Mohon tunggu...
Nidiyah Aini
Nidiyah Aini Mohon Tunggu... MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA I PRODI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS I NIM 43223010002

Mata kuliah: Teori Akuntansi. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito S.E.,AK.,M.SI., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey

11 Oktober 2025   18:26 Diperbarui: 11 Oktober 2025   18:26 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak
Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak

Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak
Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak

Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak
Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak

Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak
Apollo,Prof.Dr,M.Si.Ak

Pendahuluan: Akuntansi, Antara Angka dan Kehidupan

Ketika kita berbicara tentang akuntansi, kebanyakan orang segera membayangkan tabel angka, neraca keuangan, laporan laba rugi, atau catatan kas. Akuntansi telah lama diposisikan sebagai ilmu yang teknis dan objektif ilmu yang menjamin keteraturan ekonomi modern. Namun di balik angka-angka yang tampak netral itu, sesungguhnya tersimpan kisah manusia: tentang kerja keras, risiko, ketakutan, harapan, dan tanggung jawab. Akuntansi tidak pernah benar-benar bebas nilai. Ia adalah bahasa yang menuturkan kehidupan ekonomi manusia.

Dalam paradigma positivistik yang mendominasi abad ke-20, ilmu pengetahuan dianggap sah hanya bila dapat diukur dan dijelaskan secara empiris. Akuntansi pun berusaha meniru model ilmu alam: menyingkirkan subjektivitas dan menonjolkan kuantifikasi. Teori keuangan modern menekankan hubungan sebab akibat antara rasio, laba, dan nilai pasar. Semua hal ini berangkat dari asumsi bahwa dunia ekonomi dapat dijelaskan secara objektif, layaknya hukum fisika.

Akuntansi sering kali dipersepsikan sebagai ilmu yang kaku, teknis, dan objektif sebuah sistem yang berfungsi untuk mencatat, mengukur, serta melaporkan aktivitas ekonomi perusahaan. Dalam paradigma dominan, akuntansi diperlakukan layaknya cabang dari ilmu alam sosial yang tunduk pada prinsip eksakta: angka harus tepat, laporan harus seimbang, dan hasilnya harus dapat diverifikasi secara empiris. Paradigma ini telah membentuk wajah akuntansi modern: ilmiah, positivistik, dan kuantitatif. Namun, di balik angka-angka yang tampak netral itu, terdapat dunia makna, nilai, bahkan pergulatan moral yang hidup. Akuntansi ternyata tidak hanya menceritakan pergerakan uang, melainkan juga kisah manusia di dalamnya tentang ambisi, tanggung jawab, kejujuran, dan bahkan spiritualitas. 

Di sinilah Wilhelm Dilthey (1833-1911) menghadirkan lensa baru. Sebagai filsuf Jerman yang dikenal sebagai pelanjut pemikiran Schleiermacher, sekaligus penghubung menuju Heidegger dan Gadamer, Dilthey menawarkan paradigma yang mengubah cara kita memahami ilmu sosial. Ia membedakan secara tegas antara ilmu alam (Naturwissenschaften) dan ilmu roh atau kemanusiaan (Geisteswissenschaften). Jika ilmu alam menjelaskan dunia melalui sebab akibat, ilmu kemanusiaan berusaha memahami dunia melalui makna yang dihidupi manusia. Perbedaan ini tidak hanya bersifat metodologis, tetapi juga ontologis ia menyentuh cara manusia mengalami realitas. 

Dalam konteks akuntansi, pemikiran Dilthey mengingatkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan keuangan sesungguhnya adalah bagian dari ekspresi kehidupan manusia. Laporan keuangan bukanlah sekadar teks teknis, melainkan teks kehidupan yang menuturkan kisah ekonomi, moral, dan eksistensial. Maka, pendekatan hermeneutik terhadap akuntansi berusaha membaca angka sebagai bahasa kehidupan, bukan sekadar data kuantitatif. Ia menempatkan akuntansi sebagai ilmu kemanusiaan yang menafsirkan tindakan ekonomi manusia dalam horizon nilai dan makna. 

Dalam konteks akuntansi juga, ini berarti laporan keuangan bukan sekadar dokumen formal, tetapi teks kehidupan tempat manusia menulis pengalaman moral dan ekonominya. Ketika seorang akuntan menuliskan "utang," ia tidak hanya mencatat transaksi, tetapi juga menandai tanggung jawab. Ketika perusahaan melaporkan laba, ia sedang mengekspresikan nilai efisiensi, kesuksesan, atau bahkan ambisi. Maka, akuntansi bukan hanya ilmu pengukuran, melainkan ilmu pemaknaan: cara manusia memahami dan menafsir kehidupan ekonominya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun