Dalam keseharian masyarakat Jawa, kata lanang kerap terdengar begitu akrab. Sering muncul dalam percakapan sehari-hari untuk menyebut jenis kelamin laki-laki. Namun, sesungguhnya lanang menyimpan makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar istilah biologis.Â
Di balik kata ini, tersimpan filosofi hidup, pandangan budaya, dan nilai-nilai luhur yang membentuk karakter seorang lelaki sejati.
LANANG, Lebih dari Sekadar Laki-Laki
Secara leksikal, lanang berarti laki-laki. Lanang setara dengan kata "laki-laki" dalam bahasa Indonesia, atau "priya" yang juga dipakai dalam bahasa Jawa dengan nuansa lebih formal.Â
Namun, perbedaan kecil ini menyimpan pesan budaya yang besar. Jika kata priya terdengar resmi dan jarang digunakan dalam percakapan harian, maka kata lanang terasa lebih dekat, lebih hangat, dan lebih membumi dalam keseharian orang Jawa.
Namun, makna lanang dalam praktiknya tidak berhenti di situ. Lanang sendiri menjadi konsep tentang bagaimana seorang laki-laki seharusnya menjalani hidup. Kata ini mengandung nilai, harapan, dan tanggung jawab yang melekat pada diri seorang lelaki, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Filosofi "LAkune teNANG"
Salah satu tafsir menarik dari kata lanang adalah singkatan LAkune teNANG. Filosofi ini menekankan bahwa seorang laki-laki selayaknya memiliki sikap tenang, tidak tergesa-gesa, tidak ceroboh, tidak kasar, dan tidak meremehkan sesuatu.
Dalam pandangan Jawa, ketenangan adalah kunci kebijaksanaan. Seseorang yang terburu-buru cenderung mudah salah langkah, sementara mereka yang tenang bisa berpikir jernih dan bertindak bijaksana. Seorang lanang sejati bukanlah yang menunjukkan kekuatan dengan amarah, melainkan yang mampu mengendalikan dirinya, menahan ego, serta memberi teladan lewat keteduhan sikapnya.
Lanang sebagai Tanggung Jawab
Dalam masyarakat Jawa tradisional, lanang memiliki kedudukan yang sarat dengan tanggung jawab. Sejak kecil, anak laki-laki dididik untuk menjadi sosok pelindung, pemimpin, dan penanggung jawab dalam keluarga. Dipersiapkan bukan sekadar untuk hidup mandiri, tetapi juga untuk memikul peran sosial yang lebih luas.
Ketika seorang anak lahir sebagai lanang, keluarga Jawa biasanya menaruh harapan besar padanya. Diharapkan kelak mampu menjaga nama baik keluarga, mengemban peran sebagai kepala rumah tangga, serta memberi rasa aman bagi orang-orang di sekitarnya. Karena itu, menjadi lanang bukan sekadar identitas, melainkan juga sebuah amanah.
Lanang Sing Wicaksana
Orang Jawa percaya bahwa menjadi lanang berarti juga menjadi wicaksana atau bijaksana. Sifat ini dianggap puncak dari kedewasaan seorang lelaki. Â Tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga matang dalam berpikir, lembut dalam bertindak, dan luas dalam pandangan.