1. Teori Komunikasi Sibernetik
 Teori ini berfokus pada proses komunikasi antara manusia dan mesin seperti penerimaan, pengiriman, dan pengolahan data. Komunikasi sekarang terjadi tidak hanya antara manusia dan sistem digital dalam hal World ID dan verifikasi iris mata. Data biologis diubah menjadi kode digital dan dikirim ke server pusat untuk diverifikasi selama pemindaian iris. Teori ini membantu memahami bagaimana data biometrik diproses dan diintegrasikan dalam sistem komunikasi digital kontemporer karena proses ini mencerminkan model komunikasi sibernetik, yang terdiri dari pengirim (individu), pesan (data biometrik), saluran (perangkat pemindai dan jaringan internet), penerima (sistem World ID), dan umpan balik (hasil verifikasi).
2. Teori difusi inovasi
 Everett Rogers, yang menjelaskan bagaimana kemajuan teknologi menyebar dan diterima oleh masyarakat. Beberapa faktor memengaruhi penggunaan teknologi verifikasi iris mata oleh World ID di Indonesia. Ini termasuk keunggulan komparatif (lebih aman daripada password biasa), kompatibilitas (memenuhi kebutuhan masyarakat digital), kompleksitas (mempermudah penggunaan), kemungkinan uji coba, dan observabilitas (pengaruh yang dapat dilihat secara langsung). Karena ada insentif finansial untuk melakukan pemindaian iris, banyak masyarakat belum memahami manfaat dan risiko teknologi. Media Massa dan media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang sistem verifikasi iris mata dan World ID. Menurut teori difusi inovasi, agen perubahan (change agents), seperti pengaruh, media, dan pemerintah, memiliki kemampuan untuk mempercepat atau memperlambat adopsi inovasi melalui cerita yang mereka buat. Jika media lebih banyak menyoroti kontroversi dan bahaya, adopsi teknologi akan melambat. Sebaliknya, jika manfaat teknologi ditampilkan, masyarakat cenderung menerimanya tanpa mempertimbangkan.
 Dengan memahami keterkaitan antara teori komunikasi sibernetik, dan teori difusi inovasi, kita dapat mengidentifikasi strategi komunikasi yang paling efektif untuk menghadapi tantangan etis, sosial, dan teknis dalam implementasi World ID dan verifikasi iris mata di Indonesia. Pendekatan multidisiplin ini tidak hanya memperkuat perlindungan data pribadi, tetapi juga memastikan bahwa inovasi teknologi dapat diterima dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab oleh seluruh lapisan masyarakat.
Adapun keterkaitannya dengan Etika Filsafat dan Etika Komunikasi yang relevan, berikut keterkaitannya :
1. Reduksi Identitas Manusia
 Replikasi digital dan statis identitas manusia dengan data biometrik seperti iris mata Ini menimbulkan pertanyaan filosofis tentang martabat manusia jika identitasnya direduksi menjadi data. Menurut (Heidegger 1977), teknologi bukan hanya alat tetapi juga "cara manusia hadir di dunia". Teknologi bukan hanya alat, tetapi juga cara manusia hadir dan berelasi dalam dunia.Â
Penggunaan teknologi biometrik menimbulkan pertanyaan mendasar tentang hakikat manusia dan relasi kuasa dalam masyarakat digital.(Harper, 1977)
2. Otonomi dan Persetujuan Sadar
Etika filsafat menekankan pentingnya otonomi dan persetujuan sadar. Jika masyarakat memberikan data iris demi insentif finansial tanpa pemahaman utuh, maka terjadi pelanggaran terhadap prinsip otonomi dan martabat manusia (Kant, 1785). Untuk menjaga otonomi moral individu di masyarakat digital, setiap proses pengumpulan data pribadi, terutama data biometrik yang abadi, memerlukan persetujuan yang sadar dan transparansi penuh. (Widya Padjadjaran, 2013;112)