Keterangan foto: suasana dalam ARB Cafe, coffee shop bergaya country [foto: dok pribadi]
Usianya masih belia, bertubuh ramping dengan kepala plontos. Penampilannya bersahaja, ramah, dan mudah bergaul. Bertani dan berdagang bukan hal baru bagi anak muda ini, karena dia lahir dan dibesarkan dalam keluarga besar petani. Kakeknya seorang petani dan saudagar tembakau terkenal diera tahun 1970-an. Wajar darah wirausaha mengalir deras dalam tubuhnya.
Dia adalah Erwin Pratama, anak muda kelahiran Takengon Aceh Tengah, 31 tahun lalu. Menjelang peringatan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2015, saya berbincang-bincang dengan pemilik ARB Cafe ini, sebuah coffee shop yang berlokasi di Jalan Lebe Kader, Reje Bukit Takengon.
Perbincangan dimulai dari latar belakang usaha coffee shop yang dikelolanya. Sebagai anak muda, dia ingin memberikan karya nyata kepada bangsa ini melalui peningkatan nilai tambah produk petani. Menurutnya, pemuda harus menjadi “motor” penggerak dalam pemanfaatan produk lokal [produk dalam negeri]. Itulah salah satu tanda kesetiaan kepada Indonesia.
“Sumpah Pemuda, itu sumpah setia kepada Indonesia, harus dibuktikan dengan karya nyata,” sebut Erwin.
Asli Reje Bukit [ARB] Cafe, itulah nama untuk karya nyata yang sudah ditorehkan Erwin Pratama. Sejak dibuka tanggal 23 Februari 2015 lalu, cafe bergaya country itu laris manis. Menjadi tempat nongkrong para coffee lover, bahkan sebagai lokasi favorit bagi keluarga dan anak muda. Dia sempat kewalahan lantaran para pengopi tidak beranjak dari sana, meskipun waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari.
Awalnya, anak muda ini bukan seorang pengopi meskipun dibesarkan dalam keluarga petani kopi. Akibat keseringan nongkrong di cafe internasional sewaktu sekolah di Jakarta, akhirnya dia “jatuh hati” kepada si hitam yang bernama kopi. Di Jakarta, dia baru dapat merasakan nikmatnya cita rasa kopi arabika. Padahal, dia selalu berkutat dengan budidaya kopi arabika sepanjang hidupnya, tetapi belum pernah mencicipi cita rasa dan aroma kopi yang ditanam keluarganya.
Setiap libur sekolah, dia selalu pulang kampung, ke Takengon Aceh Tengah. Di tepi Danau Laut Tawar itu, hasrat ngopi makin membara akibat kebiasaan ngopi di cafe internasional. Untuk memenuhi hasrat itu, setiap sore dia nongkrong di Kantin Batas Kota, salah satu tempat favorit ngopi di Takengon. Disana, dia kerap mengamati kerja sang barista yang bernama Win Ruhdi Bathin. Seorang petani dan jurnalis yang alih profesi menjadi seorang peracik kopi.
Dia makin terkesima melihat seni meracik kopi sang barista, bisa menghasilkan bercangkir-cangkir minuman berbasis kopi. Sering dipuji, tidak jarang pula dikritik, namun sang barista dapat menerima semua itu. Sosok inilah yang menginspirasi Erwin Pratama, lalu dia membulatkan tekad mengikuti latihan barista pada tahun 2012, sampai akhirnya membuka coffee shop sendiri.
Semenjak peluncuran coffee shop itu, biji kopi terbaik yang berasal dari kebun keluarga, dibeli oleh Erwin Pratama untuk bahan baku coffee roasted. Musim panen tahun ini, sebanyak 1 ton kopi arabika varietas Gayo-1 [Timtim] berhasil diolahnya menjadi kopi specialty. Kopi terbaik itulah yang akan disajikan untuk pelanggan coffee shop ARB Cafe, termasuk untuk memenuhi pesanan dari pelanggan di luar daerah.
Meskipun coffee shop ini buka sejak pagi, alumni STPDN angkatan 14 dan S-2 IIP [2010] itu, tetap bekerja sebagai pegawai negeri. Caranya, dia mempekerjakan empat orang tenaga kerja yang bertugas mengelola coffee shop itu, terutama selama Erwin Pratama menjalankan tugas sebagai abdi negara. Mampukan dia menggaji empat orang tenaga kerja?
“Alhamdulillah, omset cafe ini antara Rp 3 juta – Rp 5 juta per hari,” kata Erwin mengisyaratkan sumber gaji karyawanya.
Mengelola coffee shop, menurut Erwin Pratama, lebih banyak duka daripada suka. Apa saja duka yang pernah dihadapi anak muda ini? Pelanggan sering komplain atas lambatnya pelayanan. Kemudian, waktu banyak tersita, sebab kunjungan pengopi mulai pukul 16.00 WIB sampai tengah malam. Paling sering, para pelanggan masih nongkrong disana sampai dini hari.
“Tidak mungkin membatasi waktu untuk para pelanggan setia,” ungkap Erwin.
Sukanya, teman-teman makin banyak, berasal dari berbagai kalangan. Mereka memperbincangkan berbagai isu aktual di coffee shop itu. Setiap hari, Erwin memperoleh informasi terbaru yang belum dimuat media mainstream. Disamping itu, dengan adanya coffee shop ini, dia dapat menampung tenaga kerja dan meningkatkan nilai tambah kopi Gayo.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI