Mohon tunggu...
Mutz 10
Mutz 10 Mohon Tunggu... -

Pingin nulis-nulis, pingin punya banyak temen, dan nambah pengetahuan yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Dirimu Dirinya

27 Oktober 2011   07:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:27 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

~Oktober 2011~ Setahun sudah berlalu. Waktu terus bergulir. Terjebak dalam rutinitas pekerjaan, berjuang untuk survive adalah alasan paling logis untuk menepis segala sedu-sedan cerita cinta. Kadang, meskipun kamu yakin telah melupakannya, sebuah lagu mampu membawa semua kenangan indah bersamanya kembali ke pikiranmu. Semenjak group promotor X-tra bubar di akhir tahun lalu menjadi momentum pula bagi berakhirnya kisah romeo n juliete Sigid dan Tania. Bukan alasan karena masing-masing harus mencari pekerjaan baru namun lebih kepada grafik hubungan mereka berdua yang lebih diwarnai dengan percekcokan telah mencapai titik kulminasi. Sejak itu pula keduanya telah memutuskan hubungan komunikasi, me-remove ID facebook, menghapus nomor kontak di ponsel masing-masing, men-delete foto-foto bersama, dan membuang segala barang-barang yang bisa menjadi kenangan. Sigid dan Tania bertekad menutup mata, telinga, hati, dan pikiran dari kabar tentang satu dengan lainnya. Sigid kini bekerja di sebuah perusahaan pengolahan data digital. Meski demikian, sialnya masih saja ada teman-teman mereka yang bergerak secara militan menjadi “ex-love-news-broadcaster” yaitu menjadi pemberi kabar tentang mantan kekasih. Sehingga mau tak mau Sigid masih saja menerima kabar tentang Tania. Tentang Tania sekarang bekerja di Surabaya. Tania memenangkan lomba menulis blog tingkat nasional, Tania jadi presenter seminar wirausaha di Jakarta, Tania ini… Tania itu…. Bah! Siapa juga yang nanya-nanya tentang dia?! Kenapa tiba-tiba semenjak Januari 2011 hingga kini teman-temannya nyambi menjadi wartawan infotainment? “Giiiid!” Sigid menoleh ke belakang tanpa menghentikan langkah. Ternyata Anji, temannya yang bekerja di perusahaan BUMN yang mana perusahaannya dulu pernah menjadi user group promotor X-tra. “Hei, Ji!” Sigid cuma melambai tangan. “Gid! Somse amat sih lo!” Anji terus mengejar langkahnya. “Gue buru-buru, Ji! Biasa…Senen banyak kerjaan,” “Gid…. si Tania mo merried minggu depan!” Kali ini kalimat Anji benar-benar menghentikan langkah Sigid. Frezze! “Apa??” “Makanya, lu kalo jalan jangan kayak motor balap gitu donk! Tania mo nikah minggu depan, Sabtu. Lo mo dateng ga?” “Emang gue diundang?” Tukas Sigid keky karena pertanyaan Anji barusan. Anji terbahak melihat Sigid melengos. —————————— What a Monday! Benar-benar Senin yang ‘indah’! Pagi-pagi udah terima news-update ter-grezz tentang Tania. Di meja kerjanya, tumpukan dokumen sebanyak dua ribu lembar milik oil-company harus di-scan, dirapikan dengan software photoshop, untuk kemudian disimpan dalam format PDF sebelum diserahkan hasil matangnya kepada pihak company user. Siang ini pula, Sigid menerima Surat Perintah untuk bertugas di Cepu selama empat hari. “Mau nikah? Urusan lo!” Pernikahan mantan kekasih. Cinta dan kebahagiaan. Menempuh hidup baru. Jasa Foto Pre-Wedding. Bayang-bayang masa lalu. Patah Hati.  Pernikahan Mantan, Datang atau tidak? Jodoh Anang-Ashanty. Syahrini tetap menyanyi. Galau! Ribuan kata-kata itu bermunculan setiap kali Sigid browsing internet di sela-sela kesibukan. Entah dari inbox Multiply, dari status facebook teman-temannya, di situs Kaskus, di Twitter, di artikel Yahoo! dan sebagainya. Sepertinya Oktober ini memang musim galau. Aaaaaaaaaaaaaaarrrrrgggghhh!!! Galau! Gelap! Langit pada mega telah melarut Jumat malam itu. Tak ada yang menjadi prioritas sekembalinya ke kotanya usai tuntas tugas di Cepu selain tidur! —————————— Sabtu. Cuaca cerah. Cahaya matahari seolah memaksa masuk menembus jendela kaca yang terselubung gorden. Gila! Dah jam sepuluh?! Bukan main Sigid terkejut sampai melompat dari atas tempat tidur. Bergegas menuju pintu hendak mengambil handuk di rak di luar. “Astaga! Ini kan hari Sabtu! Kenapa gue jadi workaholic begini?!” “Eh, apa nih?” Tiba-tiba Sigid melihat selembar kartu berwarna pink terbungkus plastik bertuliskan namanya pada label bagian depannya, terselip di celah pintu. Undangan acara pernikahan: Tania & Arul di Bandung. “Bang Ali! Baaang!” Tak sabar Sigid mengetuk pintu rumah Bang Ali, si pemilik kos sekaligus Ketua RT di lingkungan sini. “Ada apa Gid?” Bang Ali membuka pintu. “Bang, siapa yang ngasiin undangan ini?” Sigid mengacungkan undangan tersebut. “Ooh… tadi pagi ada seorang perempuan paruh baya, katanya dia yang kerja di rumah Bu Asti, dia diminta menyampaikan undangan ini setelah Bu Asti sekeluarga berangkat pagi ini,” “Oo begitu. Oke, tenkyu infonya Bang,” Bergegas Sigid kembali ke kamar. Asti, rekan sekerja Anji sekaligus sahabat Tania. Asti menyuruh pembantunya memberikan undangan ini kepadanya. “Pagi ini? Hmmff bagooes! Kalaupun gue memacu motor pagi ini hingga tiba di tempat hajat butuh waktu paling tidak tiga jam. Daripada sampai di gedung pestanya keburu bubar mending kirim doa aja deh. Gotcha! Nomernya?? Ah, untung masih bisa tanya Anji. Duileee… negh hape kemana lage? O iya masi di ransel. “Ji, lo punya nomernya Tania kan? kirim ke gue ya,” “Heheh, napa lo bro? Koq gak dateng aja skalian? Tadi gw mo ngajak bareng cuma kosan lu masih dikunci pagernya,” “Yeah taulah… yaudah lo kirim ya,” “Ocre bro!” “Thanx!” Tak ada cara lain menjawab undangan Tania, selain sms: “Selamat Tania, moga menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah dan dalam ridho Allah,” SMS sent. Report: delivered! Terserah. Mau dibaca. Mau langsung di-delete. Mau dibanting hapenya. What I care! Urusan lo. Simpan saja ucapan terima kasihmu itu. Lo-gue-end. Tak ada yang harus kita sesali semua indah yang pernah kita alami meskipun terbatas dan tak mungkin terikat janji abadi Aku dirimu dirinya tak akan pernah mengerti tentang suratan Aku dirimu dirinya tak resah bila sadari cinta tak kan salah —————————— ~November 2011~ “Jiahahay! I win! I win!” “Heh! Berisik amat sih lo!” Helena, rekan di cubicle sebelah berdiri sambil memelototi. “Pa’an? Emang lo sediri gak berisik? Tiap hari nyanyiin lagu mellow!” “Lagu mellow lo bilang berisik? Lagian gue kan pake headset!” “Iya pake headset tapi mulut lo teteeup nyanyi kenceng banget,” “Hooiii udah… udah… lama-lama kalian bisa berjodoh kalo bertengkar terus,” Lerai Rio. Nicky dan Tommy di belakangnya langsung mengamini. “Gue ama dia? Hiiiy!” bantah Sigid. “Heh! Cowo gunung es! Siapa juga yang mau ama lo?” “Koreksi Hel, cowok eskimo!” sela Nicky jahil. “Sshh… udah… udah… kalian ini kenapa sih?” Lerai Rio lagi. “Gue menang quiz Yo. Hadiahnya tiket liburan 6 hari 5 malam Tour ke Bali,” Rio dan teman-teman membelalakan mata. “Gila lo Gid! Sesuatu banget tuh! Mau donk!” “Karena waktu ikutan quiznya gue single, jadi tiketnya cuman atu, Yo,” “Dasar aja pelit!” ejek Helena lagi. “Bodo! Bwee!” “Jangan lupa oleh-olehnya Gid,” “Tenang aja, gue pasti bawain oleh-oleh buat kalian semua,” —————————— -Catatan Sigid, Desember 2011- Rombongan tour ini terdiri dari 20 orang. Rata-rata orang muda. Sebagian besar dari Jakarta, selebihnya dari kota lain. Ada pasangan suami-istri, ada yang bersama sahabat, ada juga yang bareng koncoan sekantornya. Aku sendirian. Ini kesempatan emas buat refreshing, cuti seminggu, cari suasana baru, cari teman baru, siapa tau ehm… tapi nyatanya tak begitu. Hari pertama, kami dijemput di Bandara I Gusti Ngurah Rai, langsung dibawa ke The Legian Beach Hotel, di Jalan Melasti, Kuta, Bali. Belum ada aktivitas tour. Masih diberi kesempatan buat leyeh-leyeh dulu. Pemandangan teras kamarku sangat menyenangkan, ke sebelah kiri aku leluasa bisa menikmati pemandangan pantai. Sialnya, di posisi leter L dari kamarku adalah kamar dua sejoli yang sedang bermadu kasih. Maklum sih, baru menikah. Tak perlu ada yang mempermasalahkan bila setiap kali mereka pamer kemesraan setiap menit. Tiap keluar kamar si cewe selalu bergelayut manja di pundak cowonya, berpelukan dan berciuman mesra. Memangnya di kamarnya tak sempat ya? Pret! Mereka adalah Tania dan Raul Lebay! A.K.A Arul. GILA!!! Kenapa bisa ya satu paket perjalanan dengan mereka? Huek! Bodo amat lah! Selama perjalanan tour aku dan Tania seperti orang asing yang tak pernah saling mengenal sebelumnya. Lucky me! Dapet kenalan cewe-cewe manis dari Jakarta dan Bogor. Alda dan Rika, dari perusahaan IT. Juga ada Gea dan Inet dari perusahaan elektronik di Bandung. They’re cute and good to be friends. Malamnya, acara perkenalan. Semua berkumpul untuk acara santai yang di-guide oleh Pak Nyoman selaku Tour Guide of Bali dan Pak Farhan sebagai Manajer Bali Tour Ceria di Karaoke & Bar yang sudah di-set untuk rombongan Bali Tour Ceria. Satu persatu dipersilakan ke depan, memperkenalkan diri, boleh berekspresi bebas, boleh menyumbang lagu, dan inilah persembahan saat tiba giliran Tania dan Raul Lebay! Bagaikan tetesan hujan di batasnya kemarau berikan kesejukan yg lama tak kunjung datang menghapus dahaga jiwaku akan cinta sejati betapa sempurna dirimu di mata hatiku tak pernah kurasakan damai sedamai bersamamu tak ada yg bisa yg mungkin kan mengganti tempatmu kau membuat ku merasa hebat karena ketulusan cintamu ku merasa teristimewa hanya hanya karena, karena cinta kau beri padaku sepenuhnya buatku selalu merasa berarti kini ku merasa hebat karena kau yang membuatku makin kuat jantungku bergerak cepat semua yg berat bisa lewat inikah cinta yg sejati melayang ku terbang berenang di awan tak akan kita kan lepas dan jatuh sekarang cinta, sang cinta, kita kan terus mencinta Keduanya terus bergandeng tangan, tak lepas, berpelukan lagi dan lagi. Disambut riuh rendah tepuk tangan seluruh peserta tour. Selasa, sarapan pagi di hotel. The Cuters, sebutanku untuk Alda, Rika, Gea dan Inet. Kami sarapan dalam satu meja. Acara pertama singgah di Galuh sebagai pusat batik dan souvenir Bali, dilanjutkan dengan Celuk sebagai pusat kerajinan perak. Mengunjungi obyek wisata Goa Gajah, tempat pertapaan Hindu dan Budha peninggalan abad ke-11, dan langsung beranjak menuju Kintamani. Makan siang di Baturi Kintamani Resto sambil menikmati keindahan Danau dan Gunung Batur. Perjalanan dilanjutkan menuju Pura Tirtha Empul Tampaksiring yang terkenal dengan sumber air suci. The Cuters tak henti-hentinya menarik-narik tanganku, mengajak berfoto bareng. Singgah di Sukawati, pasar lokal yang menyediakan barang-barang kerajinan dengan harga murah. Beranjak malam menuju Madania Resto untuk menikmati makan malam. Kembali ke hotel dan istirahat. Rabu, sarapan pagi lagi bersama The Cuters. Kami makin asyik ngobrol tentang banyak hal, dunia IT, komputer, softaware, fotografi, sampe tentang cinta. Tour dimulai dengan mengunjungi Pura Taman Ayun, Pura peninggalan masa kejayaan Raja Mengwi. Dilanjutkan dengan obyek wisata Bedugul untuk melihat keindahan Danau Beratan dan Pura Ulun Danu. Menikmati makan siang di Mentari Restaurant Bedugul sambil menyaksikan keindahan panorama alam pegunungan. Dilanjutkan dengan Tanah Lot, kawasan pantai selatan yang terkenal dengan keunikan pura ditengah laut dan keindahan sunsetnya.  Sorenya menonton Tari Kecak. Makan malam di Pawon Pasundan restaurant. Hmm… sejak acara menonton Tari Kecak tadi aku tak lagi melihat Tania-Raul Lebay! Sepertinya sejak sore mereka memisahkan diri dari rombongan. Dasar, mentang-mentang masih pengantin baru. Kembali ke hotel dan istirahat. Buzz!!! Ponselku bergetar. Sebuah sms masuk. “Rombongan Bali Tour Ceria diminta berkumpul di loby segera. Farhan.” Pak Farhan ngapain nyuruh kita ngumpul?? Beranjak aku meninggalkan kamar menuju loby hotel. Di sana peserta tour sebagian sudah berkumpul mengerumuni Pak Farhan, Pak Nyoman, dan Manager Hotel. Oww! Ada beberapa orang petugas kepolisian. Emang ada apa nih? Pak Farhan mulai mengumumkan, “Begini, bapak-ibu-mas-mbak sekalian… mohon maaf bila kami mengganggu istirahatnya… kami baru saja terima kabar dari kepolisian, salah satu dari rombongan kita mengalami kecelakaan. Mas Arul. Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit,” Arul? Kecelakaan?? Suara riuh rendah orang-orang saling bertanya-tanya satu dengan lainnya. Pak Farhan berbicara lagi dengan polisi. Seorang di antara kami berbisik, “Teroris…. tadi sore Mas Arul kena peluru nyasar dari sniper tak dikenal…” Rombongan serentak menjadi panik. Sebagian dari mereka membicarakan tentang kemungkinan the next bom Bali. Aku sendiri bergidik membayangkan hotel kami akan jadi sasaran berikutnya. Suasana mendadak mencekam. “Tenang… tenang bapak-ibu semua, kami memastikan keadaan kalian semua akan aman di sini. Penjagaan di sekeliling hotel ini sudah diperketat. Kami mohon kerjasamanya agar malam ini tetap tinggal di hotel. Jangan ada yang kemana-mana dulu!” seorang dari petugas berseragam itu memberi komando. Aku mendekat dan berbicara dengan Pak Farhan. “Maaf Mas Sigid. Tapi tak seorang pun diizinkan ke sana,” cegah Pak Farhan. “Bagimana kalau pihak polisi turut mengawal saya? Tolonglah…,” “Kenapa Anda ingin sekali menjenguknya?” “Tania teman saya, teman lama saya,” Pak Farhan mengerutkan kening. “Baiklah, saya akan bicara dengan AKBP Windu,” Di rumah sakit. Wajah itu begitu tirus. Terbaring lemah tanpa daya di tempat tidur berseprei serba putih. Kepala korban dililit dengan balutan putih tebal. Peralatan medis mengelilingi pembaringannya di ruang ICU. Aku melihatnya dari balik pintu kaca. Perlahan aku membuka pintu kasa tersebut setelah mengenakan seragam steril berwarna hijau. Dingin sekali di dalam. Tania yang tergugu di samping pembaringan suaminya tak menyadari kedatanganku. Aku melangkah mendekat. Lembut aku memegang pundaknya dari belakang. Tania terkejut. Ia menoleh. Ekspresi pandangannya seketika begitu beku. Bingung. Matanya masih basah oleh linangan air mata. “Semoga Allah memberikan kekuatan buat Arul,” ucapku pelan. Diam. Aku membalikkan badan. Hingga langkahku telah kembali mendekati pintu…. “Amiin….Makasi Gid,” suara Tania terdengar lirih di sela-sela isaknya. Aku terus melangkah keluar. Waktuku yang diberikan Pak Polisi tak banyak. —————————— Kamis, rencana wisata kami ternyata tak dilanjutkan. Dengan alasan demi keamanan, rombongan Bali Tour Ceria akan segera diberangkatkan kembali ke Jakarta sore ini. Kecuali Tania dan Arul yang harus stay di Bali International Medical Center untuk perawatan. Mereka mendapat kompensasi dari pihak Yayasan Bali Ceria Tour. Waktu yang tersisa paling hanya kami gunakan untuk bersantai di Pantai Seminyak. Aku menjauh dari The Cuters yang biasanya selalu menarik-narik tanganku mengajak bersenda-gurau, berfoto bareng, atau surfing bareng. Aku sedang ingin sendiri. Hingga sore hampir menjelang aku masih merendam kaki dalam deburan ombak di bibir pantai. Pak Farhan menghampiriku. “Mas Sigid, mohon bersiap-siap berkemas. Sebentar lagi kita check-out,” Aku hanya mengangguk. “O ya, tadi ada saya ketitipan surat…. dari Mbak Tania. Tadi siang kami menemuinya di rumah sakit,” “Surat??” Aku terperanjat. “Iya… ini…,” Pak Farhan menyodorkan sebuah amplop berwarna putih yang masih terlem rapi. “Oke, makasi Pak Farhan,” Manajer Bali Tour Ceria itu lalu beranjak meninggalkanku. “Tania ngasi surat buatku?” Aku masih menimang-nimang amplop putih tersebut. “Aahh…” Kulihat jam tangan. Sudah hampir pukul tiga sore. Amplop putih itu sama sekali tak kubuka, melainkan kuremat dan kulempar ke arah pantai, biar saja hanyut terbawa ombak. Bukankah tak ada yang perlu kita sesali? Semua sudah berakhir, Tania. Hidup tak akan indah jika semua sama. Dan perbedaan adalah untuk saling melengkapi, bukan untuk saling membenci. Bukan aku yang tak menerimamu apa adanya, menerima segala gejolak jiwa absurdmu sebagai seorang seniwati, namun kamulah yang selalu mempersoalkan apa yang tak kumiliki, apa yang tak sama dengan kesukaanmu, apa yang berbeda dengan cara sudut pandangmu sehingga selalu menyulut pertengkaran di antara kita. “Sebenarnya sejak dulu pun kita nggak pernah cocok, kamu yang selalu formal, logis, perfeksionis sementara aku orang yang aneh… di matamu!!” Itu ucapmu dulu ketika kita sedang jalan di mall di depan banyak orang, Tania. Aku diam. Selalu diam, sementara kamu bebas mencaci-maki setiap kali ada perbedaan pendapat di antara kita, dan pelarianku hanyalah curhat-curhat gak jelas pada teman-teman di situs jejaring sosial, itupun kamu persoalkan, kamu anggap aku hanyalah seorang pengecut karena tak pernah mau meladeni cercaan lisanmu secara spontan, di depan umum. Hingga kini, sampai nanti, tinggal aku berkasih dengan bayangmu, rasa sayangku untukmu akan tetap ada meski tak pernah bisa kamu mengerti. Sekarang, apalagi yang ingin kau katakan Tania? Biarlah Pantai Seminyak ini yang mengetahui isi surat tersebut, ungkapan isi hatimu, yang tak perlu lagi kutahu. Kututup Catatanku. Seminyak, Bali Desember 2011. —TAMAT— *maaf, kalau masih terdapat banyak kekurangan dalam cerita ini ^_^*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun