Mohon tunggu...
mutmainah Emut
mutmainah Emut Mohon Tunggu... Wanita
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengajar, Bloger, writer aktif di komunitas belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Takdir Menjadi Wanita Kedua

30 Agustus 2022   14:33 Diperbarui: 30 Agustus 2022   14:36 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gurusiana.id

Maryam duduk di beranda memandang langit biru yang cerah tapi tidak dengan hatinya. Dia terluka tapi tidak berdarah. Lamunannya kembali ke masa 15 tahun silam awal ia mengenal suaminya Joni. 

Joni sosok yang sempurna. Gagah, baik, perhatian, memiliki jabatan di pemerintahan. Perempuan manapun pasti akan tertarik dengannya termasuk Maryam. Joni menjadi pengawas di kec Cimanyen, sebuah kecamatan yang sejuk nan indah, tidak pula jauh dari ibu kota, di kecamatan ini pula Joni bertemu dengan Maryam. 

Bukan cita-cita Maryam untuk menjadi yang kedua, inginnya seperti orang lain menjadi satu-satunya. Namun suratan nasib berkata lain. Joni laki-laki yang telah beristri berkenalan dengan Maryam, wanita singgle beranak satu. 

Joni mengakui jika ia telah beristri, namun rumah tangganya berada diujung perceraian. Joni terlihat baik dan sopan, ia bersungguh-sungguh meyakinkan Maryam untuk menjadi pendamping hidupnya pengganti istrinya yang kini rumah tangganya berada diujung tanduk. 

Selama satu setengah bulan Maryam dan Joni pendekatan, hingga akhir memutuskan untuk menikah, pernikahan mereka pun diketahui istri tuanya. Suka duka menjadi istri kedua sungguh luar biasa. Dicap sebagai perusak rumah tangga orang, pelakor, label ini melekat selama perjalanan hidupnya dengan suami. Bukan hanya label penderitaan batin pun ia terima dari perlakuan suami yang tidak adil. 

Joni lebih condong kepada istri tua, pembagian hari pun tidak merata, Maryam kebagian dua hari sabtu dan minggu, lima harinya jatah untuk istri tua. 

Alasan Joni bahwa rumah tangganya dengan yang tua diujung tanduk hanya modus semata, Maryam yang polos baru menyadari setelah pernikahannya terjadi, mau mundur pun tak mungkin ia tidak mau menjadikan pernikahan sebagai sebuah permainan. Ijab kobul yang telah terucap sebagai bukti sahnya ia menjadi istri. 

Pun tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Pengalaman pahit membesarkan anak tanpa seorang ayah cukup sekali Maryam rasakan. Maryam tidak mau anaknya kurang kasih sayang dari bapaknya, cukup anak pertama dengan suaminya dahulu yang tidak pernah merasakan belaian kasih sayang sang bapak. Untuk kedua putrinya jangan sampai terjadi. 

Maryam bertahan selama ini karena ia sudah dikaruniai dua putri dengan Joni, Joni yang dulu bak pahlawan. Aslinya ternyata kasar, meski tidak pernah main fisik, tapi ucapannya dan kata-katanya menusuk jantung. Ketika lagi marah barang yang ada disekitarnya bisa melayang terbang ditangannya. 

Sungguh aneh begitu dalam pikiran Maryam, seharusnya menjadi istri muda itu enak, selalu di nomor satukan, lah ini Boro-boro, nafkah lahir pun tidak pernah ia dapatkan. Joni hanya memberikan jatah buat kedua anaknya saja, selain itu tidak sama sekali. 

Berawal dari seorang guru honorer murni, Maryam mengajar dengan sepenuh hati, meski ia bukan sarjana, lalu kemudian Joni berinisiatif untuk Menguliahkan Maryam, sampai lulus sI pendidikan agama Islam, setelah lulus Maryam disuruh mengabdikan diri di sekolah yayasan milik suaminya Joni, dengan perjanjian ketika Maryam mengajar cukup datang ke sekolah, tidak boleh mampir sana sini apalagi sampai mampir ke rumah istri tuanya.

 Kebetulan yayasan milik suaminya berdampingan dengan kediaman istri tua. 

Bertahun-tahun Maryam mengajar disana, dari guru biasa sampai diangkat menjadi Kepala sekolah, tapi anehnya tidak pernah di gaji, haknya sebagai guru tidak ia dapatkan, suaminya selalu beralasan bahwa ia bisa mengajar mendapatkan sertifikasi bahkan menjadi kepala sekolah atas jasanya. 

Maryam tetap terima, dan hanya bisa ngedumel dalam hati. Maryam sadar tenaganya dimanfaatkan oleh suami dan istri tuanya, ibarat kata pepatah terlanjur basah ya sudah mandi sekali. 

Suami yang labil, ketika emosinya terpancing, kata kata mutiara yang tak layak diucapkan akan keluar bak semut yang bergerombol keluar dari sarangnya, sungguh sangat menyakitkan hati tak segan sang suami meludahi Maryam. Harga diri yang sudah diinjak-injak, biaya kuliah yang selalu diungkit. 

Hingga suatu hari Maryam pun terpancing emosi, Maryam menjawab semua ocehan Joni, sok silahkan pak, ambil kembali semuanya, ini ijazah S1, ini DP motor yang pernah bapak kasih, enggak apa apa saya mah enggak ngajar juga, saya mah akan konsen ngurusin anak, sama ngelola PAUD. Kebetulan Maryam memiliki PAUD yang ia dirikan sendiri tanpa campur tangan suami. 

Tabiat joni yang meledak ledak ketika emosi memang susah untuk berubah, ada masanya Joni lembut, perhatian tapi bisa dihitung dengan jari. Beristri dua selalu ada pembanding, Maryam selalu dibandingkan dengan istri pertamanya. lihat tuh Enah, dia mh orangnya nurut, dibilangin suami enggak pernah membangkang, contoh tuh Enah rumah selalu bersih gk pernah berantakan, omongan seperti itu kerap keluar dari mulut Joni. 

Lebih lucu lagi ketika diluar rumah, Maryam tidak boleh nyapa suaminya duluan, seakan-akan tidak saling kenal, kecuali Joni yang duluan nyapa disitulah Maryam boleh menghampirinya. Padahal rumahtangga udah terjalin 15 tahun lebih, dan sudah bukan rahasia umum lagi, hampir semua orang yang mengenal mereka berdua tahu, bahwa mereka suami istri. 

Sebulan tiada kabar berita, Maryam berusaha mencari informasi tentang keadaan Joni, lalu Maryam memberanikan diri bertanya via whatsapp kepada joni suaminya, Ayah bagaimana kabarnya ? Kok sabtu minggu enggak ada pulang ke rumah mamah ? 

Joni menjawab bahwa ia kurang enak badan, dan sekarang berada di rumah istri pertamanya. Bergegas maryam pergi ke rumah Enah untuk menemui suami, setelah sampai Enah menyambut layaknya tamu, Enah bersalaman dengan Maryam. 

Maryam salaman dengan joni menjaga jarak dengan menangkupkan kedua belah tangannya. Maryam tidak berani mendekati suaminya sendiri. Begitu enah ke dapur maryam buru2 mendekati suaminya untuk bertanya apa yang dirasa sambil nemegang jidat suaminya, mengecek suhu tubuh, begitu istri pertamanya datang kembali, lalu maryam menjauh seperti semula. 

Akh ku kira ini hanya ada di sinetron ternyata ini ada disekitar ku. Entah rumah tangga macam ini. Bertahan dari joni hanya mendapat luka dan luka. 

Kesabaran Maryam sungguh luar biasa, ia cukup bersukur dikasih dua hari dari banyaknya hari dalam seminggui, tidak menuntut banyak , ia pun ikhlas tidak mempermasalahkan hal itu, ia percaya Tuhan yang akan memantaskan segalanya, keadilan akan ia dapatkan dari sang Maha adil. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun