Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kupu-Kupu Kertas

5 Juni 2021   12:30 Diperbarui: 5 Juni 2021   12:37 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: eventkampis

Matahari sudah sangat tinggi. Panasnya menyengat seluruh penghuni bumi. Ya waktu memang sudah menunjukkan angka 12. Sinar matahari terasa memanggang ubun-ubunku.

Aku  bergegas agar segera tiba di rumah. Aku mempercepat laju sepeda motorku dan menyalip beberapa kendaraan lain. Kudengar beberapa gerutuan dari beberapa pengendara yang kusalip.

Setiba di rumah aku segera menyambar sebotol air putih dari dalam kulkas. Ki tenggak habis seluruh isinya.

"Mas, minumnya duduk!" teriak adikku Gendis dari dalam kamarnya. Mungkin dia melihatku minum sambil berdiri.

"Iya, Dik . Mas lupa!" ujarku sambil menghampiri Gendis di kamar .

"Kemana Bunda,Dik. Kok tidak ada di rumah?" tanyaku sambil duduk di samping adikku yang sedang menulis.

"Tadi sih bunda bilang mau ke kantor. Bunda dapat jadwal piket hari ini," ujar Gendis,"Ikh...mas bau matahari. Sana mandi!"

Aku tertawa melihat adikku menutup hidungnya dan mendorongku agar menjauh.  Aku sengaja memeluknya agar dia berteriak.

"Ikh...bau tahu!" ujar Gendis menghindar.

Setelah itu aku segera masuk ke kamar mandi dengan harapan suhu tubuhku segera turun.

Setelah shalat duhur, aku membuka wa. Ternyata ada seratus pesan yang belum aku baca. Padahal aku hanya mematikan handphone ini beberapa jam saja.

Salah satunya adalah wa dari bunda.

Mas, bunda agak terlambat pulangnya karena akan menengok Bu Ranti dulu. Jaga Gendis dan bantu mengerjakan tugasnya ya.

Aku membalas wa bunda.

Siap Bunda. Hati-hati ya tetap pakai masker dan jaga jarak. 

Setelah itu aku menuju kamar adikku. Sesuai pesan bunda aku harus membantu adikku untuk mengerjakan tugas-tugas on linenya.

Gendis harus belajar on line di rumah. Setiap hari dia harus duduk manis dan fokus untuk zoom meet. Kelas virtual harus diikuti setiap hari dari pukul 8.30 sampai pukul 11.00.  Hal itu pasti sangat membuatnya lelah karena harus fokus selama dua jam setengah sambil memandang laptop.

Kerap aku mendengar keluhannya.

"Kapan aku mulai belajar di sekolah ya,Bunda. Aku sudah jenuh belajar on line. Cape dan nggak ngerti yang dikatakan ustazah," keluhnya kepada bunda.

'Sabar ya sayang. Kita harus menganggap ini ujian Allah SWT. Kita harus ikhlas dan yakin Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk kita," nasehat bunda .

"Aku juga kangen sama teman-teman. Boleh tidak aku main ke rumah mereka?Please, boleh ya Bun" kembali Gendis merayu bunda.

Dan tatkala Bunda menggelengkan kepala, Gendis merajuk dan masuk ke kamar.

Adikku semata wayang ini memang paling manja. Setiap keinginannya kerap harus dituruti.

"Adik! Boleh mas masuk?" tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya.

Tak terdengar suara jawaban dari dalam kamar. Pelan-pelan aku masuk ke dalam kamar. Aku melihat adikku sedang tertidur pulas sambil mendekap buku paket Bahasa Indonesia. 

Rupanya Gendis tertidur saat membaca buku tersebut. Pasti banyak tugas yang harus dikerjakannya sehingga dia kelelahan begitu.

Pelan-pelan aku mengambil buku itu dan menyimpannya di atas meja belajar.Aku merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja itu.

Perhatianku tertuju pada kertas folio yang bergambar kupu-kupu. Di situ juga terdapat puisi. Di bagian atas judul tertulis Kupu-Kupu Kertas.

Rupanya bakat bunda menurun juga pada adikku ini. Dia senang menulis puisi dan cerpen.  Berbeda denganku yang tidak suka pada dunia membaca dan tulis menulis. Namun ada juga bakat bunda yang menurun padaku . Bunda suka pada seni, aku juga begitu sehingga aku memutuskan untuk mengambil jurusan seni.

Pelan-pelan aku mulai membaca tulisan Gendis.

Aku adalah kupu-kupu kertas

Yang diam tak bergeming. 

meski ingin kulebarkan sayapku

dan terbang menuju angakasa luas

Aku   kupu-kupu kertas

Yang diam tak bergeming

meski ingin kulebarkan sayapku

dan terbang menuju angakasa luas

Namun aku tetap diam

Ingin kukepakan sayapku

Menuju cakrawala

Menggapai asa dan cita

Namun aku tak berdaya

Aku hanya kupu-kupu kertas tak bermakna

Aku terpuruk dalam dunia sepi tak bertepi

Mimpiku tersangkut di antara bintang

Ingin kuraih namun aku tak bisa apa-apa

Karena sayapku kaku

Bunda, akankah masa depan kan kuraih

Aku termenung membaca puisi adikku ini. Tak terasa bulir-bulir bening jatuh di kedua pipiku. Ya Allah, aku yakin Kau akan memberikan masa depan gemilang untuknya. Izinkan adikku menjadi kupu-kupu yang terbang melanglangbuana menggapai asanya.

Biarkan aku membantunya untuk mencapai harapan karena aku yakin Kau berikan pula kelebihan.

Aku memandang adikku yang terlelap. Di kedua telinganya terpasang alat bantu mendengar.

"Sabarlah adikku sayang. Kau tak akan menjadi kupu-kupu kertas yang diam tak bergeming. Namun kau akan menjadi kupu-kupu cantik yang akan bermanfaat untuk orang lain. Mas akan membantumu ...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun