Di Singapura, konsep work-integrated learning diterapkan luas. Mahasiswa sejak awal diwajibkan magang di industri, bahkan ada skema earn and learn di mana kuliah dan kerja berjalan bersamaan. Hasilnya, lulusan lebih siap secara praktis dan industri tidak terlalu lama melatih ulang.
Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia, menekankan project-based learning. Mahasiswa mengerjakan proyek nyata bekerja sama dengan perusahaan lokal. "Kuliah bukan sekadar duduk di kelas, tapi langsung terjun ke masalah riil," tulis laporan OECD (2021).
Indonesia mencoba meniru lewat program Kampus Merdeka. Mahasiswa diberi kesempatan magang, riset, atau kuliah di luar kampus hingga satu tahun. Namun implementasinya belum konsisten. Banyak mahasiswa mengeluh magang hanya diisi tugas remeh seperti fotokopi atau input data.
"Kalau magang hanya jadi tenaga murah, jurang kampus dan kerja nggak akan tertutup," kritik Herbet Sihombing.
Industri Healing ala Pendidikan
Menariknya, gap ini melahirkan "industri baru": kursus kilat, bootcamp, hingga sertifikasi. Dari coding bootcamp, kelas desain grafis, hingga workshop komunikasi bisnis.
Pasar ini tumbuh pesat karena mahasiswa sadar, kuliah saja tidak cukup. Namun, fenomena ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan formal menjawab kebutuhan industri.
"Sekarang lulusan kuliah masih harus bayar lagi buat kursus supaya bisa kerja. Itu beban ganda," kata Maya.
Jalan Tengah: Kolaborasi Nyata
Para pakar menilai solusi ada pada kolaborasi lebih erat antara kampus dan industri. Kurikulum harus adaptif, dosen perlu membuka diri terhadap tren terbaru, sementara perusahaan harus memberi ruang pembelajaran, bukan hanya menuntut.
Selain itu, mahasiswa juga harus lebih proaktif. Aktif berorganisasi, ikut komunitas, atau mencoba freelance project bisa jadi bekal nyata. Dunia kerja bukan hanya tentang apa yang dipelajari, tapi bagaimana kita belajar hal baru dengan cepat.