Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 31 judul, antologi berbagai genre 193 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belalang Ingin Jadi Kupu-Kupu

3 September 2025   23:44 Diperbarui: 3 September 2025   23:44 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belalang Ingin Jadi Kupu-Kupu

Fajar baru saja menyingsing. Warna langit bersemburat kuning jingga dengan sapuan merah lembut. Embun menetes di ujung ilalang, berkilau seperti permata kecil. Semua hewan mulai bangun, sibuk dengan urusan masing-masing.

Namun, seekor belalang cokelat masih bertengger di daun ilalang. Sayapnya yang kusam basah oleh embun. Ia menguap lebar.

"Masih dingin... biarlah aku diam di sini dulu sampai matahari menghangatkan tubuhku," gumamnya dalam hati.

Tak lama, seekor kupu-kupu jelita melintas. Sayapnya berwarna-warni: biru, ungu, kuning, putih, bahkan ada bulatan merah indah. Setiap kali dikepakkan, sinar mentari pagi menambah pesonanya. Ia hinggap di dekat belalang.

"Selamat pagi, sahabat!" sapanya ramah.

"Pagi juga, Kupu Jelita," jawab belalang malas sambil menggeliat.

Kupu-kupu tersenyum. "Kamu sudah minum embun pagi ini? Segar sekali rasanya. Tapi kok masih mengantuk?"

Belalang tertawa kecut. "Hawa dingin bikin mataku berat. Aku masih malas bergerak."

Kupu-kupu menggeleng lembut. "Ah, jangan malas. Lihatlah betapa indahnya hari ini. Ayo beraktivitas!" katanya sambil mengepakkan sayap indahnya.

Tatapan belalang terpaku pada sahabatnya itu. Ia menunduk melihat tubuhnya sendiri: cokelat kusam, polos, dan penuh duri di kaki belakangnya. Perasaan minder muncul. Ia merasa tidak ada apa-apanya dibanding Kupu-kupu yang anggun.

Kupu-kupu menoleh, heran melihat belalang yang tiba-tiba murung. "Ada apa? Mengapa kau diam melamun?"

Belalang gelagapan. "A... aku... tidak apa-apa."

"Kalau ada masalah, ceritakanlah. Siapa tahu aku bisa membantu," bujuk kupu-kupu.

Akhirnya belalang menghela napas panjang. "Aku malu dengan diriku sendiri. Lihatlah, sayapku jelek, warnaku kusam, dan aku tidak bisa terbang indah sepertimu. Kaki belakangku panjang, berduri, dan hanya bisa kugunakan untuk melompat. Sungguh tidak menguntungkan."

Kupu-kupu terdiam sejenak, lalu tersenyum penuh pengertian. "Tahukah kau, dulu aku juga merasa jelek? Saat masih ulat, semua takut padaku. Tubuhku gemuk, berbulu, bahkan menjijikkan. Tidak ada yang mau dekat-dekat. Lalu aku berubah jadi kepompong, makin tidak menarik. Aku hanya bisa bergantung, berguling, tanpa daya. Kalau ketahuan manusia, mungkin aku sudah dimakan."

Belalang mendengarkan dengan mata membesar. Ia tak menyangka sahabat yang begitu cantik dulunya begitu menyedihkan.

"Tapi aku tidak menyerah," lanjut kupu-kupu lirih. "Aku berdoa siang malam, berharap Allah memberiku bentuk yang lebih baik. Dan lihatlah, akhirnya aku seperti ini sekarang. Namun ingat, semua itu karena kehendak-Nya. Aku hanya berusaha bersabar."

Mata belalang berbinar. "Jadi kalau aku berdoa juga, aku bisa berubah seperti dirimu?"

"Segala sesuatu hanya Allah yang tahu, sahabatku," jawab kupu-kupu. "Tugas kita hanyalah bersyukur, bersabar, dan menjalani peran masing-masing. Hasilnya, serahkan saja pada-Nya."

Belalang terdiam. Hatinya bergolak. Di satu sisi ia minder, di sisi lain muncul secercah harapan. Kupu-kupu pamit hendak mencari madu, sementara belalang termenung sendirian.

"Kalau begitu, aku juga akan mencoba," tekadnya. "Aku akan bertapa. Aku akan berpuasa seperti kepompong. Siapa tahu aku bisa berubah menjadi indah."

Hari-hari berikutnya, belalang benar-benar diam di sela-sela daun ilalang. Ia tak makan, tak minum, bahkan enggan berbicara. 

Teman-teman serangga yang lewat keheranan melihat tubuhnya semakin kurus. Mereka bertanya, tapi belalang hanya terdiam, seakan ingin meniru kepompong.

Dalam hati ia berbisik, "Aku ingin menjadi kupu-kupu. Aku ingin sayap indah, bukan sayap kusam."
Namun, tanpa disadari, tubuhnya makin lemah. Nafasnya memburu, matanya sayu. Ia rela menderita demi harapan yang belum tentu nyata.

Di tengah kesendiriannya, belalang tidak tahu bahwa sahabat-sahabat kecilnya mulai khawatir. Jangkrik, cacing, lipan, dan burung kecil yang sering mengunjunginya merasa ada yang salah. Mereka berencana menolong belalang agar tidak hancur oleh rasa minder yang menjeratnya.

Apa yang akan terjadi pada belalang? Apakah usahanya sia-sia? Ataukah ia akan menemukan arti baru dari dirinya sendiri?

*** 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun