Mohon tunggu...
Muhammad Naufal Hisyami
Muhammad Naufal Hisyami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Saya adalah taruna utama politeknik ilmu pemasyarakatan angkatan 55

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Review Artikel Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   10:27 Diperbarui: 11 September 2023   10:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari peraturan  perundang-undangan, putusan pengadilan,  teori  hukum  dan    dapat berupa  pendapat  para  sarjana.  Bahan  pustaka  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  yaitu data sekunder  yang  sumber  datanya  diperoleh  melalui  penelusuran  dokumen-dokumen  yang  berkaitan dengan  isu  kekerasan terhadap  anak  di  Indonesia  dan  Malaysia. Bahan hukum primer pada penelitian ini antara lain Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan kekerasan dalam rumah  tangga, dan KUHP yang merupakan pertaurang undang – undang di Indonesia serta Akta  Kanak-Kanak  611  (A1511),  Malaysia  penal  code, Undang-Undang  pelanggaran  seksual  yaitu  Sexual  Offences  Againt  Children  Bill  2017  (Akta 792) yang merupakan undang undang negara Malaysia. Untuk bahan hukum sekunder diperoleh dari buku – buku, jurnal ataupun artikel, sedangkan bahan hukum tersier diperoleh dari sumber internet.

4) Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya 

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi kepustakaan dalam hal ini penulis mengkaji informasi tertulis yang berasal dari berbagai sumber yang sudah dipublikasikan secara luas yaitu undang – undang yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak baik yang berlaku di Indonesia ataupun Malaysia. Selanjutnya data tersebut diolah kemudian penulis menganalisis  suatu  permasalahan  hukum melalui   peraturan   perundang-undangan, yurisprudensi,   dan   dokumen-dokumen   hukum   di Indonesia dan Malaysia terkait dengan masalah tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Hasil Penelitian & Pembahasan 

Upaya  perlindungan  hukum  terhadap  anak  dilakukan  oleh  pemerintah  dengan  mengeluarkan Undang-Undang  perlindungan terhadap  anak  yang  mengatur  anak  dalam    mendapatkan  hak, perlindungan,   dan   keadilan   atas   apa   yang   menimpa   mereka.   Selain   itu,   undang-undang perlindungan   anak   juga   mengatur   tentang   sanksi   pidana   bagi   siapapun   yang   melakukan penganiayaan  terhadap  anak.  Mengenai perumusan   sanksi   pidana   sebagaimana   terdapat   dalam   undang-undang   perlindungan   anak, menunjukkan bahwa Indonesia menganut teori pendekatan Retributiveyaitu hukuman/pemidanaan sebagai suatu  tuntutan  mutlak  untuk  mengadakan  pembalasan  (vergelding)  terhadap  orang-orang yang telah melakukan perbuatan jahat

Ketentuan sanksi pidana tindak kekerasan terhadap anak antara Indonesia dan Malaysia dapat dirumuskan beberapa hal untuk di perbandingkanyaitu, dari aspek kekerasan berdasarkan Undang-Undang perlindungan terhadap anak di Indonesia Undang-Undang No. 35 tahun 2014 berlaku pada “setiap orang “ artinya bisa dalam lingkup keluarga dan bukan keluarga.  di  Indonesia  peraturan dalam  lingkup  keluarga  diatur  dalam  Undang-Undang  No.  23  Tahun  2004  tentang  penghapusan kekerasan  dalam  rumah tangga,  dimana  anak  merupakan  orang-orang  yang  berada  pada  lingkup rumah tanggadan yang bukan dalam lingkup keluarga diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014tentang  perlindungan  anak.  Sedangkan di  Malaysia  pelaku  tindak  kekerasan terhadap  anak berdasarkan Akta kanak-Kanak 611 (A1511) lebih berfokus pada pada orang-orang dalam lingkup keluarga seperti ibu dan bapak atau pengasuhnya atau anggota keluarga lainnya

Beratnya sanksi pidana pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 untuk denda paling rendah Rp.  72.000.000,00  dan  yang  terberat Rp.  5.000.000.000,00,  pada  pidana  penjara  paling  rendah  3 tahun  6  bulan  dan  paling  lama  15  tahun.  Sementara  itu  di Malaysia pidana  denda  20.000  ringgit atau  sekitar Rp. 70.000.000,00 pidana  denda  tidak boleh  melebihi 50.000 ringgit atau  sekitar Rp. 160.000.000,00  dan  pidana  penjara  paling  lama  10  tahun. Dalam  KUHP  Malaysia  sanksi  pidana terhadap  perbuatan  kekerasan seksual/pemerkosaan  tidak  hanya  berupa  pidana  penjara kurang lebih 20 (dua puluh) tahun, tetapi juga hukuman dera/cambuk, hal ini disebabkan karena perbuatan pemerkosaan   dalam   KUHP   Malaysia   mengakomodasi   nilai-nilai   ajaran   islam.Pelaksanaan hukuman  cambuk  di  Malaysia  dilakukan di  dalam  penjara  dan  tidak  di  lakukan  didepan  umum, jumlah cambukan yang diberikan tidak boleh melebihi dari 6 kali cambukan.Sedangkan di dalam KUHP  Indonesia  sanksi  yang  digunakan  dalam  perbuatan pemerkosaan  adalah  sanksi  tunggal berupa pidana penjara dengan waktu paling lama 12 (dua belas) tahun


Karena  penjatuhan  sanksi  yang  terbilang  ringan  dalam  Akta  Kanak-Kanak  611  di  Malaysia dan   tidak   sesuai   dengan   tindak   kekerasan   kepada   anak   yang   telah   dirumuskan,   sehingga pemerintah  Malaysia  mengesahkan  Undang-Undang  pelanggaran seksual  yaitu  Sexual  Againts Children Bill 2017 (Akta 792), sehingga pelanggaran segala bentuk pelanggaran seksual pada anak tunduk pada ketentuan  ini. Sedangkan  di Indonesia  belum di buat peraturan  perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang pelanggaran seksual pada anak. Selanjutnya  dalam  hal  sistem  pidana,  pada  Undang-Undang  No.  35  Tahun  2014 menganut dua  sistem  yaitu  minimum  khusus  dan  maksimum  khusus,  hal  ini  disesuaikan  dengan  beratnya setiap  rumusan delik tindak  kekerasan  terhadap  anak.  Sedangkan  pada  Akta  Kanak-Kanak  611 menerapkan sistem maksimum khusus.

Penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak di indonesia menggunakan metode SPP, yaitu  sosialisasi,  penerapan  dan  penegakkan hukum.  Metode ini  dikembangkan  berdasarkan konsep  Hurlock  pada  tahun  1998  yang  menyatakan  sosialisasi  adalah  suatu proses  seseorang memperoleh  kemampuan  sosian  untuk  dapat  menyesuaikan  diri  dengan  tuntutan  sosial. Selain  metode  SPP di Indonesia  juga  mengunakan  penegakan  hukum  preventif  dan penegakan hukum refrensif dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak. Penegakan hukum preventif  yaitu,  penegakan  hukum  yang  dapat  dilakukan  dengan  memeberikan  bekal pemahaman. dan  kekesadaran  bagi  masyarakat,  maupun  pihak-pihak  yang  terkait  tentang  kekerasan  terhadap anak. Sementara itu, penegakan  hukum refrensif yaitu, penegakan  hukum yang dilakukan  apabila pelanggaran kekerasan terhadap anak tersebut telah terjadi.

Sedangkan  di  Malaysia  penyelesaian  kasus  kekerasan  terhadap  anak  yaitu  melalui Jabatan  Kebajikan  Masyarakat  (JKM). Peranan penting  dari  Jabatan  Kebijakan  Masyarakat  ini adalah memberikan pelayanan yang inklusif kepada anak, layanan perlindungan kepada anak-anak dari  semua  bahaya  termasuk  jenis  pelecehan,  penyiksaan,  diskriminasi  dan  eksploitasi.  Peranan utama  dari Dapartemen  Kesejahteraan  Sosial  (JKM)  adalah  untuk  menyelamatkan,  melindungi, merawat  dan  membantu  rehabilitasi  anak dan  keluarga  anak.Negara  Malaysia tidak  mengatur secara  khusus  terkait  penyelesaian  kekerasan  terhadap  anak  dalam  suatu perundang-undangan melainkan  lebih  mengatur  tentang  pencegahan  kekeraan  terhadap  anak  melalui  tiga  pola  yaitu, kampanye kepada orangtua, kampanye kepada masyarakat, dan melalui media.

Kelebihan, Kekurangan, dan Saran

Secara keseluruhan artikel ini sudah lengkap dan sesuai dengan sistematika penulisan. Abstrak dalam hal ni juga sudah mampu menjelaskan secara umum mengenai topik yang akan di bahas yaitu perbandingan anatara hukum di Indonesia dengan Malaysia terkait dengan kekerasan terhadap anak. Dari segi pembahasan juga sudah lengkap dimana penulis menyajikan perbandingan antara masing – masing peraturan perundang undangan diantaraya mengenai konsep kekerasan, besaran pidana yang diajatuhkan, sampai kepada penyelesaian tindak pidananya. Namun dalam menjelaskan pembahasan tersebut penulis belum terlalu menggali lebih mendalam dari masing masing aspek tersebut. Dengan adanya penelitian perbandingan ini jika memang ada penerapan hukum negara Malaysia tentang kekerasan terhadap anak yang lebih baik maka bisa menjadi suatu dorongan untuk melakukan perbaikan – perbaikan hukum di Indonesia terutama yang ada kaitannya dengan perlindungan anak. 

Jurnal 3

Reviewer                       : Muhammad Naufal Hisyami Putra Widyaningtyas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun