Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hasil SNPHAR 2021, Anak Perempuan Lebih Banyak Alami Kekerasan

2 Desember 2022   15:47 Diperbarui: 2 Desember 2022   16:40 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Humas Kemen PPPA

Bagaimana pengalaman anak remaja Indonesia di sepanjang tahun 2021? Untuk mengetahuinya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun melakukan survei. 

Survei ini melibatkan 10.263 individu. Terdiri dari 5.259 laki--laki dan 5.004 perempuan pada rentang usia 13 -- 24 tahun. Para individu ini berasal dari 14.160 rumah tangga yang tersebar di 1.416 blok sensus di 236 kecamatan yang berada di 178 kabupaten/kota dari 33 provinsi.

Metode survei dengan menggunakan desain survei kluster empat tahap yang terstratifikasi di 5 wilayah yang mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya.

Rabu 30 November 2022, di Kantor Kemen PPPA, Laporan Hasil Pengolahan dan Analisis Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 disampaikan ke publik.

SNPHAR 2021 dimaksudkan secara utama untuk menentukan estimasi secara nasional besaran kekerasan terhadap anak usia 13-17 tahun pada periode 12 bulan terakhir dan pengalaman kekerasan pada masa anak-anak atau usia kurang dari 18 tahun pada usia 18-24 tahun. Termasuk kekerasan selama pandemi Covid -- 19.

Selain itu, mengidentifikasi pelaku kekerasan, faktor risiko dan perlindungan, konsekuensi kesehatan dan pola pencarian bantuan/layanan. Tujuan lainnya, menilai pengetahuan dan keterpaparan informasi atas program dan layanan perlindungan anak.

Hasil dari SNPHAR 2021 ini menunjukkan penurunan dari hasil SNPHAR 2018. Meski terjadi penurunan prevalensi, namun kasus kekerasan terhadap anak hingga saat ini masih memprihatinkan. Terutama anak perempuan yang masih lebih banyak mengalami kekerasan. Untuk itu, dibutuhkan upaya dan sinergi kuat dalam memerangi kekerasan terhadap anak.

Kesimpulan dari SNPHAR 2021

Pertama, prevalensi kekerasan terhadap anak pada usia 13-17 tahun dalam 12 bulan terakhir adalah 26,58 persen untuk perempuan dan laki-laki 20,51 persen. 

Sementara itu, prevalensi kekerasan terhadap anak sebelum usia 18 tahun yang dilaporkan oleh kelompok usia 18-24 tahun adalah sebesar 38,56 persen untuk perempuan dan 37,44 persen untuk kelompok laki-laki.

Kedua, SNPHR 2021 juga telah melakukan estimasi kekerasan terhadap anak pada kelompok usia 13-17 tahun selama pandemi Covid-19. Secara keseluruhan, 23 dari 100 laki-laki dan 27 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun setidaknya pernah mengalami satu kekerasan atau lebih di masa pandemi Covid-19.

Ketiga, prevalensi kekerasan yang diestimasi dalam SNPHAR 2021 lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan prevalensi kekerasan yang diperoleh pada 2018. Penjelasan atas perbedaan tersebut tidak memungkinkan untuk diperoleh dari survei ini karena berbagai faktor konteksual yang mungkin mempengaruhinya. 

Perbedaan tersebut seperti data cakupan program, kebijakan atau partisipasi masyarakat dalam perlindungan, yang tidak dikumpulkan dalam SNPHAR 2021.

Ketua Tim Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, Ignatius Praptoraharjo, memaparkan hasil survey tersebut.

Dikatakan, berdasarkan data SNHPAR 2021, anak-anak yang memiliki pengalaman kekerasan dalam bentuk apapun lebih banyak dilaporkan oleh anak yang merasa mengalami gangguan emosional.

Gangguan emosional yang dimaksud yaitu berupa kecemasan, gelisah, tidak berharga, seringkali merasa sedih, putus asa, segalanya terasa sulit. 

Demikian pula mereka yang mengalami kekerasan juga lebih banyak dilaporkan oleh anak-anak yang memiliki pengalaman untuk bunuh diri atau mencoba untuk bunuh diri. 

"Pengungkapan pengalaman kekerasan belum banyak dilakukan oleh mereka yang telah mengalami kekerasan. Hanya sepertiga yang setidaknya mengalami satu bentuk kekerasan atau lebih mengetahui adanya layanan," tutur Ignatius.

Terkait pelaksanaan SNPHAR 2021, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengungkapkan,  ada 3 hal penting yang menjadi perhatian.

Pertama, kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun terjadi di antara orang-orang yang saling mengenal, baik teman atau keluarga.

Kedua, layanan untuk anak yang menjadi korban kekerasan belum banyak yang bisa diakses dan dimanfaatkan.

Ketiga, anak yang menjadi korban kekerasan lebih banyak melaporkan mengalami kesehatan jiwa atau gangguan emosional.

Dokumentasi Humas Kemen PPPA
Dokumentasi Humas Kemen PPPA

Meski terjadi penurunan kasus kekerasan pada anak dan remaja, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyatakan tidak boleh berpuas hati dan berhenti sampai di sini. 

"Perjalanan kita masih panjang. Seharusnya, tidak boleh ada satu pun anak yang mengalami kekerasan, apapun alasannya," tegasnya.

Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk memperkuat kembali sinergi dalam memerangi kekerasan terhadap anak.

Ia mengatakan hasil SNPHAR 2021 ini dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif atas isu kekerasan terhadap anak. SNPHAR 2021 ini menjadi sangat penting dalam membantu memahami skala dan permasalahan kekerasan terhadap anak. 

"Diharapkan bisa menjadi dasar dalam pengembangan kebijakan dan program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak," katanya.  

Menurutnya, SNPHAR 2021 ini tidak hanya menjadi sekedar dokumen. Namun juga dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh pemangku kepentingan. Baik dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi penyelenggaraan perlindungan khusus anak, terutama yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak.

Dikatakan, Kemen PPPA terus melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan sinergi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, NGO, stakeholder lain dan media, untuk ikut dalam perjuangan melawan kekerasan terhadap anak. 

"Pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari lingkup terkecil yaitu di lingkungan keluarga masing-masing hingga lingkup yang lebih besar lagi," tegas Menteri Bintang.

Selain itu, pemerintah juga mendorong perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan untuk berani melaporkan kasus mereka, berani bersuara. 

"Tidak hanya korban, siapa saja yang melihat peristiwa kekerasan terhadap anak, bisa melaporkan ke layanan Kemen PPPA, yaitu ke SAPA129 melalui call center 129 atau melalui WhatsApp di 08111-129-129," tambahnya.

Plt. Deputi Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional   (Bappenas) Subandi menyatakan salah satu dari 3 indikator dalam program prioritas pemenuhan hak dan perlindungan anak dalam RPJMN 2020 - 2024 adalah prevalensi kekerasan terhadap anak. 

"Dan, sumber data yang digunakan untuk indikator adalah SNPHAR. Ini menjadi satu-satunya sumber data statistik kekerasan terhadap anak yang mengestimasi prevalensi kekerasan terhadap anak secara nasional," ujarnya. 

Menurutnya, hasil analisa survei ini akan menajamkan intervensi yang harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi kekerasan terhadap anak termasuk menyusun strategi yang harus dilakukan, baik secara integrasi atau masing-masing stakeholder, dalam rangka pencegahan hingga penanganan. 

"Tentu saja data harus dilengkapi dengan by name dan by address untuk kepentingan penanganan korban secara lebih spesifik," ungkap Subandi.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun