Tekanan psikologis seperti stres, kecemasan, atau ketekutan akan kegagalan juga dapat menyebabkan seseorang menunda pekerjaan. Ketika seseorang merasa tidak percaya diri atau khawatir hasil kerjanya tidak memuaskan ia bisa saja memilih untuk menunda sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri dari rasa kecewa. Padahal ketakutan tersebut justru akan bertambah parah jika pekerjaan terus diabaikan. Ketika waktu dikelola dengan buruk maka tekanan mental pun semakin tinggi.
Â
Adapun dampak dari budaya menunda-nunda sangat luas dan serius
Â
- hilangnya peluang. Banyak kesempatan dalam hidup yang hanya datang sekali, dan jika tidak dimanfaatkan segera, maka ia akan lenyap. Waktu yang telah berlalu tidak akan pernah bisa diulang. Dalam Surah Al-'Ashr, Allah SWT menegaskan bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali mereka yang memanfaatkan waktunya dengan iman, amal, dan nasihat.[12] Ini berarti bahwa waktu yang tidak dipakai untuk kebaikan adalah kerugian yang nyata.
- Â
- penurunan produktivitas dan kualitas hasil kerja. Ketika seseorang terbiasa menunda, pekerjaan cenderung dilakukan terburu-buru di akhir waktu, yang sering kali mengorbankan mutu hasil. Akibatnya, potensi terbaik yang seharusnya bisa ditampilkan tidak muncul, dan reputasi diri pun bisa terganggu.
- Â
- Dampak pada kondisi mental dan spiritual. Orang yang sering menunda-nunda biasanya akan diliputi oleh perasaan bersalah, stres, dan kecemasan. Ia tahu bahwa ia seharusnya menyelesaikan sesuatu, tetapi tetap mengabaikannya. Perasaan ini akan menumpuk dan bisa menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi ringan hingga berat. Lebih jauh, ia bisa merasa jauh dari Allah karena mengabaikan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.
- Â
- Pembentukan karakter negatif dalam jangka panjang. Kebiasaan menunda yang dibiarkan tanpa koreksi bisa menjadi bagian dari karakter, yang pada akhirnya akan memengaruhi semua aspek kehidupan, baik akademik, sosial, maupun spiritual. Seorang Muslim yang terbiasa lalai terhadap waktu akan sulit mencapai kesuksesan dunia, apalagi akhirat. Nabi Muhammad saw. adalah teladan utama dalam hal produktivitas dan pengelolaan waktu. Beliau membagi waktunya secara proporsional untuk beribadah, berdakwah, bekerja, dan berinteraksi dengan keluarga. Tidak ada satu bagian dari hidup beliau yang disia-siakan.[13]
Â
Dari penjelasan tersebut bahwa budaya menunda-nunda adalah penyakit sosial dan spiritual yang harus diwaspadai. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan peringatan dan solusi untuk mengatasi perilaku ini. Seorang Muslim hendaknya menanamkan sikap tanggung jawab, memperkuat niat, membuat perencanaan yang baik, dan memohon pertolongan Allah agar terhindar dari kemalasan dan kelalaian. Waktu adalah nikmat besar yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, siapa pun yang mampu memanfaatkan waktunya dengan baik, ia telah membangun jalan menuju kesuksesan dunia dan akhirat.
Â
- Solusi tidak Menunda-nunda Waktu
Â
Ada beberapa solusi agar tidak mudah menunda-nunda waktu dalam setiap aktivitas yang akan dikerjakan. Berdasarkan nilai-nilai dalam hadits yang dapat membantu seseorang untuk tidak terjebak dalam kebiasaan menunda-nunda waktu diantara lain:
Â
- Kesadaran akan Nikmat Waktu
Â