalanan. Kadang godaan membeli kopi atau camilan di stasiun lebih besar dari tarif transportasi itu sendiri. Jadi, menahan diri juga menjadi bagian dari strategi.
Aku juga mulai memperhatikan informasi promosi yang ditawarkan oleh penyedia transportasi. Misalnya, cashback kecil dari dompet digital saat top up saldo, atau diskon khusus di jam-jam tertentu. Mungkin terdengar remeh, tetapi dalam jangka panjang, akumulasi dari potongan-potongan kecil itu cukup signifikan. Pernah satu bulan aku berhasil menghemat lebih dari seratus ribu hanya dari memanfaatkan promo.
Hal menarik lain dari menjadi penumpang harian adalah kesempatan untuk mengamati. Aku jadi tahu jam-jam di mana penumpang cenderung ramai, rute mana yang sering terlambat, dan stasiun mana yang memiliki jalur keluar tercepat. Pengetahuan kecil seperti ini membuat perjalananku semakin efisien, dan tentunya, lebih hemat dari sisi waktu maupun biaya.
Di sisi lain, aku juga sadar bahwa tidak semua orang punya fleksibilitas seperti yang kumiliki. Ada yang harus membawa anak kecil, ada pula yang memiliki keterbatasan fisik. Di tengah keterbatasan infrastruktur ramah disabilitas dan anak, perjuangan mereka tentu lebih besar. Itu sebabnya aku merasa beruntung bisa berjalan lebih jauh, berlari jika perlu, dan memilih jalur berbeda tanpa banyak kesulitan.
Menyiasati uang transport bukan hanya soal logika, tetapi juga tentang memahami ritme kehidupan perkotaan. Kota yang sibuk seperti Jakarta menyimpan banyak peluang sekaligus tantangan. Kadang kita harus pintar membaca cuaca, menebak mood pengemudi ojek, hingga menghindari lokasi yang sering terjadi penumpukan.
Kini, setelah bertahun-tahun mengandalkan kendaraan umum sebagai sahabat sehari-hari, aku melihat perjalanan bukan lagi sekadar aktivitas pindah tempat. Ia telah menjadi bagian dari kehidupan yang penuh warna, dengan segala suka dukanya. Mengatur uang transportasi menjadi semacam seni tersendiri. Perpaduan antara ketelitian, kebiasaan, dan kemampuan adaptasi.
Ada hari-hari di mana semuanya terasa berat. Saat saldo menipis, badan lelah, dan jalanan tidak bersahabat. Ada juga momen-momen kecil yang membuatku tersenyum, seperti berhasil dapat tempat duduk di kereta yang biasanya padat, atau menemukan rute baru yang lebih murah dan cepat. Semua itu membuat perjalanan ini layak untuk dijalani.
Aku tidak sedang mencari kesempurnaan. Aku hanya ingin bisa hidup selaras dengan ritme kota, tanpa harus kehilangan kendali atas keuangan pribadi. Dan di tengah arus manusia yang sibuk menuju tujuannya masing-masing, aku belajar bahwa mengatur uang transport adalah bagian dari perjalanan panjang bernama hidup yang setiap harinya harus dijalani dengan cermat, sabar, dan tentu saja, penuh siasat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI