Ilmu Alam (Naturwissenschaften), yang menjelaskan fenomena melalui hukum sebab-akibat (Erklren).
Ilmu Kemanusiaan (Geisteswissenschaften), yang memahami fenomena melalui makna dan pengalaman hidup (Verstehen).
Ilmu alam bekerja dengan jarak, sementara ilmu kemanusiaan bekerja dengan keterlibatan. Ilmu alam menuntut objektivitas, ilmu kemanusiaan menuntut empati. Dalam konteks ini, akuntansi seharusnya berada di sisi ilmu kemanusiaan: bukan karena ia tidak rasional, melainkan karena rasionalitasnya berbeda rasionalitas yang berakar pada makna, bukan sekadar kausalitas.
Dalam Geisteswissenschaften, Dilthey memandang manusia sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami dirinya sendiri melalui ekspresi kehidupan: bahasa, seni, moralitas, dan juga tindakan ekonomi. Maka, sebagaimana seorang penafsir membaca teks sastra untuk memahami maknanya, seorang peneliti akuntansi hermeneutik membaca laporan keuangan untuk memahami cerita kehidupan yang diungkapkan lewat angka.
Akuntansi sebagai Ekspresi Kehidupan (Ausdruck des Lebens)
Hermeneutika Dilthey berpusat pada gagasan bahwa kehidupan mengekspresikan dirinya melalui simbol (Symbol) dan ekspresi (Ausdruck).
Dalam akuntansi, simbol-simbol itu hadir dalam bentuk angka, neraca, laporan laba rugi, atau tanda tangan auditor. Setiap angka adalah jejak kehidupan Spuren des Lebens yang menandai pertemuan antara dunia batin manusia dan dunia sosial.
Contohnya sederhana namun bermakna:
Saldo kas mencerminkan rasa aman dan stabilitas.
Neraca melambangkan keseimbangan moral antara hak dan kewajiban.
Laporan laba rugi mengisahkan perjuangan, risiko, bahkan keberkahan.
Audit opinion adalah ekspresi dari tanggung jawab dan kepercayaan sosial.