Aku Bersama Prasangka Hamba-Ku: Menyemai Husnuzon dan ketenangan
Â
Dalam perjalan hidup, manusia tidak pernah lepas dari ujian, sedih, bahaigia, kelapangan dan kesempitan. Saat semua itu datang, bagaimana orang taqwa memandang takdir Allah itu berbeda. Rasulullah meriwayatkan sabda Allah dalam hadis qudsi:
"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Mkaa berprsangkalah kepadaku sesuai keinginannya"
Hadis ini adalah pegangan penting bagi setiap muslim. Ia mengajarkan bahwa keyakinan dan prasangka seorang hamba kepada Allah sangat menentukan bagaimana ia merasakan hidupnya---apakah dipenuhi kegelisahan atau diliputi ketenangan.
Menyemai Husnuzan kepada Allah
Husnuzan berarti meyakini bahwa apa pun yang Allah tetapkan pasti mengandung kebaikan. Orang yang husnuzan tidak akan mudah terjebak dalam keluh kesah, karena ia percaya setiap ujian mengandung hikmah, dan setiap takdir Allah adalah jalan menuju kebaikan. Allah berfirman:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216).
Husnuzan bukan sekadar optimisme, melainkan buah dari iman yang mendalam kepada sifat Allah yang Maha Bijaksana.
Ketenangan Hati Berawal dari Prasangka
Hati yang penuh husnuzan akan lebih mudah menerima keadaan. Inilah yang membuat seorang mukmin memiliki ketenangan batin meski sedang diuji. Sebaliknya, prasangka buruk (su'uzan) hanya melahirkan kegelisahan, rasa kecewa, dan bahkan bisa menjauhkan diri dari rahmat Allah.
Allah menjanjikan ketenangan bagi hamba yang mengingat-Nya:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram." (QS. Ar-Ra'd: 28).
Mengingat Allah dan menata prasangka baik adalah jalan menuju jiwa yang damai.
Husnuzan Membentuk Pikiran Positif
Selain hati yang tenang, prasangka baik kepada Allah juga memengaruhi cara berpikir. Pikiran positif lahir dari keyakinan bahwa Allah selalu menolong hamba-Nya. Maka ketika menghadapi masalah, seorang mukmin tidak berhenti pada keluhan, tetapi berusaha mencari jalan keluar sambil bersandar kepada Allah.
Pikiran positif yang berlandaskan iman ini menjadikan seorang muslim lebih sabar, lebih bersyukur, dan lebih kuat menghadapi tantangan hidup.
Pada akhirnya, semua usaha menyemai husnuzan dan ketenangan bermuara pada tercapainya qalbun salim (hati yang bersih). Hati yang tidak dirusak oleh iri, dengki, putus asa, atau prasangka buruk. Hati inilah yang kelak menjadi bekal berharga di hadapan Allah pada hari kiamat (QS. Asy-Syu'ara: 88--89).
Hadis "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku"Â mengajarkan bahwa prasangka baik kepada Allah adalah kunci ketenangan hati dan pikiran positif. Dengan husnuzan, seorang muslim mampu menyikapi takdir dengan sabar, bersyukur dalam nikmat, dan tidak putus asa dalam cobaan. Menyemai husnuzan berarti merawat iman, hingga hati menjadi damai dan jiwa siap kembali kepada Allah dengan qalbun salim.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI