Mohon tunggu...
Muharningsih
Muharningsih Mohon Tunggu... Guru - Pengurus IGI Kab. Gresik-Pengurus KOMNASDIK KAB. Gresik-Editor Jurnal Pendidikan WAHIDIN

Linguistik-Penelitian-Sastra-Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Targetku Jangan Cegah Aku Untuk Luapkan Emosi yang Lama Terpendam!

12 Maret 2024   23:07 Diperbarui: 12 Maret 2024   23:30 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: harapanrakyat

Pernah dengar kata emosi? Pakai nanya!  Jawabannya gak harus dengan emosi juga dong, pastinya sahabat Kompasianer  sudah hafal dengan kata yang terdiri dari lima huruf itu. Emosi, geram saya menuliskannya. Kesal dan geregetan menelaah referensi emosi. tapi jangan buru-buru beranggapan jika emosi itu melulu perkara hal yang meluap-luap. Atau ketika ada orang marah diberi emblem emosi. Supaya tidak salah kaprah, yuk belajar seputar emosi dan hal-hal yang menyangkut di dalamnya. 

Asyik juga di hari kedua ramadan 2024 menelusuri teori emosi. Banyak psikolog mencetuskan beragam pengertian emosi. Merujuk pada sumber Roeckelein, J. E. (2006) Setidaknya terdapat empat macam teori emosi. Teori James Lange, Canon Bard, kognitif emosi, dan emosi serta motivasi (Tomkins). 

Saya akan menguraikan salah satu permasalahan emosi menurut James dan Lange. Bagi kedua ahli asal Amerika tersebut, emosi merupakan perubahan-perubahan dalam sistem darah manusia. Tidak berhenti di aliran darah saja, nyatanya emosi dapat merubah respon seseorang dari rangsangan luar tubuh. 

Misalnya: saat Anda tiba-tiba terjerembab di tangga, maka secara refleks tangan akan mencari pegangan. Setelahnya disusul rasa takut. Emosi Anda ditandai jantung berdebar keras, dan napas terengah-engah, serta kaki dan tangan gemetar. Bahasan teori ini menitik beratkan pada rasa takut hinggap setelah respon badani.

Kenapa saya tertarik dengan emosi? Sebab dalam ramadan kali ini, ingin rasanya saya luapkan emosi yang lama terpendam. Perlu diketahui emosi miliki dua wajah, satu positif dan satunya lagi negatif. Pengelompokan jenis positif mengacu pada hal-hal yang menyenangkan. 


Timbulnya perasaan positif dapat dicontohkan seperti jatuh cinta, bahagia dapat menunaikan salat tarawih, senang mendengar bonus perusahaan sudah cair, gembira melihat anak-anaknya sudah khatam 30 juz, kagum mendengar kisah inspiratif teman lama, dan lain sebagainya. Kebalikan dari positif, kategori negatif  yaitu emosi yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, acuh dan sebagainya. 

Target atau keinginan saya yaitu belajar untuk progres yang lebih baik tentang luapan emosi. Mungkin bagi sebagian pendapat mengatakan bahwa lebih bijak memendam emosi daripada mengeluarkannya, karena dapat merepotkan orang lain sekaligus dianggap hal yang memalukan. 

Namun hal tersebut tidak lagi masuk dalam daftar prinsip hidup saya. Karena lambat laun memendam emosi akan berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental. Naturalisasi sebagai manusia seandainya keinginan saya begitu kuat guna curahkan segala hal yang telah saya lalui. 

Saya akan mengubah pola pikir yang terus menghantui kaitannya dengan emosi. Kiranya jika saya rangkum akan menjadi lima bagian bahwa saya sering atau sudah lama memendam hal-hal yang harusnya diungkapkan.

1. Saya jarang sekali menampakkan emosi yang sedang saya rasakan

Ketika saya memiliki masalah yang membuat emosi meningkat, entah itu perkara positif maupun negatif. Saya bersikap biasa saja di hadapan orang walau pikiran saat itu kacau maupun gembira. Tetapi sudah waktunya untuk perlahan mengekspresikan emosi saya.

2. Saya terus merasa berlari dari emosi, bahkan tidak berpikir untuk menghadapinya

Emosi yang mendalam membuat saya acuh terhadap hidup. Sudah bosan dan malas memikirkan solusi yang harusnya diambil. Untuk menghindarinya, saya pergi ke mal sendiri, tidur, nonton maraton drama Korea dan serial India hingga larut malam. Tak jarang saya mengendarai motor sekadar keliling kota tanpa tujuan pasti.

3. Seringkali saya malu atau bahkan tidak bisa menangis untuk ungkapkan rasa sakit

Mungkin karena saya takut untuk dihakimi atau dinilai buruk, lemah, cengeng, dan belum dewasa. Bahkan saya menyangkal apa yang saya rasakan, lalu meresponnya dengan hal yang biasa saja. Seolah tidak terjadi apa-apa. kelakar saya dalam hati "I'm fine"

4. Saya sering merasa kesepian

Saya sering merasa terpisah dari orang lain, baik dari pertemanan maupun kelompok sosial yang harusnya bersama dengan saya. Bahkan sering kali di tempat ramai pun hati saya sunyi. 

5. Saya selalu menunjukkan sisi berbeda ketika bersama dengan orang lain dan ketika sedang sendiri

Ketika saya menghadapi orang lain, saya menjadi sosok yang humoris dan menyenangkan kemudian orang lain akan melihat saya sebagai pribadi ceria, bahagia, penuh semangat, dan jauh dari masalah kehidupan. Akan tetapi berbeda saat saya sendirian. Saya bersedih hingga pusing memikirkan akibat masalah yang begitu rumit menimpa garis hidup.

Belajar meluapkan emosi secara benar sebagai target di sela-sela hari puasa wajib, dapat saya lakukan melalui kegiatan sebagai berikut.

a. Emosi positif

Pertama, Bercerita kepada orang yang dipercaya. Karena emosi bersifat temporal, maka alangkah baiknya saya mencoba menceritakan kepada teman atau keluarga yang dapat dipercaya untuk mendapatkan solusi. Minimal dengan menyampaikan unek-unek, sudah terbangun perasaan lega. Kelegaan itu dapat menimbulkan respon emosi positif ditandai dengan tawa, senang, dan niat ikhlas beribadah tanpa rasa kesal. Kaitannya dengan kegiatan ramadan, saya dapat menghadiri pengajian, mengikuti tadarus, pergi ke masjid untuk salat berjamaah, dst.

Kedua, sama-sama berkecimpung di media sosial, alangkah baiknya saya ganti nonton drama Korea dengan menulis. Luapan emosi diolah menjadi tulisan, bukan makian. Siklus menulis diawali dari pencetusan ide lalu dikembangkan. Hal ini membutuhkan waktu dan mengasah pikiran, sehingga ruang untuk merenungkan permasalahan hidup tidak terlalu kalut. Refreshing otak perlu dikuatkan melalui hal-hal positif.

Ketiga, sholawatan dan atau menyanyi. Ada apa dengan sholawatan atau nyanyian? Nada dari aliran musik yang ditimbulkan dapat merespon hati menjadi plong. Saya tidak menganggap bahwa sholawat sama halnya dengan nyanyi. Tetapi kegiatan inilah yang bisa saya terapkan supaya emosi positif tersalurkan. Menghafal lirik merupakan suatu bentuk kinerja organ tubuh. Terjalin kolaborasi yang harmonis antara indra pendengar dan daya ingat. 

Keempat, gowes (bersepeda). Hobi lama yang terpendam karena kesibukan dan tumpukan emosi yang belum sempat tersalurkan, maka saya memilih untuk gowes. Saat gowes kita bisa menikmati alam dan lingkungan sekitar. Hati dan badan menjadi sehat saat mengayuh sepeda. Apalagi dapat berjumpa dengan teman-teman komunitas gowes. Semakin lebar senyum ini, sehingga luapan emosi positif pun terwujudkan. Tapi tetap menjadi catatan saya, bahwa gowes tidak perlu menempuh jarak jauh, cukup sekitar kompleks rumah. Stamina saat puasa harus terjaga dengan baik.

b. Emosi negatif

Pertama, target saya untuk meluapkan emosi negatif yang awalnya tidak menjadi diri sendiri, maka mencoba menampakkan bahwa saya sedang sedih, marah, atau bahkan gelisah. Sesekali saya akan mengekspresikannya di depan teman atau lawan bicara. saya tidak akan malu mengatakan bahwa saya sedang galau. Jangan sampai luapan emosi berbentuk sumpah serapah ataupun kemarahan yang membara. Targetnya belajar mengontrol diri secara verbal.

Kedua, mengganti wajah suram di hadapan lawan bicara dengan senyuman. Ketika saya emosi biasanya wajah juga mengikutinya. Sebagai pengingat bahwa apa yang saya lakukan tidak menyenangkan, hal yang saya lakukan mengelus dada dan berbisik pelan "Astagfirullah". Sebleum meninggalkan temapt, ucapkan permintaan maaf, jika perlu jabat tangannya. Dengan demikian orang yang kita hadapi tidak tersinggung atas kemuraman kita.

Ketiga, merasa kesepian di tengah keramaian. Jangan sampai saya berbuat hal yang merugian buat saya sendiri maupun orang lain. Mengurung diri di kamar misalnya. Tidak melakukan pekerjaan rumah, sedangkan anak-anak juga perlu perhatian dari saya. Target saya, ajak anak ngabuburit atau bersama-sama membuat es campur untuk menu berbuka puasa. Kegembiraan anak-anak menjadi cahaya tersendiri untuk saya. Seolah hilang emosi yang terlintas sebelum bercengkrama dengan anak-anak.

Target bersanding teori emosi yang telah saya sampaikan kiranya menjadi catatan abadi di ramadan tahun 2024. Bagi diri saya pribadi maupun orang lain, jangan sesekali mencegah luapan emosi seseorang. Biarkan mengeksplor emosinya, sesekali berilah ruang dan waktu.  Dengan begitu Anda sudah menyelamatkan kesehatan mental seseorang. 

Gresik_12 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun