"Kantong kering," sahut Asep sambil terkekeh.
"Iya," Udin ikut tertawa sambil mengunyah buah kresen. Sengaja ia mengeraskan suara kecap mulutnya menyamarkan suara perutnya yang keroncongan.
"Sudahlah, yang jelas kita sama-sama tahu. Kresen nikmat saat kita laper, Sep," ucap Udin sambil tersenyum getir melihat warung Mpok Eti yang tutup sejak pademik.
Rasa lapar mengalihkan pikiran Udin tentang masa depan. Ia mulai berpikir kemana akan mengamen kali ini. Sesaat kemudian senyuman manis menghias wajahnya seiring harapan yang mengembang. Teringat rumah bercat biru di ujung jalan yang sering ia datangi. Biasanya perempuan di rumah itu tak segan memberinya koin meskipun setiap hari ia langganan datang. Walaupun sedikit yang diberi, setidaknya pemilik rumah itu tidak menutup pintu atau tidak pura-pura tuli ketika mendengar suara Udin bernyanyi.
Mutia AH
RuJiKu, 2022