Di desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah, tinggallah anak lelaki bernama Arga. Usianya baru menginjak enam belas tahun, kelas dua SMA, dengan kulit legam terbakar matahari. Setiap hari, ia mengayuh sepeda tuanya yang kadang rantainya copot, kadang remnya ngadat. Sepeda itu setia menemaninya pulang pergi sekolah, melewati jalan pinggir sawah.
Suatu siang, sepulang sekolah, Arga merasa ada yang berbeda. Di jalan setapak menuju rumah, dia melihat seorang gadis yang juga sedang menuntun sepedanya. Gadis itu memakai tas ransel yang sudah agak pudar warnanya.Â
Arga mengenalnya itu Alya. Teman sekelasnya yang baru pindah dan duduknya di barisan depan, Arga sebetulnya belum sempat ngobrol sama sekali padanya. Satu kelas, tapi belum pernah saling menyapa. Hari itu, karena kebetulan jalan mereka searah, mereka pun berjalan berdampingan dalam diam, dengan canggung.
"Eh... ban sepedamu bocor ya?" tanya Arga sambil melirik sekilas.
Alya menoleh, tersenyum kecil. "Iya, Aku pikir kuat sampai rumah, ternyata malah makin kempes."
"Mau aku temenin cari bengkel deket sini?" tanya Arga sambil menahan senyum canggung.
Alya mengangguk pelan. Maka, sepanjang jalan pulang itu, dua anak SMA ini berjalan berdampingan di antara hamparan sawah dan langit biru yang seolah sengaja membingkai momen sederhana mereka.
Sejak hari itu, akhirnya, mereka jadi sering pulang bersama. Awalnya masih kikuk, masih saling bingung harus bicara apa. Tapi lama-lama, perbincangan mereka mulai cair. Mulai dari cerita pelajaran yang susah, kelakuan guru yang lucu, sampai cerita-cerita random yang entah datang dari mana.
Seperti suatu hari, Alya bertanya sambil menahan tawa, "Arga, kamu percaya nggak kalau ayam itu bisa jatuh cinta sama manusia?"
Arga mengerutkan dahi. "Hah? Emang kamu pernah lihat ayam naksir orang?"