Mohon tunggu...
NellaLestari _07
NellaLestari _07 Mohon Tunggu... Penulis - Aktif

Pelajar SMA yang mencoba berimajinasi di sela-sela menumpuknya tugas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati-hati di Jalan

14 November 2022   15:42 Diperbarui: 14 November 2022   15:47 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bintang tidak pernah lelah menyapa bumi saat Awan memiliki mood baik, tapi apabila Awan disalahkan karena tidak terduga badmood selalu marah, Awan menyalahkan matahari yang menyerap banyak uap air. Sementara Matahari kembali menyalahkan makhluk bumi yang mengeluh kepanasan, menginginkan hujan. 

Saling menyalahkan mengundang petir mengeluarkan pecutnya, menggelegar kala Awan telah menghitam. Hingga makhluk bumi merinding dibuatnya. Keributan mereka selalu dikeluhkan oleh Bintang, dari Bumi ia terlihat mungil, banyak bicara nan menggemaskan. 

Setiap malam apabila semesta memiliki mood baik, Zio selalu berbincang dengan Kejora, bintang favoritnya. Kejora jarang menampakkan keelokan, malu-malu bak Tuan Puteri yang dipingit. Kata Bintang Kecil, Kejora selalu menyiapkan nyali dan mendandani diri sebelum dipuji  manusia, khususnya Zio. Tikar tergelar di atas tanah yang selalu berbisik iri pada rumput yang bergoyang pelan kanan-kiri, mengikuti desiran lagu romansa dari angin, mengiringi percakapan telepati. 

"Kejora, ada kabar apa malam ini?" Zio bertanya. Berinteraksi dengan Kejora diwajibkan memakai hati yang terdalam, meski tak sampai otot-otot polos terasa geraknya, lirih kata Kejora terdengar jua. "Tidak ada yang menarik, hanya keluarga Kahyangan merindukan Anda."

Zio tersenyum tipis, memejamkan netra memunculkan bayangan keluarga Kahyangan. "Maafkan saya. Tidakkah sampai sekarang mereka mengetahui keberadaan saya?" tanya Zio. 

"Tidak, kekuatan mereka terlalu sulit menembus penghalang yang saya berikan pada Anda." Kalimat lembut yang terucap amat menembus sanubari Zio, renjananya bertanya-tanya dan menyesal mengapa baru sekarang terpikirkan keluarga kerajaan? 

"Tidakkah mereka curiga, bahwa saya ada pada lindungan Anda?"

"Mereka seperti manusia juga, memiliki salah, sedangkan saya benda mati, Dewa pasti tidak salah memberikan kekuatan kepada siapa."

Setetes air mata keluar dari netra Zio, bila ia boleh jujur, ia sangat merindukan pelukan hangat dan kasih sayang warga Kahyangan. Merasakan telepati yang menyesakkan, atas kelakuannya Kejora merubah wujud menjadi Puteri cantik jelita, menghampiri Zio yang masih menatap nanar langit gelap itu. 

"Peri Zio..., maafkan saya.... " Zio terperanjat, memfokuskan kembali pikiran tidaklah mudah ketika Kejora di hadapannya, cahaya Kejora di bumi tak terlalu terang karena ia jauh dengan Matahari. 

"Me-mengapa Anda meminta maaf?" Zio gugup bertanya. 

Kejora menitihkan air mata bercahaya. Kedua alisnya berlekuk pasrah. Kejora berkata, "Karena keegoisan saya ingin selalu Anda temani saya, saya mencegah Anda tidak terlihat dengan keluarga Kahyangan Anda." 

"Puteri Kejora...., tidak mengapa, saya bahagia di sini..., cukup menangisnya, ya.... " Zio merapatkan tangannya di pinggang Kejora, memberikan kecupan singkat di dahi Kejora, Puteri berambut panjang hitam lurus yang lebih mungil darinya itu menengadah ke atas, tersenyum tipis dan berterima kasih, karena selama ini ia hanya berteman sepi. 

"Sayang." Zio lirih memanggil. 

"Siapa yang Anda panggil?" Napas keduanya bertubrukan, melahirkan denyut-denyut candu dan hangatnya mampu menggeser udara yang menyusup di inci kulit seperti berada di Kutub. 

"Kamu, Kejora."

"Mengapa Anda seperti ini?" Kejora bertanya sendu, hati titisan Dewi itu tidak rampung digonjang-ganjing oleh gombalan Zio malam ini. 

"Salahkah saya sayang pada Anda?" tanya Zio. 

"Kita hanya berteman." Kejora menegaskan, netra bertubrukan dihadang oleh Kejora yang menundukkan kepalanya. 

"Apakah hubungan pertemanan dilarang  menyayangi?"

****
Sebelum matahari menyapa dunia, Pak Tani dan Zio selalu membersihkan ladang di belakang rumah Pak Tani, kegiatan tersebut tidak pernah di lakukan saat raja siang gagah bersinar, guna Zio tidak diketahui oleh warga lain. Zio memanfaatkan kepercayaan warga terhadap makhluk halus ketika matahari tiada. 

Sudah satu tahun Zio tinggal bersama Pak Tani, peri beralis tebal dengan jakun menggantung itu telah dianggap anak sendiri. Tidak pernah berinteraksi dengan manusia lain, terkurung dalam sepi, temannya hanyalah Kejora dan mendengarkan benda mati yang ribut atau menciptakan romansa. 

Bersama Pak Tani pula, jarang berbicara, hanya lengkungan bibir tipis terbit. Pak Tani selalu merawat ladang bak mendandani rambut hitam Zio--- dulunya Pak Tani memang tukang cukur---penuh ketulusan. 

Pak Tani akan kembali ke gubuk ketika mentari tenggelam, lalu siap mendongeng pada Zio seperti malam-malam biasanya. Namun siang itu, pintu rumah Pak Tani digedor-gedor heboh oleh seseorang. Kiranya pak Tani yang mendapat tangkapan ikan, Zio memberanikan diri membuka pintu, betapa terkejutnya ketika yang datang ternyata gadis berlesung pipit yang heboh. 

"HAH? AYAH PUNYA SIMPANAN? COWOK LAGI!" kejut si gadis. Zio tertawan, gemetaran, ia ingin menghalangi gadis itu tetapi si gadis  terlalu energik. 

"Kamu siapa? Jawab!" gertak si gadis.
Zio malah menangis

"Ih kok nangis sih, maaf ... aku kasar ya?"  Si gadis mendekat, tangannya mengelus rambut Zio. Berikutnya si gadis tersenyum ketika bahu Zio masih bergetar. "Kenalin, nama aku Alice. Bacanya aelis," ucap Alice. 

Matahari telah pamitan, Pak Tani bergegas pulang. Ketika jarak lima puluh meter dari rumah, sudah terdengar tawa anak gadisnya.  Anak gadisnya telah pulang menimba ilmu dari negeri sebelah. Pikirannya kali ini hanya pada Zio. Alice menyambut hangat sang ayah, kemudian mereka melanjutkan pembicaraan karena Pak Tani merasa Zio aman. 

Nyatanya peri penakut mampu luluh oleh  anak semata wayangnya. Padahal biasanya Zio membutuhkan waktu lama untuk sekedar tertawa bersama. Malam itu, Pak Tani menjelaskan bahwa Zio merupakan keturunan peri yang tidak sengaja pernah berbuat kesalahan pada manusia, kemudian Zio memilih tinggal di dunia saja meski dalam kurungan, karena di Kahyangan juga banyak yang berusaha menyingkirkan Zio untuk menjadi Pangeran. 

Kenyamanan Zio tumbuh di antara mereka, Alice dan Pak Tani selalu mengajari cara bahagia sederhana. Alice yang memiliki hobi memasak, bereksperimen menjelajah berbagai macam resep makanan. 

Malam itu Awan memiliki mood baik, menyuguhkan makhluk bumi dengan mengizinkan para bintang dan bulan menyapa. Tapi tidak dengan Kejora, ia memilih bersembunyi di balik awan-awan putih, ketika Bintang lain bertanya ada apa, Kejora menjawab tanpa senyuman cerah, meski terdengar beberapa kali keluhan manusia karena Kejora malam itu absen melengkapi kebahagiaan atau mengobati kesedihan mereka, tapi Kejora tidak peduli, karena yang diinginkan bukan mereka. 

Esoknya tanpa rencana, Alice memaksa Zio berdandan lebih tampan, karena ia berencana mengajak peri berkulit kuning langsat itu ke Istana Musik. Tak lain alasannya karena ingin Zio memiliki banyak kenangan. 

Tiba di Istana Musik, nyatanya tidak sesuai harapan, Istana musik dipenuhi lagu-lagu sedu, banyak muda-mudi galau. Tiap ujungnya kalimat bernada kelu. 

Alice tidak suka, baginya hidup hanya sekali, yang pergi biarlah pergi, jika tak ingin singgah mengapa membuang tenaga untuk mencegah? 

"Zio, bisakah kamu merubah ruangan ini menjadi lagu-lagu ceria?" Alice bertanya, gadis kuncir dua dengan pita ungu memohon, mulutnya ikut mengerucut. 

"Untuk apa?" tanya Zio balik. 

"Aku ingin manusia-manusia ini berhenti bersedih."

Zio menghela napas. Kemudian berkata, "Aku memang peri, tapi kekuatanku hanya kuberikan pada yang sangat membutuhkan bantuanku. Selebihnya aku tidak mau, mereka sedih karena mereka tidak ingin mengusir sedihnya."

"Kamu punya trauma dengan manusia?"

"Bisa disebut begitu."

Seolah backsound sedang mendukung untuk hati mendung, Alice menatap tulus pada peri yang kini digandengnya. "Mengapa?" tanya Alice hati-hati. 

"Aku pernah berteman dengan manusia, membantu dengan setulus hati melawan musuhnya, namun akhirnya aku disebut pelaku oleh mereka karena aku mengomentari musuhnya, temanku itu mengadu domba, ternyata temanku juga musuhku." Penjelasan Zio membuat Alice bersikap wajar, Alice membatin, _tenang saja aku bukan golongan mereka._ 

Zio melanjutkan ceritanya sembari memandang kosong ke depan. "Lalu aku pernah mempercayakan kakakku menjalin hubungan dengan manusia, tetapi ternyata ia adalah Iblis berwujud manusia, ia suka mendua. Mengatasnamakan gagal melupakan untuk kembali pada pasangan lama, dia melakukan demi mendapat pengakuan kekuatan dari bangsa Iblis. Semenjak itu keluarga Kahyangan menyucikan diri dari manusia."

Tangan Alice memegang dagu Zio, gadis yang tingginya sebahu itu mendongak. "Zio, yang perlu kamu tahu, jangan pernah berharap manusia akan berbuat baik balik padamu ketika kamu berbaik hati. Manusia itu keji Zio, mereka akan menganggap kamu buruk meskipun kebaikanmu setinggi gunung, seluas samudera, seputih Kahyangan, jangan pedulikan jahatnya mereka, fokus berbuat baiklah agar Dewa dan Dewi melindungi dirimu, paham?"

Lubuk hatinya memvalidasi pertanyaan Alice, gadis bijak ini layak mendapat pelukan gemasnya. Semburat malu menghiasi pipi chubby Alice, kemudian tanpa basa-basi Zio membekukan orang-orang sejenak, menggantikan playlist sad dengan playlist ceria, Zio melupakan ingatan orang-orang tentang kesedihan. Tidak menyangka dengan hasil kerjanya, orang-orang di sekitar kembali beraktivitas dengan senyuman sumringah, menikmati alunan musik jatuh cinta meski imajinasi. 

"Terima kasih Zio."

"Untuk?"

"Semuanya. Kamu sangat baik."

Zio menerbitkan lekukan bibirnya sempurna. 

****

Kali ini mood awan buruk, bukan karena kelebihan uap air, tetapi mendengar Kejora terisak kemarin malam. Merasa geram, warga angkasa yang selalu melihat kesaksian Kejora dan Zio berusaha menyerang Alice. 

"Wahh, hujan Zio! Ayo hujan-hujan. Sudah lama aku tidak main hujan!" Alice berlarian di tengah gemercik hujan. 

"Jangan Alice! Jaga kesehatan kamu. Awan sedang marah! karbon dioksida, karbon monoksida, sulfur dioksida, dan hidrogen sulfur dimana-mana."

Alice kesal pada kalimat Zio, ia menggertak, "Kamu ngomong apasih Zio? Mending ayo bermain hujan sama aku!" Zio terpaksa membuntuti Alice. 

Namun setengah jam bermain hujan, tiba-tiba tubuh Alice kaku, muncul karatan cokelat, dada Zio bergemuruh hebat, napasnya terengah-engah  Zio berusaha memunculkan kekuatannya, tetapi kekuatan di Istana Musik yang terakhir. Kekuatan Zio sedikit karena ia tidak pernah membantu orang selain Pak Tani selama setahun ini, tetapi kekuatan itu diserap oleh Kejora karena nyatanya Kejora sakit hati padanya. Benda angkasa ikut muak karena Puteri mereka patah hati. 

"Bunda peri!" Zico mendongak ke angkasa sampai dahinya menunjukkan otot, ia berteriak tak henti. 

"Ada apa dengan temanmu?" Setelah sekian lama tidak muncul, Bunda Peri mendengar rintihan anaknya. Rindu membelenggu. 

"Dia tiba-tiba pingsan dan berkarat Bunda," keluh Zio, keringat dingin menyelimutinya. 

"Maafkan bunda nak, Bunda tidak bisa membantu kalangan manusia."

"Bunda, aku mohon bantuannya..." Zio merengek. Zio meminta bantuan pada Kejora, Puteri Bintang itu terisak, kalbunya tercabik-cabik. 

"Anda jahat Zio, Anda memilih siapa sebenarnya? Anda tidak lain hanyalah Iblis. Saya muak!" Kejora membentak, percakapan telepati itu menyesakkan, warga Angkasa terlarut dalam sedihnya. 

"Anda jahat Zio! Anda mencuri hati saya, membiarkan saya jatuh cinta."

"Kejora..., kita tidak bisa dipaksakan, kau dan aku telah berbeda."

Air mata Kejora terus memancar, menumbuhkan kuncup-kuncup melati, ia pernah berkata bahwa manusia dan peri terlalu jahat, lantas apa bedanya apabila Kejora terus memaksa dan egois seperti ini? Zio berhak bahagia dengan yang berwujud, karena bisikan-bisikan dari Bunda Saturnus, Kejora mengikhlaskan mereka.

"Jadi, apa maumu sekarang Zio?"

"Jadikan dia manusia, aku hanya tidak ingin Pak Tani yang merawatku bersedih. Apabila kamu ingin membawaku, aku tidak masalah."

"Tidak bisa, Zio. Apabila kamu menginginkan Alice menjadi manusia, kekuatanmu akan hilang dan kau tak diperbolehkan kembali ke Kahyangan."

"Lalu, bagaimana aku bisa menikahimu, Kejora? Aku telah jatuh cinta padamu."

"Tidak perlu memikirkan aku, Zio. Kini waktumu berbaik hati pada Pak Tani."

Zio termenung. Kejora melanjutkan, "Zio, jika Dewa dan Dewi berkehendak, kita pasti akan bersama. Zio, lupakan aku, kini Alice akan menemanimu. Akan kuhapus ingatanmu tentang aku. Zio, love you."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun