Belalang Ingin Jadi Kupu-Kupu
Fajar baru saja menyingsing. Warna langit bersemburat kuning jingga dengan sapuan merah lembut. Embun menetes di ujung ilalang, berkilau seperti permata kecil. Semua hewan mulai bangun, sibuk dengan urusan masing-masing.
Namun, seekor belalang cokelat masih bertengger di daun ilalang. Sayapnya yang kusam basah oleh embun. Ia menguap lebar.
"Masih dingin... biarlah aku diam di sini dulu sampai matahari menghangatkan tubuhku," gumamnya dalam hati.
Tak lama, seekor kupu-kupu jelita melintas. Sayapnya berwarna-warni: biru, ungu, kuning, putih, bahkan ada bulatan merah indah. Setiap kali dikepakkan, sinar mentari pagi menambah pesonanya. Ia hinggap di dekat belalang.
"Selamat pagi, sahabat!" sapanya ramah.
"Pagi juga, Kupu Jelita," jawab belalang malas sambil menggeliat.
Kupu-kupu tersenyum. "Kamu sudah minum embun pagi ini? Segar sekali rasanya. Tapi kok masih mengantuk?"
Belalang tertawa kecut. "Hawa dingin bikin mataku berat. Aku masih malas bergerak."
Kupu-kupu menggeleng lembut. "Ah, jangan malas. Lihatlah betapa indahnya hari ini. Ayo beraktivitas!" katanya sambil mengepakkan sayap indahnya.
Tatapan belalang terpaku pada sahabatnya itu. Ia menunduk melihat tubuhnya sendiri: cokelat kusam, polos, dan penuh duri di kaki belakangnya. Perasaan minder muncul. Ia merasa tidak ada apa-apanya dibanding Kupu-kupu yang anggun.