Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - suka nulis dan ngedit tulisan

Ninik Sirtufi Rahayu, (Ni Ayu), gemar disapa Uti. Lahir 23 November di Tulungagung, domisili di Malang, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Layar

3 Mei 2024   18:50 Diperbarui: 3 Mei 2024   18:54 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Balik Layar

Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Arloji tanganku menunjuk angka 22.42, tetapi aku masih belum bisa memejamkan netra. Ah, memang mana bisa tidur sementara istri sedang berada di ruang persiapan operasi? Maka aku terpaksa menunggu sebagai suami siaga. Ya, suami siaga yang baik tentunya.

Kulihat lelaki itu masih tidak bergeming. Duduk bagai arca di salah satu kursi dengan wajah kuyu. Membatu sendirian sambil bertopang dagu. Tak dihiraukannya meski seribu nyamuk berkerubut meminta jatah laksana vampire kelaparan. Sesekali tangan itu mengibas mengusir nyamuk yang mencoba mengganggu diamnya. Lelaki yang sejak sore tadi berada di sana!

Aku baru saja dari ruangan pasien dan kulihat istriku bisa tidur. Senang dan tenang hatiku. Karena itu aku kembali ke ruang tunggu. Ruang tunggu khusus bagi para penunggu pasien karena di kamar tidak boleh tinggal selain pasien yang bersangkutan.

Ya, ya ... sejak beberapa saat kulihat lelaki itu tidak beranjak dari sana. Setelah menyelesaikan pembacaan renungan malam yang kuambil dari buku _Renungan Harian_ di dekat ruang tunggu, kuberanikan diri mendekatinya sambil menawarkan makanan ringan sebagai pembuka perkenalan. Istri sebelum berangkat sudah mempersiapkan makanan ringan agar kami tidak kesulitan. Demikian juga dengan termos. Sudah dipersiaapkan dengan teliti.

"Mari Pak, sekadar pengganjal perut agar tidak masuk angin!" kusodorkan padanya kudapan yang sudah sedikit kubuka di hadapannya.

Dia tampak kaget. Sebuah tas keresek hitam yang berada di sebelah kaki digesernya dengan kakinya perlahan-lahan. Ditatapnya aku dengan sinar netra ragu. Namun, karena aku agak memaksa, akhirnya dia mau mengambilnya. Kami pun makan bersama di tengah malam itu.

Lalu aku mengambil termos berisi kopi yang kubawa dari rumah sore tadi. Kupikir bisa kugunakan sebagai pengusir dingin di malam hari. Termos itu berisi sekitar dua gelas. Karena itu, bisalah sedikit berbagi dengannya. Kutuang secangkir kopi hangat dan kusodorkan lagi kepadanya.

"Yang sakit siapa, Pak?" tanyaku agak berbisik supaya tidak mengganggu ketenangan.

"Istri," katanya hampir tak terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun