Mohon tunggu...
Muhammad Yulian Mamun
Muhammad Yulian Mamun Mohon Tunggu... Dosen - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin

Tinggal di Banjarmasin, alumni KMI 2006. Menulis tentang sejarah, wisata, ekonomi & bisnis, olahraga dan film.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Masjid Al Mansyur: Aksi Nekat di Atas Menara

22 November 2015   10:40 Diperbarui: 22 November 2015   10:40 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Mansyur terbilang cukup produktif menghasilkan karya tulis agama Islam terutama yang dalam disiplin ilmu falak (astronomi). Semasa hidupnya, beliau adalah rujukan masyarakat Betawi dalam menentukan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.

Hingga sekarang, ilmu falak masih diajarkan di masjid ini. Salah satu santri asal Lampung yang saya temui di pekarangan masjid menyebutkan bahwa tiap malam dan setelah shalat shubuh, pengajian di sini selalu masih tetap berjalan.

[caption caption="Kaligrafi arab tulisan Guru Mansyur. Perhatikan tanda tangan beliau di pokok kanan bawah. Foto koleksi pribadi."]

[/caption]

“Saya sebenarnya nyantri sama salah satu Habib di Condet. Tapi kalau akhir pekan saya sering ke sini buat pengajian sekalian bantu-bantu pengurus masjid,” demikian ujar santri remaja berkulit sawo matang itu sambil menyapu daun-daun yang berguguran.

Di antara kitab yang beliau tulis adalah:

  1. Kaifiyatul Amal Ijtima.
  2. Khusuf wal Kusuf.
  3. Tadzkirotun Nafi'ah.
  4. Mizartul I’tidal.
  5. Khulashotul Jadawil.
  6. Diroyatul Ulum wa Manzharatin Nujum.
  7. Wasiilah at Thullaab.
  8. Majmuu’ Khamsu Rasail.
  9. Jadwal Faraidh.
  10. Al lu'lu al Mankhum.

Simbol Perjuangan Betawi

“Islam tidak mau ditindas, saya enggak mau ngelonin kebatilan”, tandas Guru Mansyur menolak sogokan Belanda.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Belanda rupanya tidak rela begitu saja. Para penjajah itu kembali ingin menancapkan kuku kolonialnya di republik ini.

Meski terkenal bijaksana, Guru Mansyur bersikap keras dan tanpa kompromi terhadap Belanda. Suatu ketika tahun 1948, Guru Mansyur dengan gagah berani mengibarkan bendera merah putih di menara masjid tersebut. Mirip dengan aksi pengibaran bendera di hotel Yamato, Surabaya.

Belanda pun murka. Tentara NICA menyerbu dan menembaki kubah menara masjid. Belanda juga beberapa kali memanggil Guru Mansyur ke Hoofdbureau atau Kantor Polisi di Gambir, mempertanyakan tentang aksi ini.

Penjajah sadar pengaruh besar Guru Mansyur terhadap perlawanan masyarakat Jakarta amat besar. Mereka berusaha membujuk beliau agar bekerjasama dengan kolonial Belanda. Dengan tegas Guru Mansyur menolak. “Islam tidak mau ditindas, saya enggak mau ngelonin kebatilan”, demikian tandas beliau dihadapan perwakilan Belanda yang mencoba merayunya dengan sejumlah uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun