Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Amputasi Jabatan" Sebabkan Post Power Syndrome

31 Mei 2016   02:20 Diperbarui: 31 Mei 2016   05:00 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Post Power Syndrome

Gejala Post Power Syndrome

Semakin sulit seseorang menyesuaikan diri pada masa ini, makin banyak gejala yang muncul, antara lain :

  • Gejala Fisik       : mulai menderita berbagai penyakit. Penyakit yang berkaitan dengan daya tubuh mulai menghampiri, bergantian tanpa henti.
  • Gejala Psikis     : mudah tersinggung, gampang marah, cemas, mudah membentak, gelisah, membangga-banggakan masa lalu, dan sebagainya
  • Gejala Sosial     : menarik diri dari pergaulan sosial, tidak mau keluar rumah, sensitif terhadap perkataan orang lain, konflik, dan sebagainya
  • Gejala Spiritual  : kehilangan makna beribadah, meninggalkan rutinitas ibadah, merasa jauh dari Sang Pencipta, tidak punya harapan hidup karena tidak bermakna hidupnya

Penanganan Post Power Syndrome

Program persiapan pensiun yang dilakukan oleh beberapa perusahaan cukup bagus untuk meringankan beban psikologis para calon pensiunan. Seorang teman menceritakan suaminya melalui masa pensiun dengan baik. Karena jauh sebelumnya sudah mempersiapkan bisnis. Gairah hidup tampak sekali ketika bisnis barunya berjalan lancar. Seorang pensiunan manager suatu perusahaan memilih aktivitas sosial setelah pensiun. Aktif dalam kegiatan keagamaan. Intinya kegiatan atau bisnis tersebut bukan hanya penting untuk adaptasi psikologis, tapi juga menggantikan sumber penghasilan tetapnya. Bila tidak ada sumber income yang hampir setara, maka mereka akan lebih sulit menyesuaikan diri pada masa ini. 

Selain itu mereka sendiri harus menyadari bahwa siklus kehidupan harus berjalan sebagaimana mestinya. Ada saat memimpin, ada saat untuk berhenti dan berganti haluan. Mereka perlu menyadari apa tujuan hidup mereka, serta menerima apapun perasaan yang muncul. Sangat wajar bila ada rasa kehilangan setelah sekian puluh tahun bekerja dan menjabat. Perasaan tidak enak karena tidak lagi berwenang memutuskan sesuatu. Emosi-emosi negatif yang muncul perlu diterima. Lalu diatasi bersama dengan keluarga.

Dukungan keluarga penting sekali. Sikap anggota keluarga memegang peranan signifikan. Bila tadinya pasangan bersikap sangat membutuhkan, sekarang mulai tidak mau mengikuti perkataannya, inilah sumber pertengkaran. Tidak jarang konflik rumah tangga dimulai persis setelah salah satu atau kedua pasangan pensiun. Sikap anak-anak yang mendukung ayah/ibunya yang memasuki pensiun juga mempengaruhi keberhasilan mereka menyesuaikan diri. Bahkan sesekali tetap menerima uang pemberian orangtua bagus juga dilakukan lho. Dengan demikian orangtua masih punya rasa dibutuhkan dan dihargai. Lumayan juga toh untuk nambah uang jajan.. hehehe… 

Oya, aktivitas pengganti pekerjaan diperlukan. Bukan melulu berupa pekerjaan, tapi aktivitas sosial pun bermanfaat. Menekuni hobby boleh juga. Intinya mereka harus memiliki kegiatan pengganti pekerjaan agar seluruh fungsi tubuhnya tetap optimal.

Ingat, pekerjaan boleh berhenti, tapi kehidupan bermakna harus tetap berjalan. Setuju?

Semoga bermanfaat! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun