"Oh, ... gitu. Ya udah, makasih. Saya duluan."
Shakira kembali melangkah pergi, tetapi dengan sangat lambat karena sambil berpikir. Entah kenapa dia masih merasa janggal meski sudah memastikan bahwa laki-laki itu adalah manusia. Dia merasa seperti ada yang rumpang. Di tengah jalan, dia pun berhenti, lalu berbalik dan menghampiri Erran, satu kali lagi, menuruti insting dan perasaannya.
"Mm, Mas, mau ngasih tahu sesuatu?" tanyanya.
Erran tak langsung menjawab. "Apa?"
"Apa aja, terserah."
Dia tidak perlu tahu apa-apa.
"Mas?"
"Tidak," jawab Erran pada akhirnya.
Shakira termenung beberapa detik. "Oh, oke. Permisi."
Untuk kali kesekian, Shakira melangkah pergi, masih dengan jangka yang lambat, dengan bahu yang turun dan punggung sedikit membungkuk. Gadis itu tampak lemas dan sedih. Sebelum benar-benar melewati dinding daun, dia menoleh ke belakang. Bukan melihat Erran, melainkan cabang pohon yang kini kosong.
Melihat itu, Erran ikut termenung. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa bersalah dan tidak nyaman. Namun, dia tetap hanya diam di tempatnya, tidak bergerak, tidak berpaling, tetapi juga tidak mengubah keputusannya untuk tidak memberi tahu Shakira apa pun tentangnya. Dia hanya berdiri sambil memandangi kepergian Shakira, hingga gadis itu benar-benar pergi dan dia kembali seorang diri.