Dulu, ketika mendengar cerita Ramayana, yang pertama kali terlintas dalam pikiran adalah 'kisah cinta yang fenomenal'. Namun, seiring berjalannya waktu dengan sering munculnya cuplikan video ataupun sekedar kata-kata pada beranda media sosial, menambah pengetahuan bahwa kisah cinta antara Rama Wijaya dan Dewi Sinta tidak semulus jalannya FTV. Hal tersebut, menumbuhkan rasa ketertarikan untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah Ramayana, yang diadaptasi ke dalam budaya Jawa. Konon dalam cerita Jawa tidak hanya menyuratkan history-nya saja, namun juga menyiratkan makna filosofis.
Banyak orang yang membandingkan tulus cinta antara Rama dan Rahwana (seorang raksasa yang mencintai Dewi Sinta dengan tulus dan suci). Padahal masih banyak pelajaran moral yang disampaikan di dalamnya.
Dikisahkan dalam cerita Ramayana, bahwa Dewi Sinta yang seorang putri raja, titisan Batari Widowati telah menikah dengan Rama Wijaya. Perjodohan keduanya melalui sebuah sayembara. Dan Rama lah yang dapat memenangkan sayembara yang dibuat oleh ayah Dewi Sinta. Alhasil Rama menikah dengan Dewi Sinta.
Setelah menikah Rama harus menjalani hukuman untuk hidup di pembuangan selama 13 tahun. Kemudian tahta kerajaan, sementara dipimpin oleh adik Rama, Raden Lesmana Widagda. Dewi Sinta yang sudah jatuh hati sejak melihat Rama yang ternyata mampu memenangkan sayembara, ia pun tanpa berpikir panjang langsung ikut Rama untuk menjalani hukuman pembuangan.
Namun hal buruk menimpa Sinta, ia diculik oleh Rahwanaraja yang merupakan raksasa, raja Alengka. Sinta diculik selama 12 tahun di kerajaan milik Rahwana. Disana Sinta ditempatkan dibagian istana Alengka yang paling indah, karena begitu besar cinta Rahwana kepadanya.
Selama Sinta diculik di kerajaan Rahwana, selama itu pula Rama dan semua bala pasukannya menyusun strategi untuk membebaskan Dewi Shinta. Hingga tepat pada tahun ke-12 penculikan Dewi Sinta. Akhirnya Rama dan pasukannya yang dibantu oleh Anoman (sahabat Rama) berhasil membebaskan Dewi Sinta. Dan Rahwana yang bersembunyi di celah gunung karena berlari menghindari kejaran anak panah Kiai Pandangu yang dilepaskan oleh Rama, badannya terjepit diantara gunung tersebut. Yaitu gunung Karungrungan. Sehingga hanya kepalanya yang tersembul diantara keduanya. Konon gunung kembar tersebut adalah potongan kepala 2 orang yang mirip dengan Rama dan Lesmana Widagda, yang dulunya digunakan untuk mengelabui Dewi Sinta, agar mau memberikan cintanya kepada Rahwana, setelah mengetahui bahwa suami dan adiknya telah meninggal.
Hal tersebut dilakukan oleh Rahwana, karena ia tahu bahwa Dewi Sinta sangat mencintai suaminya. Sehingga ia tidak mau disentuh sama sekali oleh Rahwana. Selama 12 tahun. Dan Rahwana tidak pernah serampangan untuk menyentuh Dewi Sinta selama tidak diizinkan. Karena ia tahu, ia hanya ingin memiliki Dewi Sinta, hanya jika Dewi Sinta telah memberikan cintanya kepadanya.
Inilah salah satu kesalahan Rahwana yang dengan terang-terangan mengambil hak milik orang lain, untuk dijadikan miliknya. Meskipun cintanya kepada Dewi Sinta tulus dan suci, dan selalu tunduk terhadap apapun yang diminta oleh Dewi Sinta. Namun, cara yang digunakannya jelas tidak dapat dibenarkan.
Setelah Rahwana, berhasil dikalahkan oleh Rama Wijaya. Kemudian kepemimpinan kerajaan Alengka digantikan oleh adik Rahwana, Gunawan Wibisana. Sosok yang arif dan bijaksana. Raja baru yang akan mengembalikan tatanan negara kearah yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Tepat pada saat Dewi Sinta berhasil dibebaskan dari tawanan Rahwana, saat itu pula berakhir masa pembuangan Rama. Maka Rama kembali ke Ayodya bersama dengan Dewi Sinta. Akhirnya Ayodya kembali memiliki raja dan permaisuri. Namun, cobaan tidak berakhir begitu saja. Setelah kepulangan Sinta ke Ayodya justru membawa buntut permasalahan yang lebih panjang.
Ternyata dari kekalahannya, Rahwana menyimpan dendam kepada Rama dan Sinta. Ia yang tidak akan pernah mati karena telah diberi umur seusia jagad raya oleh Dewata. Akhirnya memikirkan sesuatu yang dapat membalaskan dendamnya kepada Rama dan Sinta. Meskipun dirinya tidak dapat bergerak.
Ide yang muncul yaitu dengan menebarkan kejahatan yang merupakan sifatnya, yaitu angkara murka ke seluruh jagad raya. Lalu ia tebarkan hawa jahat tersebut dalam bentuk gelembung tak kasat mata yang ketika keluar dari mulutnya, maka gelembung tersebut akan terbang terbawa angin.
Gelembung jahat tersebut akan masuk ke dalam jiwa manusia yang lengah tidak waspada terhadap dirinya sendiri. Maka saat itulah manusia akan berubah jahat sifat dan perangainya. Sehingga akan membuat kerusakan di sekitarnya.
Suatu hari, sampailah hawa jahat tersebut ke Ayodya. Berawal dari kawula Ayodya yang sedang berkumpul kemudian salah seorang dari mereka menyatakan keraguannya terhadap kesucian Dewi Sinta. Kemudian ditanggapi oleh yang lainnya. Hingga gosip tersebut tersebar luas dan sampai terdengar oleh Rama Wijaya.
Rama Wijaya yang dalam jiwanya telah bersarang gelembung jahat Rahwana, akhirnya ikut terpengaruh. Keraguan muncul di dalam hatinya. Alhasil, ia menyetujui untuk melakukan upacara 'Sumpah Obong' terhadap Dewi Sinta. Membuktikan kesucian Dewi Sinta di depan seluruh rakyat Ayodya
Upacara 'Sumpah Obong' telah dilaksanakan dan terbukti bahwa Dewi Sinta masih suci. Karena dirinya masih utuh, tidak tersentuh api sedikitpun.
Namun, setelah pembuktian tersebut tidak membuat Dewi Sinta tenang. Karena ia sudah diragukan oleh seluruh kawula Ayodya, bahkan suaminya sendiri. Akhirnya Dewi Sinta memutuskan untuk pergi meninggalkan kerajaan. Meskipun dalam keadaan hamil muda. Tanpa sepengetahuan Rama.
Setelah 16 tahun Dewi Sinta menghilang dari kerajaan. Akhirnya ia dipertemukan kembali dengan Rama Wijaya.
Dari tokoh Rahwana yang diberi umur seusia dunia ini, dapat kita ketahui bahwa Dewa tidak salah dalam memberikan jatah. Dan sifat angkara murka yang melekat pada jiwa Rahwana adalah lambang kejahatan di dunia ini yang akan terus ada sampai dunia ini berakhir. Dan Rama Wijaya adalah tokoh yang menggambarkan bahwa kerusakan yang diakibatkan dari kejahatan harus dibereskan dengan daya akal budi yang mengarah pada tatanan kebaikan. Diantara dua sifat tersebut tidak akan pernah dipisahkan di dunia ini, keduanya saling melengkapi. Karena keduanya adalah simbol keseimbangkan alam semesta layaknya siang dan malam, api dan air, gelap dan terang. Dan sifat berlawanan akan terus ada sampai dunia ini digulung oleh sang maha pencipta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI