Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, Asrar Atma, dll. Buku solo 31 judul, antologi berbagai genre 193 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kawan Kala Kecilku

26 Juli 2025   19:52 Diperbarui: 26 Juli 2025   23:37 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan Kala Kecilku


Aku sedang mencuci peralatan dapur. Sendiri. Suara air menetes dari baskom, gemerincing sendok di dasar wajan, dan harum sabun yang samar entah kenapa memanggil satu nama dari masa lalu---Sriatim.

Wajahmu hadir begitu saja. Teman kecilku yang tubuhnya bongsor, jauh lebih besar dari teman-teman lainnya. Kalau dibandingkan, mungkin hanya Yu Wiji yang sebanding denganmu. Posturmu membuatmu tampak seperti anak SMP, padahal kita sama-sama duduk di kelas satu SD.

Di kelas, kau bukan anak yang pandai menangkap pelajaran. Saat guru menyuruh menirukan kalimat, kau sering salah ucap. Tapi, entah mengapa, kau tak pernah tampak kecewa. Saat tawa teman-teman meledak, kau malah cengengesan. Wajahmu berbinar. Tak ada malu, tak ada amarah.

"Sekali lagi, tirukan dengan benar, ya!"

"Iya, Bu."

"Ke sekolah."

"Se kesolah!"

Dan itu terjadi berkali-kali. Hingga Bu Guru menyerah, melanjutkan pelajaran tanpa mengajakmu lagi.

Akhir tahun, kau tak naik kelas. Nilaimu, kata guru, terbakar. Dan tak lama, kau keluar sekolah. Tapi kami, teman-temanmu, masih sering bermain ke rumahmu. Di tepi sungai, di dekat pasar, di rumah nenekmu yang menjual bunga untuk makam. Ibumu seorang single parent yang menerima pekerjaan apa saja, termasuk jadi buruh gadai---mengantar kain, dandang, atau seprei ke pegadaian atas nama orang lain.

Aku ingat satu siang ketika kami bermain enthik. Aku digendong Yu Wiji, dan brak!---kepalaku terbentur batang kayu panjang penyangga permainan itu. Menangis aku seketika, tapi kau, Sriatim, berlari mendekat dan nguyek dahiku dengan rambut panjangmu. Katamu, biar gak benjol. Katamu, supaya cepat sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun