MashaAllah tabarakallah. Juga 'alhamdulillah' yang otomatis tersebutkan, saat banyak teman berkabar tulisan saya menjadi salah satu pemenang dari Lomba Menulis berikutnya.Â
Kali ini, dengan hadiah yang sangat mengesankan. Trip 5D4N ke Mandalika, Lombok. Ekstra mengesankan, karena trip-mate-nya adalah 9 Kompasianers lainnya yang juga menang. Kembali, saya berlari ke kamar ibu dan bercerita dengan penuh haru. "Terima kasih ibu, doa ibu terjawab..."
Berikutnya, mulai berkemas. Sekali ini, sedang belajar berhemat dengan barang-barang saat ngetrip. Kaos oblong utama dan sepasang kaos kaki untuk tidur, dua celana panjang nyaman dan minim bau kalau dipakai berulang, plus satu set pakaian resmi serta kain tenun motif khas Lombok untuk webinar di hari pertama. Iyap, total trip akan berlangsung selama 5 hari dan tiga hotel terbaik Lombok untuk menginap selama 4 malam.
DSP Mandalika Yang Masih Basah di Awal Desember
Kalimat judul yang paling tepat, di hari pertama kedatangan. Alhamdulillah, meski beberapa penerbangan rekan-rekan Kompasianers yang dari Jawa sempat memutar sebelum landing, kedatangan di hari ini cukup lancar.Â
Kecuali bahwa Arai, yang sudah menyempatkan menyewa motor, terpaksa tetap cek in tengah hari, karena hujan deras yang mengguyur sebagian besar wilayah Lombok menjadi tak nyaman untuk ditelusuri menggunakan motor.
Malam hari, saya, Efa dan Hani sepakat buat eksplor Mandalika naik sepeda. Gara-garanya, pas mau kembali ke kamar kami di lantai 5 Raja Kuta Mandalika, tiga sepeda nangkring asyik di salah satu pojok lobby hotel. Tanya FO, boleh disewa di harga 15K idr per jam.Â
Cuzz, sebagai yang asli orang Lombok, rasanya sudah kewajiban saya buat memandu. Walau agak gelap karena penerangan serba minim, sekelompok anjing liar, serta langit maghrib yang mendungnya statis, kami bertiga sempat juga kunjungi Kompleks Masjid Raya Nurul Bilad.
Sebelumnya, 10 pemenang yang sudah berkumpul, diajak ke PMISC (Pertamina Mandalika International Street Circuit). Tepatnya di Bukit Jokowi, satu spot dimana biasanya menjadi lokasi para VVIP. Dari titik ini, tampak jelas tikungan ke-16, serta lokasi Start sekaligus Finish dari sirkuit yang disebut tercantik sedunia ini. Satu alasan, mengapa selalu bisa menyepakati branding 'Wonderful Indonesia'.
Tentu juga satu spot wajib kunjung saat ke Lombok, titik senja di Bukit Merese. Sayangnya, gerimis dan mendung enggan beranjak. Tapi tak masalah. Kehangatan dan keseruan trip bersama, sudah terasa dan dimulai. Alhamdulillah.
International Conference Mandalika, Siwa's Cliff Dinner dan Tembok Batu Coklat
Ulasan tentang akan segera saya tag. Highlight dari beragam diskusi bernas, padat informasi dan mencerahkan dari konferensi internasional ini, bahwa Mandalika kini bak Putri Nyale. 'Kecantikan'nya memikat banyak pihak.Â
Satu yang menarik, siapkah juga menjadi destinasi kuliner kelas dunia? Yang dikenal sebagai 'Gastronomi Tourism'. Beruntung, diskusi terkait ini, langsung kami lakukan bersama di Desa Wisata Bilebante, di trip hari pertama (Kamis, 2/12, 2021).
Sore, kami ber-10 diajak ke Siwa's Cliff. Belakangan, saat sedang menikmati dinner, Brendan -- GM Siwa Cliff, bisa kami ajak ngobrol langsung. Keheranan mbak Yayat tentang rapi dan indahnya tembok batu coklat, terjawab. Batu coklat yang menjadi sebagian interior dan eksterior spot hang out berbintang 5 ini, berasal dari bebatuan di lokasi Siwa Cliff berada.
Usai dinner, beruntung pula mampir di Desa Adat Sade, berburu syal dan kain tenun khas Lombok. Tampiasih Saiq Dirga, sudah mau kami datangi malam-malam pas gerimis.
Ebatan, Ayam Merangkat di Bilebante dan Senja di Bukit Selong Sembalun
Ah ia, masih saat dinner, kami ditemani Arie Prasetyo -- Operating Manager ITDC. Berkat ijin beliau pula, kami kembali eksplor PMISC, kali ini di dalam sirkuit! Trip yang akhirnya lengkap, karena bisa pula merasakan langsung euphoria berada di dalam track, juga berputar satu lap dan melihat langsung beberapa titik yang viral selama WSBK.
Usai dari sirkuit, kami ke sentra gerabah, di Desa Banyumulek. Lalu, jelang siang, kami mengarah ke Desa Wisata Bilebante. Enam orang Kompasianers perempuan, beradu keahian memasak (cuma Efa doang si :D), empat lelaki turut Ngebatan, alias memasak langsung bahan kuliner Ebatan. Menu yang dimasak sendiri inilah yang lantas jadi menu makan siang kami. Kenyang, kami bersiap mengarah ke Desa Sembalun.
Mendung dan gerimis kembali datang, lalu menderas di sebagian jalur Hutan Pusuk, arah menuju Sembalun. Tetap saja, tak bisa melewatkan sunset di Bukit Selong. Saat dinner, beberapa kotak Pempek Palembang, yang ditenteng Om Nduut dan dipaketkan Yuk Kartika Kompal, menemani menu makan malam kami.
Pun pertunjukan yang membuat saya kembali merasa beruntung luar biasa. Tiga tarian tradisional Sembalun menemani santap malam kami. Tarian terakhir, 'Pemidangan', dan dua tarian pembuka, dipertunjukkan terakhir di 13 tahun lalu. Wonderful Indonesia.
Air Terjun Sendang Gila, Senggigi dan TWA Tunak Yang Basah
Jelang hari terakhir, Â saya ingatkan bahwa 9 rekan Kompasianers beruntung. Meski hujan deras di sebagian besar trip, mereka telah total melintas 4 kabupaten (Tengah, Barat, Timur dan Utara) dan ibukota propinsi NTB -- kota Mataram, selama 4 hari dan 3 malam terakhir.Â
Jadi, menggenapkannya dengan menginap di malam terakhir di Tunak Cottage, walau tetap tanpa langit biru, adalah selalu menjadi rezeki nan berkah. InshaAllah.
Di Jumat, (4/12, 2021) hujan deras sudah hadir tak lebih dari jam 8 pagi. Air terjun Sendang Gile di Lombok Utara, terpaksa kami lewatkan. Demikian juga spot foto di Malimbu.Â
Hujan tak berikan kompromi. Hari tersebut, agak aman ketika sampai di dua spot pusat oleh-oleh, yakni Lombok Exotic dan Lestari. Yang lelaki, melaksanakan ibadah Jumat di Islamic Center. Lalu, makan siang di salah satu resto tertua yang paling awal kenalkan kuliner Ayam Taliwang. Sisa hari, kami habiskan di TWA Tunak.
Di TWA Tunak, kami memberi makan 46 ekor rusa di penangkaran, berlanjut dengan perjalanan seru naik kap terbuka Ford Ranger, melepas tukik ke laut lepas yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Jangan Tanya angina laut dan arusnya. Sayang, sekali ini, kelabulah yang lebih disukai langit dan laut.
Sport-tourism Mandalika dan Cagar Biosfer Lombok Bukan di Trip Harian
Iyap. Tanpa bermaksud penegasan ulang sifat dasar manusia, yang seringkali merasa tak cukup. Nyatanya, trip 5 hari 4 malam eksplor pulau Lombok, memang tak cukup. Triathlon, tantangan 7 Summit Rinjani, bersepeda, event-event balap motor, atau blusukan hutan hujan nan basah, takkan pernah cukup di trip harian.
Sebagian teman-teman bahkan menggenapkan keberuntungan trip mereka, mampir di Desa Keteng. Satu sentra Sarang Burung Walet, spot yang bahkan saya pribadi belum pernah datangi. Pak Gapey-ah yang memutuskan untuk tetap bersilaturahmi, di jam-jam terakhir berada di Lombok.
Jadi, jika Anda seorang pecinta wisata olahraga, datanglah ke Mandalika Lombok beberapa hari lebih lama dari jadwal event yang Anda ikuti. Anda jauh lebih mencintai oksigen menyegarkan dari pepohonan di hutan-hutan hujan basah di Lombok? Datanglah di salah satu bulan antara April sampai September. Langit dan laut biru Lombok, ombak tinggi, juga pepohonan serba hijau serta ratusan jenis bunga, siap menyambut Anda. Jangan lupa kontak saya sebagai guide yak .. ^^
*Selong, 6 Desember (Sedikit penutup, cuitan saya tentang banjir hari ini di beberapa titik di Lombok, karena hujan deras sejak hari Minggu kemarin).
Desa Lembah Sari, kec. Batu Layar, Lombok Barat (cred. WAG lokal)
Stay safe semuanya. Hujannya merata lagi di hari Senin ini. pic.twitter.com/iFFTshHSaI--- IG: BunSal88-- (@Muslifa_Aseani) December 6, 2021