Mohon tunggu...
Nia Putri Angelina
Nia Putri Angelina Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

In a world where you can be anything, be kind.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Teruntuk Bumi yang Pernah Angkasa Kagumi

25 Mei 2018   04:42 Diperbarui: 26 Mei 2018   14:51 2826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : thephoblographer.com

Angkasa memandang Bumi dengan tatapan lekat.

"Jika saja aku berbagi rahasia yang paling rahasia, bisakah kau memastikan hatimu akan tetap milikku? "

Angkasa hanya bergumam dalam hati dan bergumul dengan pemikirannya sendiri, sementara Bumi sibuk bergelut dengan dunianya. Pekerjaannya. Prioritas hidupnya.

Bumi dikelilingi oleh kesalehan atmosfer yang mereka sebut keluarga. Bumi memiliki kehangatan yang membuatnya dapat pula menyerbarkan hangat berkat atmosfer yang melingkupinya.

Bumi dengan atmosfer hangatnya. Hanyalah riwayat. Bumi yang Angkasa kenal menjadi Bumi yang sarkas, dan dingin.

"Bumi, bagaimana perspektif warna nya menurutmu? "

Lagi. Angkasa selalu bertanya pendapat Bumi tentang lukisan yang sedang dia buat. Dan lagi. Bumi hanya memfokuskan diri pada dunianya. Seolah mengacuhkan dan diacuhkan adalah hembusan nafas yang sudah biasa menjadi rutinitas.

Dalam dekap erat gemintang yang menatap nelangsa, pada acuh malam Angkasa mulai hidup dengan senyum sabitnya. Berkawan dengan kanvas dan kuas.

" Hanya dengannya tempatku melepas jenuh dan keluh kesah. " Angkasa menghela nafas

Dengan lembut, dia mulai meraih kanvas dan menorehkan warna dengan kuasnya. 

Entah panorama apa yang akan Ia lukiskan. Angkasa membaurkan warna, tanpa peduli bahwa warna memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan dan mengkomunikasikan arti dan pesan meski tanpa menggunakan kata. 

"Angkasa, tidak kah kau lelah?"

Bumi menghampiri, kemudian merangkulnya. Namun Angkasa tidak menoleh, Ia masih tetap bermain dengan kuasnya. Seolah ingin menyeimbangkan, perlakuan terhadap Bumi yang sebelumnya mengacuhkannya.

Angkasa masih terus meliukkan jemari tangannya meski sudah mulai berlumuran warna. 

Sementara senja yang kian memerah, seolah Senja telah bersolek pada kaca-kaca buana saat mentari pun jua sudah merubah warna. Ketika itu pula, Angkasa menyelesaikan lukisannya. Namun di saat yang sama, Bumi sudah tidak di samping Angkasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun