Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novela Bagian 2: Pertengkaran

29 Mei 2022   07:29 Diperbarui: 29 Mei 2022   07:39 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Novela. Sumber: Dok.Pri By Canva

Baca Bagian 1 di sini

Bagian 2  

Praaang! Praang! Prang!

Suara piring- piring pecah terdengar dari arah ruang makan. Karina terbangun dari tidurnya. Padahal baru pukul 23.00 dia pulang dari kantor. Dia harus mempelajari setiap berkas agar hari Senin nanti dapat memimpin rapat komisaris di perusahaan.

Suara keras itu membuat Karina terbangun dan segera berlari ke sana. Dia melihat piring- piring yang pecah berserakan. Mbok Nah berdiri ketakutan di pojok ruangan.

"Ada apa, Mbok? Mengapa piring- piring ini pecah?" tanya Karina sambil mendekati Mbok Nah yang tampak ketakutan. Dia berjalan hati- hati karena pecahan piring berserakan di ruangan itu.

Belum juga mendengar jawaban Mbok Nah, Karina mendengar teriakan Bunda dari arah ruang tamu.

"Lepaskan! Kamu tidak berhak melakukan ini, padaku!" teriak Bunda dari ruang tamu. Bunda terdengar kesakitan. Karina segera berlari ke ruang tamu.

Di sana Ayah sedang memegang pergelangan tangan Bunda dan menariknya ke arah sofa.

"Cukup! Hentikan, Yah!" Karina memegang tangan Bunda dan melepaskannya dari cengkeraman Ayah.

"Kamu tidak perlu ikut campur, Karin. Ini urusan kami!" bentak Ayah kepada Karina.

Dia terkejut karena ayahnya membentaknya. Selama ini ayah selalu berkata lemah lembut kepadanya. Entah setan apa yang membuat ayahnya berubah seperti ini. Bunda menjadi sasaran kemarahannya.

"Sebenarnya ada apa sih, Yah. Tidak biasanya, Ayah bersikap kasar seperti ini terutama kepada Bunda?" Karina berkata tegas kepada ayahnya sambil memandang ayahnya yang menatap tajam kepadanya.

"Tanyakan kepada Bundamu. Apa yang sudah dia lakukan selama ini kepada Ayah!" bentak Ayah sambil menuding ke arah Bunda.

 "Bun, ada apa sebenarnya?" tanya Karina meminta penjelasan dari Bundanya.

Bunda hanya diam tak menjawab pertanyaan Karina. Dia memalingkan muka ke arah lain.

Ayah menunjukkan sesuatu kepada Karina, sebuah foto. Betapa terkejutnya Karina saat melihat siapa yang ada di foto tersebut. Bunda sedang berpelukan mesra dengan seorang laki- laki yang bukan ayahnya. Seorang laki- laki yang wajahnya masih sangat muda. Mungkin usianya tidak berbeda dengan dirinya.

"Apa ini Bunda? Siapa laki- laki ini? Mengapa Bunda sangat mesra dengannya?" berondongan pertanyaan muncul dari mulut Karina. Dia menuntut jawaban dari Bundanya.

"Itu hanya settingan Karina. Bunda difitnah. Ada orang yang tidak suka kepada Bunda dan mengedit foto itu kemudian memberikan kepada ayahmu," jelas Bunda kikuk.

"Siapa yang memfitnah, Bunda. Lalu apa untungnya dia memfitnah?" tanya Karina lagi.

"Bundamu bohong, Karin! Selama ini Ayah menutupi semuanya darimu. Ayah tidak ingin menganggu kuliahmu. Laki- laki itu memang pacar Bundamu," tukas Ayah kesal.

Ayah berkata sambil menunjukkan beberapa foto lain. Karina bertambah terkejut saat melihat foto- foto itu. Dia tidak percaya kenyataan yang dihadapinya. Benarkah Bunda yang disayanginya mempunyai laki- laki lain selain ayah.

"Ini mana yang benar. Aku jadi bingung. Jelaskan semuanya kepada, Karin.  Ayah, Bunda apa yang sebenarnya terjadi?" Karina menuntut jawaban dari kedua orang tuanya.

"Bundamu selingkuh, Karin. Ayah memergokinya beberapa kali. Sudah dua tahun Bunda selingkuh dari Ayah. Bundamu sudah tidak setia lagi kepada Ayah!" jelas Ayah sambil memandang Bunda sengit.

"Ayahmu duluan yang selingkuh, Nak! Dia berpacaran dengan anak kuliahan. Ayahmu menikahinya. Sekarang dia memiliki anak laki- laki dari perempuan lonte itu!" Bunda berkata tak kalah kencangnya seraya menyerahkan foto pernikahan Ayah dengan seseorang. Bunda juga memperlihatkan foto ayah, perempuan itu dan seorang anak berusia dua tahun sedang makan di sebuah restoran cepat saji.

"Benarkah, Yah?" tanya Karina seraya memandang Ayahnya dan menuntut jawaban.

"Ayah ingin mempunyai anak lelaki dan Bunda tidak bisa memberikan anak itu," jawab Ayah lirih.

Jawaban itu menyadarkan Karina jika rahim Bunda sudah dioperasi dan tidak dapat hamil lagi.

"Dan Ayah tidak minta izin kepada Bunda dulu? Lalu Bunda membalas perlakuan Ayah dengan melakukan hal sama, berselingkuh. Kalian ini orang tua macam apa?' Karina berbicara setengah histeris," Karin kecewa. Karin berharap kepulangan Karin ini akan menambah keharmonisan dan kebahagiaan keluarga ini, tetapi kenyataan sebaliknya!"

Apa yang terjadi dengan keluarga ini. Belum genap setahun Karina kembali ke sini, semuanya terungkap. Tadinya Karina berpikir keluarganya dalam keadaan baik- baik saja. Selama dia di Amerika, Karina tak pernah mendengar berita ini. Dia menganggap bahwa Ayah dan Bundanya baik-baik saja dan bahagia.

Karina sangat kecewa dengan kenyataan yang dihadapinya. Mereka hidup bergelimang harta, tetapi tak ada kebahagiaan yang hadir dalam kalbu masing- masing keluarga. Kedua orang tuanya menorehkan luka yang sangat dalam di hatinya.

Karina berlari masuk ke kamar. Dia tidak peduli apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Rasa kecewanya telah menghancurkan rasa kasih sayang dan rasa hormat kepada mereka. Tangisnya pecah karena tak mampu menahan kepedihan hatinya.

Karina merasa sia- sia dirinya kuliah di Harvard jika akhirnya kedua orang tuanya berkelakuan seperti itu. Apa yang bisa dibanggakan dari mereka? Karina merasa malu. Harga diri keluarga ini porak poranda karena kelakuan kedua orang tuanya.

Ayah begitu mudah memutuskan menikah lagi karena hanya ingin memiliki anak laki- laki. Karina tahu betapa sakitnya hati Bunda diduakan oleh laki- laki yang selama ini dicintainya. Bunda sudah berkorban untuk semuanya. Bunda menemani Ayah sejak merintis usaha hingga menjadi pengusaha besar.

Kalau Bunda tidak bisa memberikan anak lagi karena penyakit mioma uterusnya, itu adalah kehendak Allah yang Maha Menciptakan. Seharusnya Ayah meminta izin dulu kepada Bunda. Poligami tentu bukanlah hal yang mudah khususnya bagi istri pertama di mana suami nikah lagi dengan wanita lain. Hal itu pasti dirasakan oleh Bunda.

Karina juga menyesal tindakan Bunda yang membalaskan amarah dan sakit hatinya dengan melakukan tindakan yang sama. Seharusnya Bunda bersabar dan ikhlas.

Karina pernah membaca sebuah hadist  dalam artikel di sebuah Majalah Islam bahwa jika ada seorang istri, menunaikan sholat fardu saja selama hidupnya, puasa fardu saja, tapi bisa menjaga kehormatannya dan menaati suaminya ketika dia minta yang baik-baik yang dibenarkan oleh Allah maka jaminannya adalah surga.

Poligami adalah salah satu hal yang dihalalkan Allah apabila memenuhi syaratnya, ketentuan yang dibenarkan Allah SWT. Ketaatan seorang istri kepada suaminya itulah yang menjamin dia masuk surga.

Apa yang dilakukan Bunda jauh dari syariat yang ditetapkan oleh Islam. Bunda malah menggoreskan dosa dalam hidupnya. Lalu apa yang bisa dilakukan Karina untuk menyelamatkan kedua orang tuanya?

Malam ini Karina tak dapat memejamkan mata. Angka di jam dinding sudah menunjukkan angka dua. Dia tidak tahu Ayah dan Bundanya sedang berada di mana. Karina mendengar keduanya pergi dengan mobil mereka masing- masing.

Sayup - sayup terdengar suara Mbok Nah mengaji dari musola. Ada kedamaian yang menyelusup dalam kalbunya. Sudah lama, Karina tidak mendengarkan Mbok Nah mengaji. Dia terlalu sibuk berkutat dengan urusan duniawi.

Pengasuhnya ini memang sangat taat beribadah. Dari Mbok Nah-lah Karina mengenal huruf- huruf Al-qur'an. Mbok Nah juga yang mengajarkannya salat saat kecil dulu.

Karina memang salat dan mengaji meskipun belum sempurna. Dia ingat nasihat yang diberikan oleh Mbok Nah pada saat dirinya mendapat masalah.

"Neng, ada Allah SWT yang akan memberikan pertolongan kepada kita. Kesedihan, kebahagiaan adalah milik Allah maka mintalah itu kepada-Nya." Mbok Nah menghiburnya bila Karina sedang gundah.

Ya...sudah lama dirinya tidak bersimpuh kepada-Nya. Hanya kepada-Nya, Karina mengadukan segala luka. Sudah terlalu lama dia lalai merindui-Nya.

Karina segera berwudu. Dia menghadap kepada Sang Khalik dengan khusyu dan mengadukan segala duka kepada pemilik hidup. Dia memohon agar segala masalah yang tengah dihadapi keluarganya dapat diselesaikan. Dia juga memohonkan ampun atas segala dosa kedua orang tuanya dan membukakan hati mereka karena hanya Allah yang Maha membolak- balikkan hati.

Malam terus merangkak pelan. Terdengar sayup- sayup suara Karina mengaji, membelah malam yang semakin sunyi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun