Mohon tunggu...
nafisa laili zahran
nafisa laili zahran Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya sangat tertarik dengan hal-hal yang berpengaruh pada masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mohammad Yamin: Pelopor Sumpah Pemuda

22 September 2025   06:45 Diperbarui: 22 September 2025   06:45 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Latar Belakang dan Pendidikan

Mohammad Yamin, atau Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang juga merupakan pelopor Sumpah Pemuda. Beliau lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 24 Agustus 1903. Ayah beliau bernama Tuanku Oesman Gelar Baginda Khatib dan ibunya bernama Siti Saadah. Mohammad Yamin menempuh pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian di Algemeene Middlebare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS beliau mempelajari berbagai bahasa mulai dari bahasa Latin, bahasa Yunani dan bahasa Kaei.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di AMS, Mohammad Yamin awalnya berencana melanjutkan studi ke Leiden, Belanda. Namun, rencana itu batal karena ayahnya meninggal dunia. Beliau kemudian memutuskan untuk menempuh pendidikan di Rechtshoogeschool te Batavi, yaitu Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta (kini Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten atau Sarjana hukum pada tahun 1932.

Pada tahun 1937, Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari, putri bangsawan asal Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang putra bernama Dang Rahadian Sinayangsih Yamin. Kemudian, pada tahun 1969, Dang Rahadian menikah dengan Raden Ajeng Sundari Merto Amodjo, putri sulung dari Mangkunegoro VIII.

Pada tahun 1920-an, Mohammad Yamin memulai kariernya di dunia sastra sebagai penulis. Karya perdananya ditulis dalam bahasa Melayu dan dimuat di jurnal Jong Sumatera, dengan gaya yang masih kental dengan bahasa Melayu klasik. Pada tahun 1922, Yamin dikenal sebagai penyair lewat kumpulan puisi berjudul Tanah Air, yang menjadi antologi puisi modern pertama yang diterbitkan di Indonesia. Selanjutnya, pada 28 Oktober 1928, ia menerbitkan kumpulan puisi keduanya berjudul Tumpah Darahku. Di tahun yang sama beliau juga meluncurkan drama sejarah Ken Arok dan Ken Dedes yang terinspirasi dari kisah Jawa kuno.

Sepanjang kiprahnya di bidang sastra, Mohammad Yamin menghasilkan berbagai karya, termasuk drama, esai, novel sejarah dan puisi. Ia juga menerjemahkan karya-karya besar, seperti drama Julius Caesar karya William Shakespeare dan tulisan Rabindranath Tagore.

Perjuangan Mohammad Yamin

Sejak muda, Mohammad Yamin telah aktif dalam pergerakan kemerdekaan melalui berbagai organisasi, seperti halnya para pemuda terpelajar di masa kolinial. Pada tahun 1923, dalam pidatonya yang berjudul "De Maleische Taal in het Verleden, Heden en Toekomst" (Bahasa Melayu di Masa Lampau, Sekarang dan Masa Depan), ia menggagas penggunaasn bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia.

Pada 1926, Yamin terpilih menjadi ketua Jong Sumatranen Bond (JSB) dan menjadi ketua terakhir organisasi yang melahirkan banyak tokoh pergerakan nasional tersebut. Pengaruhnya semakin besar melalui keterlibatannya dalam Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II(1928), dimana ia menjadi salah satu penggagas lahirnya Sumpah Pemuda. Setelah Kongres Pemuda II, JSB yang masih dipimpinnya berganti nama menjadi Pemuda Sumatera, sebelum akhirnya bergabung dengan organisasi pemuda lain dan melebur menjadi Indonesia Muda. Pemuda Sumatera kemudian resmi dibubarkan pada 23 Maret 1930.

Setelah itu, Yamin aktif di berbagai lembaga politik, termasuk Partindo, Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat), Dewan Penasihat Pusat Tenaga Rakyat (Putera), serta menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Awalnya Yamin berpegang pada prinsip non-kooperasi, sehingga memilih bergabung dengan Partindo yang menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Ketegasannya tampak dalam Kongres II Partindo di Surabaya, 23 April 1933, ketika ia menyerukan semboyan "Indonesia merdeka sekarang!". Namun, setelah pergerakan non-kooperatif terhambat oleh tekanan Belanda, Yamin mengubah strateginya dengan berjuang melalui Volksraad. Pada masa pendudukan Jepang, ia dipercaya menjadi anggota BPUPKI dan PPKI, lembaga penting dalam proses menuju kemerdekaan Indonesia. 

Jabatan

Mohammad Yamin pernah menduduki beberapa jabatan yang cukup penting di pemerintahan, seperti: 

  • Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
  • Menteri Kehakiman (1951)
  • Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1952-1955)
  • Ketua Panitia Pemilihan Umum (1955)
  • Menteri Sosial (1959)
  • Penasihat Lembaga Pembinaan Hukum Indonesia (1961)
  • Ketua Dewan Pengawas KKBN (1961-1962)
  • Ketua Dewan Perancang Nasional atau Dapermas (1962)
  • Menteri Penerangan dan ketua Dapermas (1962)
  • Anggota Dewan Pertahanan Nasional dan staf pembantu presiden bidang ekonomi (1962)
  • Ketua Penerangan Tertinggi Pembebasan Irian Barat (1962)

Peran dalam Perumusan Pancasila

Melalui keanggotaannya di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Mohammad Yamin turut memberikan gagasan penting mengenai dasar negara Indonesia. Dalam sidang-sidang BPUPKI, ia mengemukakan konsep mengenai lima asas yang kemudian dikenal sebagai cikal bakal Pancasila, serta ikut menyusun rancangan Undang-Undang Dasar 1945. Perannya ini menjadikan Yamin sebagai salah satu tokoh penting dalam lahirnya konstitusi dan ideologi negara Indonesia. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Yamin tetap aktif mempertahankan kedaulatan bangsa. Salah satu kontribusi pentingnya adalah ketika ia menjadi penasihat negara dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda.

Akhir Hidup

 Di tahun-tahun akhir hidupnya, Mohammad Yamin tetap aktif di pemerintahan serta berbagai kegiatan kebudayaan dan sejarah. Namun, kesehatannya mulai menurun akibat tekanan kerja dan usia. Mohammad Yamin wafat pada 17 Oktober 1962 di Jakarta pada usia 59 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya.   

Mohammad Yamin diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas dedikasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan, merumuskan dasar negara, serta kiprahnya di dunia sastra dan sejarah. Warisan pemikiran Yamin baik dalam bidang politik, bahasa, maupun kebudayaan tetap menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia dalam menjaga persatuan dan kedaulatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun