Mohon tunggu...
Nency
Nency Mohon Tunggu... Lainnya - Nency's

Hi I'm Nency

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keadilan Kebijakan Perpajakan di Indonesia

5 Mei 2021   12:24 Diperbarui: 7 Mei 2021   17:43 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Sedangkan dalam Sengketa Pajak, Fiskus bisa saja mengorbankan keadilan dengan memberikan penafsiran kebijakan yang tidak mempertimbangkan kegiatan bisnis yang sebenarnya. Seperti contoh dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 134/B/PK/PJK/2016, yang diawali dengan Penerbitan SKPKB oleh Fiskus. SKPKB yang diterbitkan Fiskus berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Menurut Fiskus bahwa “pada umumnya” imbalan atas jasa yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri merupakan Laba Usaha, sehingga pengenaan pajaknya hanya dapat dilakukan di Indonesia apabila Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) tersebut melakukan jasa di Indonesia melalui suatu BUT (Bentuk Usaha Tetap) di Indonesia). Kemudian Kontrak kerja sama dijadikan bukti bagi Fiskus bahwa Kegiatan Wajib Pajak Luar negeri telah melewati Time Test P3B Indonesia dengan Singapura yaitu lebih dari 90 hari (08 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008).

Namun Kontrak Kerja Sama yang ditunjukkan Wajib Pajak menunjukkan bahwa jasa yang diberikan Wajib Pajak Luar Negeri (Singapura) merupakan Jasa Konsultasi yang tidak tergolong dalam definisi Royalti, dan dapat memanfaatkan P3B Indonesia – Singapura karena terbukti tidak ada Physical Presence BUT (Bentuk Usaha Tetap) sesuai Tax Treaty. Jasa konsultasi yang diberikan oleh Hampton Technology PTE LTD selaku pihak Luar Negeri, dilakukan melalui via telepon dan kunjungan, serta pihak Wajib Pajak ke kantor konsultan di Luar negeri tersebut. WPLN tersebut tidak mempunyai pegawai yang berdomisili di Indonesia sehingga WPLN tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia.

Karena penafsiran Fiskus diatas terdapat kekeliruan, tidak sesuai dengan norma hukum hierarki, serta kegiatan bisnis yang sebenarnya, keberatan ini akhirnya dimenangkan Wajib Pajak saat pengajuan Banding dan Peninjauan Kembali.

Namun dalam proses Permohonan Keadilan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Wajib Pajak telah menghabiskan Jusctice Cost yang besar. Dalam proses memperoleh keadilan pajak, Wajib Pajak harus melewati sejumlah pengorbanan Keadilan. Pertama, sebelum menerima surat SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), Wajib Pajak telah dilakukan Pemeriksaan Pajak yang menghabiskan waktu 1 tahun.

Kedua, Dalam waktu paling lama 3 bulan, sebelum Surat Keberatan disampaikan, Wajib Pajak harus melunasi pajak sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (Sesuai Ketentuan Ayat 3a Pasal 25 UU No 16 Tahun 2009). Ketiga, Pengajuan Keberatan atas Sengketa pajak (antara Direktorat Jenderal Pajak) kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai Pasal 25 Undang-Undang No 16 Tahun 2009 menurut peneliti terdapat ketidakadilan hukum. Karena Unit Pemutusan Sengketa bukan unit yang dependent, melainkan pihak sengketa sendiri. Sehingga dalam pemutusan sengketa di keberatan hanya akan menghabiskan waktu Wajib Pajak dan menghalang Wajib Pajak dalam memperoleh hak keadilannya.

Keempat, walaupun pada Keberatan Wajib Pajak tidak menyetujui 100% SKPKB-nya sehingga Wajib pajak tidak membayar apapun, namun kebijakan Hukum mengatur berbeda. Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak mengatur bahwa Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dalam SKPKB telah dibayar sebesar 50%. Untuk dapat memperoleh keadilan, saat itu Wajib pajak telah membayar Rp 1.697.211.495,- sebagai syarat pengajuan Banding. Menurut peneliti, kebijakan ini juga bermaksud untuk menghalang Wajib Pajak memperoleh keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun