Mohon tunggu...
Muhammad L Aldila
Muhammad L Aldila Mohon Tunggu... Pengacara - Meester in de Rechten

merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Tukang komentar isu-isu hukum, politik dan kebijakan publik. Tulisan saya lainnya bisa akses ke https://muhmdaldi.weebly.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengapa Kita Cenderung Suka dengan Sesuatu yang Ilegal?

29 Desember 2019   16:46 Diperbarui: 30 Desember 2019   11:17 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi streaming film di laptop. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Sumber: liputan6.com
Sumber: liputan6.com
Paradigma

Mengutip definisi KBBI, paradigma adalah kerangka berpikir. Sementara menyitir Wikipedia, paradigma adalah cara pandang terhadap diri dan lingkungannya yang mempengaruhi cara berpikir (kognitif), bersikat (afektif), dan bertingkah laku (konatif).

Ia juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya dalam disiplin intelektual. Sementara, dalam bahasa sederhana saya sih menyebutnya sebagai: cara kita berpikir sekaligus cara kita memandang sesuatu.

"Kalo bisa gratisan, kenapa harus bayar sih?"
"Yaelah, ribet banget sih. Mereka juga udah kaya keleus. Gapapa lah sekali-kali nonton gratisan"
"Eh, lo punya film [nama film] gak? Minta dong. Gue belum download nih. Besok tanggal merah soalnya"

Sebagai generasi milenial, saya sangat-sangat meyakini kalimat-kalimat percakapan di atas atau yang sejenisnya sering mampir dalam keseharian kita. Bisa datang dari keluarga, sahabat, kekasih atau.. bahkan kita sendiri. Saat masa jahiliah --belum kenal dunia hukum, saya juga pernah demikian. Menjadi 'pengedar' film illegal. Jadi kita impas kok.

Namun, yang menarik untuk disimak adalah betapa sebenarnya cara kita berpikir itu telah tersistemasi sedemikian rupa sedari kecil untuk menerima kenyataan bahwa sesuatu yang illegal seperti menonton film bajakan itu menjadi suatu hal yang lumrah.  

Saya coba menarik ingatan saya kembali ke belakang. Saat kecil, saya sering dihadapkan pada situasi sulit. Apabila diperluas ke ukuran negara, sederhananya disebut sebagai situasi hukum.

Tidak usah terlalu berat memikirkan kondisi politik bangsa pada tahun-tahun 1998 lah, tetapi situasi yang lebih sederhana dan membumi seperti pembenaran dapat menyogok polisi saat ditilang.

Pembenaran semua prosedur di kelurahan lancar saat ada pelicin, pembenaran bahwa KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) itu lumrah di pemerintahan, hingga pembenaran bahwa situasi hukum di Indonesia digambarkan begitu kacau sehingga memaksa saya (sebagai seorang anak di bawah 17 tahun pada saat itu) mengamini pembenaran yang dinarasikan berulang-ulang oleh orang tua saya.

Bayangkan, selagi masih menjadi anak dibawah umur saya yang dinarasikan oleh orang tua saya begitu kemudian menyebarkan ke anak-anak lain di sekolah.

Ketakutan-ketakutan semu itu menyebar dari saya ke teman-teman saya, dari teman saya ke teman yang lain dan begitu terus sampai semua anak se-Indonesia sepakat bahwa kondisi hukum Indonesia ini brengsek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun